Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kuasa Hukum: Permohonan RAPP Terkait SK 5322 Kasus Administratif Bukan Melawan Negara

Menurut Hamdan, RAPP mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta, bulan lalu untuk mendapatkan kepastian hukum

Editor: harismanto
Desain Tribun Pekanbaru
ilustrasi tribun 

TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA -

Penasehat hukum PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) Heru Widodo mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) aktif dan merespon atas adanya permohonan pembatalan SK 5322/MenLHK-PHPL/UHP.1/10/2017 tentang Pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) yang diajukan kliennya.

Heru menerangkan dalam peraturan UU No 12 tahun 2011 memberikan kepastian hukum dan memberikan pemanfaatan bagi masyarakat.

Dalam konteks tersebut ada norma peraturan peralihan dalam PP Nomor 1 tahun 2014 tentang Aturan Peralihan menjadi penting adanya izin maupun kegiatan yang sudah ada tetap berlaku sampai berakhirnya izin yang diajukan RAPP.

"Seharusnya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU," kata Heru di PTUN Jakarta.

Hamdan Zoelva yang juga penasehat hukum RAPP meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memahami Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Hal ini terkait permohonan kliennya atas SK 5322/MenLHK-PHPL/UHP.1/10/2017 tentang Pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) yang tidak direspons lebih dari sepuluh hari.

"UU Nomor 30 tahun 2014 ini baru. Banyak lembaga negara yang belum paham bahwa ada konsekuensinya ketika ada sebuah permohonan itu tidak dijawab," kata Zoelva saat dikonfirmasi, Sabtu (9/12).

Zoelva mengatakan, sebelum UU Nomor 30 Tahun 2014 itu ditetapkan, memang instansi diberi waktu 120 hari untuk menjawab suatu permohonan. Ketika tidak dijawab kementerian, maka permohonan itu dianggap ditolak.

Sementara sekarang ini ketika diberlakukan UU Nomor 30 tahun 2014 maka jika dalam waktu sepuluh hari tidak dijawab maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan.

Sehingga, yang dilakukan RAPP terkait keberatan atas SK tentang Pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) sudah sesuai UU.

"Ini (UU Nomor 30 tahun 2014) banyak yang gak ngerti. Mungkin juga kementerian belum paham sehingga santai menanggapinya apabila ada pihak yang memohon. Padahal ada batas waktunya," tegasnya.

Hamdan menyampaikan, beberapa hari setelah KLHK mengeluarkan SK 5322/MenLHK-PHPL/UHP.1/10/2017, PT RAPP memang dipanggil. Namun, dalam pertemuan itu, tidak ada catatan atau notulensi yang dikeluarkan atas SK tersebut.

Selain itu yang menemui kliennya juga bukan pihak dari menteri tapi kesekjenan KLHK. Oleh karena itu pihaknya mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Kami minta sepuluh hari tapi tidak direspons maka kami ajukan ke PTUN agar SK itu dibatalkan. Menggugat negara itu diboleh oleh UU. Karena negara itu tidak selalu benar. Yang kami gugat itu kesewenangannya," tegasnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved