Nilai Tukar Rupiah Melemah, Ini Sektor Usaha di Riau yang Terkena Dampak
Sejak beberapa bulan terakhir, kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah.
Penulis: Hendri Gusmulyadi | Editor: Ariestia
Laporan Wartawan Tribunpekanbaru.com, Hendri Gusmulyadi
TRIBUNPEKABARU.COM, PEKANBARU - Sejak beberapa bulan terakhir, kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah.
Pada 13 Juli 2018, rupiah berada di angka Rp. 14.400 perdolar.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau, melalui Wakil Ketua Umumnya, Ir H Delisis Hasanto, saat berbincang dengan Tribun mengungkapkan, rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sudah pasti berimbas terhadap dunia usaha.
Menurutnya, beberapa sektor usaha di Riau yang paling terganggu dengan adanya kondisi ini yakni Pariwisata seperti biro perjalanan yang berhubungan langsung dengan luar negeri.
Baca: Sejumlah Camat dan Lurah Akan Diparkir Bulan Ini, Dewan Minta Tak Ganggu Pelayanan
Travel-travel agent mau tidak mau harus melakukan penyesuaian harga agar operasional perusahaan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
"Dengan adanya perubahan-perubahan (nilai tukar rupiah, red) ini, ada beberapa sektor yang terganggu. Salah satunya itu tadi, pariwisata. Kemudian sektor usaha properti dengan masalah konstuksinya yang memakai bahan-bahan dasar logam atau besi, ini pasti terimbas," ungkap Delisis belum lama ini.
Walau demikian, Delisis melihat, dampak dari rendahya nilai tukar rupiah terhadap dolar, pada umumnya tidak terlalu berdampak signifikan terhadap dunia usaha yang bergerak di bidang konstruksi, atau hanya berada di angka 25 sampai dengan 30 persen.
"Kalau sektor usaha yang memakai logam seperti paku, besi, atap, seng dan sebagainya, itu pasti mereka akan melakukan sedikit perubahan. Contoh sektor konstruksi atau properti, punya dua jenis, ada subsidi dan komersil. Kalau subsidi nilai jualnya kan sudah ditentukan pemerintah dan tidak bisa diubah lagi. Sedangkan komersil tidak diatur, ini berakibat pada daya saing dan kompetisi pasar (bangunan komersil, red) itu bermasalah, artinya apa, dengan tingginya biaya konsturksi tentu harga jualnya dinaikkan, kondisi pasar menjadi tidak baik," terangnya.
Baca: Inhu Juara Umum Kejurprov Panjat Tebing 2018
Menutur Delisis, mau tidak mau dunia usaha properti akan melakukan efisensi biaya agar tidak terlalu berimbas terhadap usaha yang sedang berjalan.
Dirinya menjelaskan lagi, pengurangan spesifikasi atau mutu bangunan, pastinya sesuatu yang tidak mungkin akan dilakukan oleh dunia usaha sektor konsturksi atau properti.
Namun, langkah yang mungkin diambil dalam menyikapi tinggi biaya, salah satunya dengan melakukan pengurangan jumlah unit bangunan, atau sedikit memperlambat tahap pembangunan sampai kondisi rupiah kembali stabil.
"Dari sisi industri stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar sangat dibutuhkan agar dunia usaha dapat berlangsungan dengan baik. Jika pemerintah mampu membuat rupiah stabil di angka Rp. 14.000, maka proyeksi pembangunan dan perencanaan yang dilakukan oleh kadin dan kawan-kawan bisa tetap bergerak dan stabil. Kalau pun maksimum melompat di angka Rp. 14.300, kawan-kawan memang tidak tersakiti betul, tapi mengurangi jumlah (produkasi, red). Jadi saya melihat ini problemnya," paparnya.
Baca: Polda Surati Penarikan Personel Pengamanan Paslon Gubri dan Wagubri
Agar dunia usaha kembali dapat berjalan optimal, peran Bank Indonesia (BI) menjadi sesuatu yang amat dibutuhkan.
Dari itu Delisis berharap, Bank Central untuk tidak terlalu terburu-buru dalam manaikkan Billing Rate.