Ramadan 1439 H

Mimpi Basah saat Puasa Ramadhan Bikin Batal? Inilah 9 Hal yang Membatalkan Puasa

Mimpi basah sering dialami oleh remaja laki-laki, yang sekaligus menjadi tanda bahwa ia telah memasuki masa pubertas.

Editor: Muhammad Ridho
KOMPAS.COM
Mimpi basah saat puasa Ramadhan, bagaimana hukumnya? 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Dikutip dari Klikdokter.com, mimpi basah adalah orgasme dan atau ejakulasi sperma di waktu tidur dan hanya dialami oleh laki-laki.

Mimpi basah sering dialami oleh remaja laki-laki, yang sekaligus menjadi tanda bahwa ia telah memasuki masa pubertas.

Hal ini bisa berupa mimpi yang erotis atau tidak, tergantung dari yang mengalami mimpi itu sendiri.

Mimpi basah berfungsi sebagai katup pengaman fisiologis ketegangan seksual.

Hal tersebut dicetuskan karena mimpi basah tejadi pada sebagian besar laki-laki lajang; setelah seorang laki-laki menikah (dan mungkin menemukan saluran yang tetap dan memuaskan bagi hasrat badaninya) mimpi basah tersebut biasanya berhenti.

Mimpi basah bisa berupa mimpi yang erotis atau tidak, tergantung dari yang mengalami mimpi itu sendiri.

Pada usia 17 tahun hingga 18 tahun, dua per tiga laki-laki akan mengalami mimpi basah.

Mimpi basah merupkan suatu fenomena kedewasaan laki-laki, dan normal terjadi.

Mimpi Basah saat Puasa

Lalu, bagaimanakah jika seseorang mengalami mimpi basah saat dia menunaikan ibadah puasa.

Apakah puasanya batal?

Terkait dengan itu, Dr H Setiawan Budi Utomo melalui rubrik tanya jawab pada Kompas.com menjelaskannya.

Penjelasan Setiawan merupakan jawaban dari pertanyaan Ichwan Lutfi Hamdani (23).

Dijelaskan dia, orang yang mimpi basah pada siang hari saat melaksanakan puasa Ramadan tidak batal puasanya karena ia sedang tertidur.

Orang yang sedang tidur tidak dapat mengendalikan mimpinya.

Orang yang sedang tidur, amalnya tidak dihitung oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Pena catatan amal itu diangkat untuk tiga orang, yaitu orang gila sampai dia sadar, orang yang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sampai dia baligh.” (HR An-Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah).

Dengan demikian, orang yang mimpi basah puasanya tidak batal tapi dia tetap harus melaksanakan mandi junub atau mandi wajib untuk melaksanakan salat.

9 Hal yang Membatalkan Puasa

Ada 9 hal yang membatalkan puasa dan wajib kita ketahui.

Apa saja?

Berikut daftarnya sebagaimana dikutip dari laman Nu.or.id.

1. Memasukkan suatu benda secara sengaja melalui lubang tubuh.

Sesuatu yang membatalkan puasa adalah makan, minum dan segala sesuatu yang masuk melalu lubang pada anggota tubuh yang berkesinambungan (mutasil) sampai lambung, dan memasukannya dengan unsur sengaja.

Apabila perbuatan tersebut dilakukan tanpa kesengajaan atau lupa, maka tidak membatalkan puasa.

"...makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam..." (QS al-Baqarah, 2: 187)

 Sedangkan dalil yang menjelaskan makan dan minum karena ketidaksengajaan (lupa) itu tidak membatalkan puasa:

"Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu”. (Hadits shahih, riwayat al-Bukhari: 1797 dan Muslim: 1952)

2. Melakukan hubungan seksual secara sengaja.

Hubungan seksual baik dilakukan pasangan suami isteri atau bukan dapat menyebabkan batalnya puasa dengan ketentuan melakukannya dalam keadaan sadar dan sengaja.

Suatu perbuatan dapat dikatakan hubungan seksual dengan batas minimal masuknya khasafah ke dalam farji (Miss V), dan apabila kurang dari itu maka tidak dikatagorikan hubungan seksual dan tidak membatalkan puasa.

Barang siapa melakukan hubunngan seksual dengan sengaja pada saat menjalankan ibadah puasa Ramadan, sedangkan malam harinya ia berniat menjalankan puasa, maka orang tersebut berdosa dengan alasan telah merusak ibadah puasa.

Oleh karena itu ia diwajibkan untuk mengqadla dan membayar kifarat (memerdekakan budak perempuan mukmin) sebagai hukumnya.

Jika tidak menemukan seorang budak untuk dimerdekakan atau tidak mampu untuk memerdekakannya dari segi pembiayaan, maka menggantinya dengan berpuasa dua bulan secara berurut-urut di bulan selain bulan Ramadan.

Apabila ia tidak mampu juga maka diwajibkan membayar fidyah untuk 60 orang fakir atau miskin.

Bagi tiap-tiap orang miskin mendapatkan satu mud dari makanan yang mencukupi untuk zakat fitrah. 

Apabila ia tidak mampu semuanya, maka kafarat tersebut tidak gugur dan tetap menjadi tanggungannya.

Pada saat ada kemampuan untuk membayar dengan cara mencicil, maka lakukan saja dengan segera.

Dari Abu Hurairah RA, menceritakan, seorang pria dating kepada Rasulullah SAW, ia berkata, “Celaka aku wahai Rasulullah”,

Nabi SAW, bertanya, “apa yang mencelakakanmu?”,

pria itu menjawab, “aku telah bercampur dengan isteriku pada bulan Ramadhan”,

Nabi SAW, menjawab, “mampukah kamu memerdekakan seorang budak?”,

ia menjawab, “tidak”.

Nabi SAW, betanya padanya, “mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”, pria itu menjawab: “tidak mampu”.

Rasulullah SAW, bertanya lagi, "apakah kamu memiliki makanan untuk member makan enam puluh orang miskin?”,

ia menjawab, “tidak”, kemudian pria itu duduk.

Lalu Nabi diberi satu keranjang besar berisi kurma, dan Rasulullah SAW, berkata kepadanya,  “bersedekahlah dengan kurma ini”.

Pria itu bertanya, “Apakah ada orang yang lebih membutuhkan dari kami?, tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan kurma ini selain dari keluarga kami”.

Nabi SAW tertawa, sehingga terliuat gigi taringnya, dan Beliau bersabda, “kembalilah ke rumahmu dan berikan kurma itu pada keluargamu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1800 dan Muslim: 1870).

3. Mengobati Kemaluan dan dubur.

Pengobatan yang dilakukan pada salah satu dari dua jalan (kemaluan dan dhubur) atau kedua-duanya, bagi orang yang sakit, maka pengobatan yang seperti itu dapat membatalkan puasa

4. Muntah disengaja.

Muntah-muntah dengan disengaja, dan apabila tanpa disengaja atau karena sakit, maka tidak membatalkan puasa.

Dari Abu Hurairah RA, menuturkan, sesungguhnya Nabi SAW, bersabda, “siapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan untuk mengganti puasanya, dan siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengganti puasanya”. (Hadits Hasan Gfarib, riwayat al-Tirmidzi: 653 dan Ibn Majah: 1666)

5. Keluar air mani sebab bersentuhan.

Keluarnya air mani disebabkan bersentuhan (tanpa hubungan seksual) maka menyebabkan batalnya puasa, baik keluar dengan usaha tangan sendiri (mastur basi) atau menggunakan tangan seorang isteri yang halal.

Apabila keluar air mani tanpa bersentuhan semisal bermimpi basah maka puasanya tidak batal.

6. Haid, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan yang sudah menginjak usia batas minimal 9 tahun.

Dengan waktu haid paling cepat selam 24 jam, ghalibnya (keumuman) keluar darah selama satu minggu, paling lama selama 15 hari, dan jarak antara kedua masa haid batas minimal 15 hari.

Darah yang keluar dari kemaluan perempuan dengan cirri-ciri seperti di atas, apabila keluar di saat seorang perempuan sedang menjalankan ibadah puasa maka puasanya batal.

"Kami (kaum perempuan) diperintahkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti shalat yang ditinggalkan”. (Hadits shahih, riwayat Muslim: 508) 

7. Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluannya perempuan setelah proses melahirkan dengan rentang waktu sampai dua bulan (ukuran maksimal) juga dapat menyebabkan batalnya puasa, apabila keluar di saat sedang berpuasa.

8. Gila yang terjadi ketika seseorang sedang mengerjakan ibadah puasa, maka puasanya batal.

9. Murtad, sesuatu hal yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam dengan (semisal) melakukan pengingkaran akan keberadaan Allah SWT sebagai dzat tunggal, pada saat ia sedang melaksanakan ibadah puasa, maka puasanya batal.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved