Arti Tanjak Bagi Orang Melayu
Sebenarnya, Tanjak dianggap lambang kewibawaan di kalangan masyarakat Melayu. Semakin tinggi dan kompleks
Penulis: Mayonal Putra | Editor:
Kata dia, pada dasarnya pemakaian tanjak dan baju Melayu akan memberikan kewibawaan dan dampak psikologis bagi pemakainya. Namun, ia mengingatkan agar pemakaian tanjak di lingkungan pemerintahan tersebut tetap disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan adat berlaku.
"Saya mendukung kebijakan bupati Siak sebagai pioner menggalakkan kembali budaya bertanjak di Provinsi Riau. Sebab kita sudah punya Grand Design Kebudayaan Melayu," kata dia.
Untuk ASN ia menyarankan agar tidak memakai tanjak yang terlampau tinggi. Supaya dapat dibedakan mana yang tanjak adat dengan pakaian harian mana tanjak adat yang dipakai pada hari-hari tertentu.
"Ikatnya bisa ikat Pial Ayam atau Elang Menyongsong Angin yang disederhanakan," sebutnya.
Sementara itu, Syamsuar mengatakan, tanjak digalakkan kembali untuk melestarikan benda simbolil yang menjadi identitas kebudayaan Melayu di tengah masyarakat. Karena sebelumnya pihaknya sudah menggerakan pemakaian busana dan penggunaan bahasa Melayu.
"Saya teringat dulu tokoh adat kita, Datuk Tenas Effendi memesankan kepada saya menjaga warisan budaya. Beliau bilang, pak bupati jagelah Siak tu elok-elok. Sebab kalau habis Melayu di Siak, maka habislah Melayu di Riau," ujar Syamsuar mengenang pesan almarhum Tenas Effendi.
Ia juga menyebut, "menjemput" kembali warisan budaya akan menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan akan melengkapi kesempuranaan Siak menjadi tujuan wisata di Sumatra.
"Pengrajin tanjak juga akan memproduksi tanjak lebih banyak, karena bisa menjadi oleh-oleh yang akan dibeli banyak pengunjung," kata dia.
Syamsuar menyarankan seluruh ASN menggunakan tanjak setiap Rabu, Kamis dan Jumat. Pada 3 hari itu ia dan wakil bupati Siak Alfedri juga akan memakai tanjak. (*)