Bang Andi Menyapa
Belajar dari Keikhlasan Pak Syafrizal
Kita beryukur di Meranti ada orang seperti Pak Rudi Hartono dan Pak Syafrizal. Mereka tidak hanya menampung anak-anak berkebutuhan khusus itu gratis
SAYA tertegun, sekaligus terharu, tatkala membaca kisah Pak Syafrizal di Tribun edisi Senin 28 Agustus 2017. Adalah Pak Rudi Hartono yang mengajak Pak Syafrizal mendirikan sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun 2014. Sekolah itu mereka beri nama Sekolah Luar Biasa (SLB) Satu Atap Sekar Meranti.
Anak-anak berkebutuhan khusus, sebagaimana kita ketahui, adalah anak-anak kita yang memiliki keterbatasan tertentu. Seperti tidak bisa berjalan, tidak bisa mendengar atau tidak bisa bicara. Mereka adalah bahagian dari kita. Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana masa depan mereka, jika kita tidak care terhadap pendidikan mereka.
Kita beryukur di Meranti ada orang seperti Pak Rudi Hartono dan Pak Syafrizal. Mereka tidak hanya menampung anak-anak berkebutuhan khusus itu secara gratis di sekolah yang mereka dirikan, malah selaku Kepala Sekolah Pak Syafrizal tiap hari justru menjemput anak-anak tersebut dari rumah-rumah mereka. Kemudian sehabis jam pelajaran mengantarkan mereka ke rumahnya masing-masing dengan gerobak yang ditariknya dengan sepeda motor. Semua beliau lakukan tanpa meminta imbalan, semata-mata demi masa depan anak-anak tersebut.
Dalam rasa haru saya menelpon beliau, dan kami bicara. Sebagai Gubernur, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan tulus saya atas apa yang telah beliau perbuat demi masa depan anak-anak tersebut. Tentu saja saya berharap, dan percaya, beliau akan tetap melanjutkan pengabdiannya yang mulia itu.
Dedikasi dan pengabdian amat ikhlas sebagaimana dilakukan Pak Syafrizal, juga Pak Rudi Hartono, mendirikan SLB yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus secara gratis, menjemput mereka dari rumah ke sekolah, dan dari sekolah ke rumah-rumah mereka sehabis jam pelajaran, kendati dengan alat transportasi yang teramat sederhana, sungguh ibarat sebuah oase di padang pasir dalam kehidupan masyarakat kita yang, dewasa ini konon makin individualistis dan materialistis.
Belajar dari sosok dan keikhlasan Pak Syafrizal ini saya mencatat dua hal. Pertama, pers (dalam kasus ini Tribun Pekanbaru) berperan amat besar dalam memberikan informasi yang bermanfaat, menggugah dan memotivasi kita.
Kedua, saya yakin masih banyak sosok penuh dedikasi dan ikhlas dalam mengabdi seperti Pak Syafrizal dan Pak Rudi Hartono, baik di perkotaan maupun di pelosok-pelosok yang jauh. Karenanya saya optimis, Indonesia ke depan akan lebih baik, khususnya Riau. Insya Allah. (*)
