DPRD Cuma Ekspos 33 Perusahaan, KLHK Kantongi 150 Lebih Perusahaan yang Kuasai Hutan Ilegal
Eduar menegaskan, Dirjen Gakum KLHK sudah menyurati perusahaan-perusahaan tersebut sejak beberapa waktu lalu.
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Hasil kerja pansus monitoring perizinan lahan bentukan DPRD Provinsi Riau yang menemukan ada sebanyak 33 perusahaan diduga tak memiliki izin menggarap hutan dan lahan, ternyata hanyalah sekedar 'data' kecil semata. Jumlah yang spektakuler justru dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memperoleh data ada sebanyak 150 lebih perusahaan yang menguasai hutan secara non prosedural alias ilegal di Provinsi Riau.
"Di Riau, menurut data KLHK justru ada lebih dari 150 perusahaan yang menguasai kawasan hutan secara non-prosedural," kata Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Seksi Sumatera II KLHK, Eduard Hutapea kepada Tribun, Rabu (2/8/2017).
Eduar menegaskan, Dirjen Gakum KLHK sudah menyurati perusahaan-perusahaan tersebut sejak beberapa waktu lalu. Pihaknya meminta agar perusahaan bersangkutan segera memberikan laporan dan penjelasan secara tertulis kepada KLHK ikhwal penguasaan hutan tersebut.
"Mereka diberi batas waktu paling lama sebulan setelah menerima surat dari KLHK, untuk melaporkan secara detil dan komprehensif soal kawasan hutan yang mereka telah kuasai," terangnya.
Dalam surat tersebut, Dirjen KLHK memerintahkan perusahaan untuk segera menghentikan segala aktivitas dan kegiatan ilegal di kawasan hutan yang diklaim perusahaan tersebut. Termasuk menghentikan proses jual beli lahan dalam kawasan hutan.
Ditanya apakah langkah lanjutan yang akan dilakukan KLHK dalam kasus penguasaan hutan secara ilegal tersebut, Eduard menyatakan pihaknya akan terus melakukan pengumpulan data secara lengkap dan akurat, sebelum melakukan tindakan yang lebih konkret dan nyata.
"Laporan mereka akan kita crosscheck. Apalagi kalau tidak melaporkan, maka akan kita lakukan tindakan. Kita punya mekanismenya, termasuk mekanisme hukum dan pendekatan lainnya," kata Eduard.
Eduard belum merinci berapa luasan hutan yang dikuasai secara ilegal oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Hanya saja, keberadaan perusahaan tersebut berada di seluruh wilayah Riau.
"Kami menunggu itikad baik dari perusahaan untuk melaporkan kawasan yang mereka kuasai," tegasnya.
Sebelumnya, pansus monitoring lahan DPRD Riau telah menuntaskan hasil kerjanya pada akhir tahun lalu. Meski demikian, sampai saat ini laporan pansus tersebut masih ditutup untuk publik. Belakangan, kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Koalisi Rakyat Riau (KRR) melaporkan sebanyak 33 perusahaan diduga tak memiliki izin kehutanan dan perkebunan serta hak guna usaha (HGU) ke Polda Riau. KRR mengklaim laporan mereka tersebut merupakan hasil kerja pansus monitoring lahan.
Dalam laporan tersebut, diketahui lahan hutan seluas 103.320 hektar diduga telah berubah menjadi lahan sawit tanpa ada kejelasan prosedur yang benar. Selain itu, juga ditemukan lahan seluas 203.997 hektar yang diduga telah ditanami sawit tanpa HGU yang jelas.
Temuan pansus monitoring DPRD Riau yang jauh "lebih kecil" dibanding data KLHK tersebut masih menyisakah tanda tanya. Apakah pansus DPRD Riau itu hanya membidik perusahaan perkebunan kelapa sawit saja, namun tidak mengincar perusahaan sektor kehutanan, seperti HTI dan lainnya.
Ketua Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau, Suhardiman Amby belum bisa dikonfirmasi soal temuan pansus yang berbeda jauh dengan data KLHK. Termasuk alasan mengapa data hasil kerja pansus masih ditutup ke publik.
Ironisnya, meski data global pansus tersebut sudah tercecer ke masyarakat, namun justru beberapa anggota DPRD mengaku tidak memiliki dokumen hasil pansus tersebut.
"Saya sampai sekarang belum menerima hasil pansus," kata seorang Wakil Ketua DPRD Riau.
Lebih aneh lagi, salah seorang anggota pansus monitoring lahan pun mengaku tak punya dokumen hasil kerja timnya tersebut.
"Saya tak pegang (dokumen) itu," kata seorang anggota pansus. (*)