Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

SLB Sekar Meranti

VIDEO: Dinding Papan dan Dibatasi Sekat, Ini Kondisi SLB di Meranti yang Dibangun Syafrizal

Itu dilakukannya demi keberlangsungan sekolah yang digagasnya tersebut. Namun sayangnya, permohonan itu tak pernah di gubris oleh

Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: David Tobing

Laporan Reporter Tribunpekanbaru.com, Guruh BW.

TRIBUNPEKANBARU.COM, SELATPANJANG - Sosok Syafrizal, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti, Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti menjadi buah bibir belakangan ini.

Itu setelah kisah perjuangannya demi memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak penyandang berkebutuhan khusus di Meranti menyebar luas dimasyarakat.

Pria yang  juga berprofesi sebagai penjual ikan ini menjadi sosok inspiratif di kalangan para tenaga pendidik dan juga masyarakat. 

Bagaimana tidak, Syafrizal tanpa mengenal pamrih, rela mengantar jemput para muridnya yang ingin bersekolah.

Bagi Syafrizal, menjemput anak muridnya sudah menjadi rutinitas setiap pagi.

Ia juga harus mengantar anak muridnya kembali ke rumah seusai jam sekolah.

Untuk menjemput ataupun mengantar para muridnya, Syafrizal harus menempuh jarak hingga 8 kilometer dengan waktu sekitar 1 jam.

Padahal Syafrizal adalah kepala sekolah sekaligus ketua yayasan di SLB tersebut.

Syafrizal menarik gerobak dengan sepeda motornya. Ia keliling dari dusun yang satu ke dusun yang lain untuk menjemput murid-murid Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti, Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti., Sabtu (27/8/2017).
Syafrizal menarik gerobak dengan sepeda motornya. Ia keliling dari dusun yang satu ke dusun yang lain untuk menjemput murid-murid Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti, Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti., Sabtu (27/8/2017). (Tribun Pekanbaru/Guruh Budi Wibowo)

"Jika tidak dijemput, anak-anak tidak ada yang datang ke sekolah. Saya harus jemput mereka satu per satu agar mereka tetap sekolah," ujar Syafrizal saat ditemui di Desa Anak Setatah, Sabtu (27/8/2017) kemarin.

Syafrizal menuturkan, ia harus menjemput dan mengantar para muridnya karena sebagian orangtua murid tidak bisa melakukannya.

"Orangtua banyak yang tidak sempat mengantar dan menjemput anak-anaknya karena dari pagi hingga sore mereka di ladang dan ada yang menangkap ikan di laut. Sementara anak murid saya menyandang Disabilitas," ujarnya.

Ia juga harus mengantar dan menjemput anak didiknya setiap hari karena tidak ada guru lain yang sanggup melakukannya.

sebab 5 guru lainnnya adalah perempuan.

Dibangun Tahun 2014

Pada 2014 silam, ia mengajak adiknya, Syafrizal untuk mendirikan sekolah luar biasa di desanya.

Suami dari Suriyana ini juga mendapat dukungan istri dan keluarga lainnya.

Berbekal tabungan milik Syafrizal, mereka lantas mendirikan sebuah yayasan dan sekolah yang terbuat dari papan.

"Sampai nol saldo di rekening adik saya untuk modal mendirikan sekolah ini," ujar Rudi.

Proposal Permohonan Bantuan Selalu Ditolak

Ditengah kondisi yang serba kekurangan, memaksa Syafrizal untuk mengajukan permohonan bantuan.

Itu dilakukannya demi keberlangsungan sekolah yang digagasnya tersebut.

Namun sayangnya, permohonan itu tak pernah di gubris oleh Dinas Pendidikan di Meranti.

"Sampai lusuh proposal yang saya bawa, namun Pemkab Meranti hanya berjanji," ujar Syafrizal, Sabtu (26/8/2017).

Ia menuturkan saat ini sekolahnya membutuhkan material untuk perluasan bangunan.

Bangunan Sempit

Menurutnya, bangunan seluas 50 meter terlalu sempit untuk menampung 30 murid-muridnya.

Terlebih anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat membutuhkan ruang yang khusus sesuai karakteristiknya masing-masing.

"Saat ini anak penyandang autis harus digabung dengan anak Tunarungu dan Tunanetra," ujarnya.

Menurut Syafrizal, bangunan SLB yang mereka gunakan saat ini sudah sangat sempit.

"Lebar bangunan hanya 5 meter dan panjangnya hanya 10 meter. Bangunan sekalian itu diisi oleh murid TK, SD, SMP hingga SMA," ungkapnya.

Dipisah oleh Sekat

Ia juga menuturkan, murid TK,SD, SMP hingga SMA terpaksa digabung dalam satu bangunan.

"Mereka hanya dipisahkan oleh sekat-sekat, sehingga membentuk 4 bilik. Itu pun yang membantu papan adalah pihak Polres Kepulauan Meranti," ujarnya.

Selain ruang kelas, SLB Sekar Meranti satu atap juga membutuhkan toilet sekolah.

Selama ini kata Syafrizal, baik murid maupun guru harus menumpang ke rumah- rumah warga jika ingin buang air.

"Kami juga sangat membutuhkan alat tulis dan alat peraga bagi anak-anak," ujarnya.

Lahirkan Siswa Berprestasi

Ia merasa, selama ini sekolahnya hanya dipandang sebelah mata. Pasalnya, murid-murid mereka merupakan penyandang Disabilitas.

Padahal, sebagian murid-muridnya merupakan atlet berprestasi yang mengharumkan nama daerah.

Belum lama ini, anak muridnya berhasil meraih Juara II dalam ajang O2SN tingkat Provinsi Riau tahun 2017.

Tahun sebelumnya, anak muridnya juga berhasil meraih Juara I di ajang yang sama.

Siti Nurfadila saat mengajar di SLB Sekar Meranti, Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti.
Siti Nurfadila saat mengajar di SLB Sekar Meranti, Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti. (Tribun Pekanbaru/Guruh Budi Wibowo)

"Bahkan anak murid saya juga mengharumkan nama Meranti di ajang SOIna 2017 di Pekanbaru dengan menyumbang 4 medali emas," ujarnya.

Bahkan beberapa muridnya akan dipersiapkan mengikuti Pornas SOIna 2018 di Solo.

"Semua atlet berprestasi itu lahir dari sekolah papan ini," ujarnya.

Bukti Ketimpangan Anggaran

Komisi III DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, Hafizan Abas mengaku prihatin atas nasib bangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) Satu Atap Sekar Meranti.

Padahal, saat ini pembangunan jalan di Meranti sudah mencapai ke pelosok desa.

Menurut Hafizan Abas, fenomena SLB Sekar Meranti merupakan bukti ketimpangan pembangunan di Meranti.

"Kita membangun jalan base hingga pedesaan, namun ada sekolah yang tidak layak di pinggir jalan itu," ujarnya.

Menurut Hafizan, dengan kondisi keuangan Kabupaten Kepulauan Meranti yang sangat minim, seharusnya Pemkab Meranti bijak menentukan pembangunan yang skala prioritas.

"Pendidikan nomor satu, kalau pembangunan itu nomor tiga. Apalagi ni maslah pendidikan bagi anak-anak Disabilitas," ujarnya.

Menurutnya, seharusnya Pemkab Meranti mengistimewakan pendidikan anak-anak Disabilitas.

Murid-murid SLB Satu Atap Sekar Meranti Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat sedang berbaris di halaman sekolah.
Murid-murid SLB Satu Atap Sekar Meranti Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat sedang berbaris di halaman sekolah. (TribunPekanbaru/Gu)

"Jangan samakan dengan anak-anak pada umumnya. Mereka itu harus diperlakukan khusus," ujarnya.

Ia juga pesimis Disdikbud Kabupaten Kepulauan Meranti bisa membantu perluasan bangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) Satu Atap Sekar Meranti di Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat.

"Banyak kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dicoret. Bahkan, di antaranya sudah terlaksana," ujar Hafizan.

Kendati demikian, ia berjanji dalam waktu dekat ini Komisi III akan berkunjung ke SLB Sekar Meranti untuk meninjau langsung sekolah tersebut.

"Setelah Idul Adha ini kami akan kesana untuk melihat mengatahui apa saja yang mereka butuhkan," ujar Hafizan. (TribunPekanbaru/Cetak/Guruh BW)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved