Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Sawit Primadona Masa Depan, Astra Agro Lestari Ajak Media Perangi Kampanye Negatif

"Sawit bukan lagi bicara bisnis, tapi sudah bicara nasionalisme. Untuk itu, mari kita bersama-sama melawan kampanye negatif dari luar tentang sawit,"

Editor: harismanto
Pimpinan PT Astra Agro Lestari foto bersama Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru RHR Dodi Sarjana (depan kanan) dan pemimpin awak media lainnya dalam buka puasa bersama di Resto Pitek Lanang, Pekanbaru, Selasa (21/6/2016). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sawit adalah primadona masa depan. Tapi sayang dilanda kampanye negatif. Sawit, di dunia internasional, dianggap sebagai tanaman yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, dunia internasional mulai banyak menyiapkan alternatif lain.

"Sawit bukan lagi bicara bisnis, tapi sudah bicara nasionalisme. Untuk itu, mari kita bersama-sama melawan kampanye negatif dari luar agar sawit tetap jadi unggulan. Jangan sampai di masa depan kita mengimpor sawit dari luar negeri," kata Tofan Mahdi, GM PR PT Astra Agro Lestari, dalam buka bersama PT Astra Agro Lestari bersama pimpinan media di Riau, Selasa (21/6/2016) di Resto Pitek Lanang.

Dalam acara yang juga dihadiri Nazri Ikhwan (Com Dev Area Manager Andalas II), Sumarno (Administratur PT TPP), Marauli Hutagalung (Administratur PT KTU), Marwan (Administratur PT EDI) dan Suparyo (PT SLS), Tofan mengatakan, volume ekspor minyak sawit Indonesia pada April tercatat naik 20% dibandingkan dengan bulan lalu atau dari 1,74 juta ton pada Maret naik menjadi 2,09 juta ton pada April ini.

Ekspor minyak sawit Indonesia, katanya, tidak terkerek signifikan karena harga minyak sawit yang tinggi sehingga selisih harga dengan minyak kedelai sangat tipis, akibat minyak kedelai lebih diminati. Sementara itu secara year-on-year kinerja ekspor minyak sawit Indonesia selama caturwulan pertama 2016, mencapai 8,23 juta ton atau naik sekitar 4,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yaitu sebesar 7,88 juta ton.

"Sepanjang April 2016, ekspor minyak sawit Indonesia ke beberapa negara tujuan utama mengalami kenaikan kecuali ke China. Amerika Serikat mencatatkan kenaikan impor minyak sawit dari Indonesia yang sangat signifikan yaitu sebesar 564% atau dari 12,24 ribu ton pada Maret terkatrol kencang menjadi 81,31 ribu ton," ungkap Tofan yang juga juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) .

Kenaikan permintaan dari Negeri Paman Sam, katanya, untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri karena stok minyak nabati yang menipis di dalam negeri yang telah terjadi sejak akhir tahun dan diperburuk lagi dengan kinerja panen kedelai di wilayah selatan Amerika, di lain sisi demand global akan minyak kedelai meningkat karena rata-rata produksi minyak nabati lain juga mengalami penurunan.

"Kenaikan permintaan minyak sawit dari Indonesia diikuti oleh negara-negara Afrika sebesar 40%, India 32%, Pakistan 26%, negara Uni Eropa sebesar 18% dan Bangladesh 17%," jelasnya.

Bertentangan dengan AS, katanya, China justru menurunkan impor minyak sawit dari Indonesia cukup signifikan yaitu sebesar 20% atau dari 185,95 ribu ton pada Maret menjadi 149,34 ribu ton pada April 2016. Pembelian minyak sawit Indonesia dari Negeri Tembok Raksasa ini terus menunjukkan tren penurunan sejak awal tahun 2016.

China, ungkapnya, juga menurunkan permintaan minyak sawitnya asal Malaysia. Penurunan permintaan oleh China disinyalir karena China lebih memilih membeli minyak kedelai. Berdasarkan laporan dari Oil World, pada 2 pekan terakhir April, Negeri Panda ini membeli minyak kedelai secara besar-besaran sehingga mencatatkan stok tertinggi sejak tahun 2012.

"Selain sedang menggalakan peternakan di dalam negeri, selisih harga yang tipis antara kedelai dan minyak sawit juga menjadi faktor China lebih memilih kedelai karena memang minyak sawit posisinya masih menjadi minyak substitusi," tambah Tofan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved