20 Tahun Singo Ngumboro, Konsisten dengan Reog Ponorogo
Kendala yang saya hadapi berupa pembuatan alat untuk digunakan saat pementasan.
Penulis: | Editor:
Laporan: Raja Afrizal
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Komunitas Singo Ngumboro konsisten memilih jalur seni daerah yang dilakoninya. Sejak berdiri 1995 lalu di Kota Pekanbaru sanggar Reog Ponorogo ini masih tetap eksis, di tengah serangan budaya global yang instan.
Pendiri Komunitas Singo Ngumboro, Suyetno saat berbincang dengan tribunpekanbaru.com di sanggarnya di Jalan Dharma Bakti, Kelurahan Labuh Barat Kecamatan Payung Sekaki mengaku banyak hambatan yang dialami untuk melestarikan seni tari reog di Pekanbaru.
"Kendala yang saya hadapi berupa pembuatan alat untuk digunakan saat pementasan. Seperti dadak merak, itu harus membeli 2 ribu helai bulu burung merak. Satu helai dibeli dengan harga Rp 15 ribu. Kalau 2 ribu saya harus merogoh kocek Rp 30 juta. Dan kepala harimau seharga Rp 17 juta," katanya, Senin (19/1/2015).
Meski demikian, ia rela mengeluarkan uang sebesar itu. Tujuannya, untuk tetap melestarikan budaya asli Indonesia.
"Sanggar ini dan sanggar Jatilan Sampah akan digandeng oleh Komunitas Metateater. Kami diundang tampil di pesta rakyat komunitas. Kami akan berkolaborasi dalam pementasan. Ini merupakan upaya eksistensi kepada masyarakat," bebernya
Bagi masyarakat yang ingin masuk sanggar Singo Ngumboro bisa datang ke sanggar Jalan Dharma bakti Kelurahan Labuh Baru Barat Kecamatan Payung Sekaki. Atau hubungi Putra di nomor handphone 081267300903. (*)
Baca selengkapnya di Harian Tribun Pekanbaru edisi BESOK. Simak lanjutannya di www.tribunpekanbaru.com.
FOLLOW Twitter @tribunpekanbaru dan LIKE Halaman Facebook: Tribun Pekanbaru