Pejabat Demokrat Ini Malah Sarankan Prabowo Tidak Jadi Capres, Apa Alasannya?

Netizen lainnya menanggapi jika Partai Gerindra dan Partai Demokrat bisa bersama membentuk koalisi, maka akan menjadi semakin kuat.

Net/google
Prabowo Subianto 

TRIBUNPEKANBARU.COMPrabowo resmi mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2019 saat di acara Rakornas Gerindra di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (11/4/2018).

Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Kadiv Advokasi Demokrat, Ferdinand Hutahaean.

Melalui akun Twitter pribadinya, @LawanPolitikJKW dirinya mengatakan:

"Andaikan pak @prabowo iklas ingin bangsa ini maju, kami sangat berharap beliau mengurungkan niat nyapres dan kemudian bersama-bersama membentuk koalisi untuk mencapreskan pemimpin baru.

Hanya ini cara yg paling tepat untuk mengganti presiden, dan saya pikir akan terbentuk kekuatan besar."

Selanjutnya Ferdinand mengatakan: 

Rakyat mayoritas sdh mengepalkan tangan tanda perlawanan.

Tp perlawanan itu akan runtuh jika harapan tentang pemimpin baru dan harapan ganti presiden ternyata hanya disuguhi sebuah tanding ulang yg tak berimbang. Ganti Presiden mestinya Ganti Capres, mk Jokowi kalah.''

Baca: Tak Kooperatif Sejak Penyidikan, Setya Novanto Minta Maaf

Baca: Demi Kalahkan Jokowi, Kadiv Advokasi Demokrat Minta Prabowo Ikhlas Urungkan Niat Nyapres

Namun kicauan ini banyak dipertanyakan netizen, terutama mengenai kata rakyat mayoritas.

Netizen lainnya menanggapi jika Partai Gerindra dan Partai Demokrat bisa bersama membentuk koalisi, maka akan menjadi semakin kuat.

"Pak Prabowo dan Pak SBY jadi king maker untuk #2019GantiPresiden itu baru josss"

"Maka si nganu akan ternganu", ujar Ferdinand.

Ferdinand menampik tujuannya bukan #asaljanganprabowo seperti yang dilontarkan akun  @yan_afrinaldi

 ''setuju #asaljanganprabowo gitu maksudnya?'' cuit @yan_afrinaldi

Menambahkan, Ferdinand menegaskan kalimatnya perihal tujuan utama ganti presiden.

"Ini bkn masalah jagoan partai Demokrat. Tapi kesamaan tujuan utk ganti presiden.

Jika serius mau ganti presiden, usulan sy layak dipertimbangkan."

Baca: Semakin Memanas, Ini Peta Kekuatan Militer AS dan Rusia Jika Terjadi Perang

Baca: Bagi yang Suka Jelajah Destinasi Wisata, Ayo Ikuti Gulamos River Advanture

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie meyakini, Presiden Joko Widodo sebagai petahana akan menang lebih mudah apabila harus kembali bertarung head to head dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Hal ini disampaikan Grace menanggapi langkah Prabowo yang menyatakan dirinya siap maju dalam pilpres 2019 mendatang.

"Kalau tidak ada gempa bumi dan tsunami politik saya rasa Pak Jokowiakan menang dengan mudah," kata Grace saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (12/4/2018) kemarin.

Grace mengatakan, hasil survei berbagai lembaga hari ini jelas menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi berada cukup jauh diatas Prabowo.

Bahkan, Jokowi sebagai petahana diprediksi memilki peluang lebih besar untuk menang, dibandingkan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono saat mencalonkan diri kembali pada 2009 lalu.

"Approval rate Pak Jokowi sangat tinggi, diatas 60 persen," kata Grace.

Grace pun berharap, pertarungan Jokowi vs Prabowo di 2019, apabila benar-benar terjadi, bisa berlangsung secara jujur dan damai. Ia berharap tak ada lagi kampanye hitam menggunakan fitnah dan hoaks seperti yang terjadi pada 2014 lalu.

"Isu-isu hoaks sudah membuat bangsa kita terpecah," kata Grace sebagaimana dikutip tribunpekanbaru.com dari tribunnews

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya memprediksi posisi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akan sulit dalam menghadapi Presiden Joko Widodo pada pemilihan presiden ( Pilpres) 2019.

Pasalnya, Prabowo tercatat sudah dua kali mencalonkan diri, yaitu di Pilpres 2009 sebagai cawapres Megawati dan di Pilpres 2014 sebagai capres. Namun, Prabowo gagal.

"Kalau kita menggunakan pendekatan kualitatif atau pendekatan brand, sebuah produk yang pernah di-launching dua kali dan gagal berturut-turut biasanya sulit untuk di-launching ketiga kalinya dan berhasil. Itu Pak Prabowo menurut saya," ujar Yunarto saat dihubungi, Kamis (12/4/2018).

 Menurut Yunarto, posisi Prabowo akan lebih menguntungkan bila menjadiking maker dengan mengajukan calon lain. Misalnya, figur mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Belakangan mereka disebut-sebut sebagai calon kuat pendamping Prabowo. 

Yunarto mengatakan, meski elektabilitas Gatot dan Anies saat ini masih rendah, namun ia menilai keduanya memiliki efek kejut yang tidak dimiliki oleh Prabowo.

Ia mencontohkan bagaimana Anies mampu mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Saya meyakini peluang Gatot dan Anies masih ada. Walaupun elektabilitasnya rendah ketika disurvei tapi dia bisa punya efek kejut, daya kejut yang tidak dimiliki oleh Prabowo. Jadi menurut saya faktorfresh itu sudah hilang dari Prabowo dengan kegagalan dua kali yang dialami dari dua pemilu," kata Yunarto.

"Itu menurut saya menarik untuk dikaji dalam konteks ingin memenangkan pertarungan dengan Jokowi yang tidak mudah," ucapnya.

Sementara jika dilihat dari sisi logistik, kata Yunarto, Gatot kemungkinan besar lebih siap daripada Anies.

Ia merujuk pada pernyataan mantan Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad) ABRI Kivlan Zen yang menyebut Gatot memiliki uang lebih banyak dibandingkan Prabowo.

Yunarto mengatakan faktor kesiapan logistik sangat menentukan menentukan seseorang ketika maju dalam pemilu.

"Celetukan Kivlan Zein menurut saya menyiratkan sesuatu bahwa Gatot jangan-jangan lebih siap secara logistik," tuturnya.

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Petinggi Demokrat Kecewa Prabowo Nyapres: Tanding Ulang yang tak Seimbang

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved