Eksklusif
VIDEO: Harimau Sumatera Diburu dan Dijerat, BBKSDA Riau akan Ambil Tindakan Tegas
Harimau Sumatera Diburu dan Dijerat, BBKSDA Riau akan Ambil Tindakan Tegas
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Keberadaan Harimau Sumatera di Provinsi Riau kian terancam punah.
Tak hanya karena praktik pemburu liar, tapi juga karena jerat yang dipasang warga.
Kasus paling akhir adalah matinya seekor Harimau Sumatera dengan jerat dari kawat baja yang mengikat erat di pinggangnya.
Kejadian yang menyita perhatian publik itu terjadi di Muara Lembu Kabupaten Kuantan Singingi pada 26 September 2018.
Baca: Kulit Harimau Sumatera Dihargai Rp 80 Juta, Praktik Perdagangan Satwa di Riau Sulit Terbongkar
Baca: Mitos Bagian Tubuh Harimau Sumatera Miliki Khasiat Tertentu. BKSDA Buru Jaringan Pemburu Liar
Baca: 55 Siswa SMP di Pekanbaru Sayat Tangan Ngaku Ikut Challenge. Kepala Sekolah Ungkap Fakta Mengejutkan
Harimau berjenis kelamin betina tersebut tewas karena terjerat kawat baja.
Diperkirakan harimau itu mulanya berhasil melepaskan diri dari perangkap.
Namun terlilit tali jerat yang tersangkut di semak dan akhirnya mati tergantung di pinggir jurang.
Ironisnya, ternyata harimau betina ini sedang mengandung dua bayi yang akhirnya ikut mati.
Saat ini, Harimau Sumatera menjadi satu-satunya subspesies harimau atau Panthera Tigris yang masih tersisa di Indonesia.
Selain Harimau Sumatera, ada lima subspesies harimau lain di dunia, yakni Harimau Amur/Siberia (Panthera Tigris Altaica), Harimau Benggala/India (Panthera Tigris Tigris), Harimau Indochina (Panthera Tigris Corbetti), dan Harimau Malaya (Panthera Tigris Jacksoni).
Menurut Humas World Wide Fund for Nature (WWF) Program Riau, Syamsidar, kepada Tribunpekanbaru.com, sesuai namanya, Harimau Sumatera merupakan satwa endemik Pulau Sumatera.
Dijelaskannya, Harimau Sumatera memiliki badan paling kecil dibanding subspesies lain dengan panjang mencapai 2,5 meter dan berat 140 kilogram.
Warna bulunya pun lebih gelap dari jenis harimau lain dan bervariasi dari warna kuning kemerahan sampai oranye gelap dengan belang berwarna hitam.
Keberadaan harimau ini, kata Samsidar, sangat penting, sebab binatang itu tergolong spesies payung (umbrella species).
“Perlindungan terhadap hewan tersebut secara tidak langsung juga akan melindungi spesies lain di habitat yang sama,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Marak jerat binatang
Ia menyayangkan masih banyaknya jerat buatan manusia yang dipasang di hutan-hutan yang menjadi habitat satwa di lindungi.
Dalam dua pekan terakhir di September 2018 saja, jerat tersebut sudah memakan dua korban satwa.
Sebelumnya satu anak gajah Sumatera menjadi korban jerat di Pelalawan.
Gajah itu masih bisa diselamatkan tapi harus terpisah jauh dari induk dan kawanannya.
Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, Suharyono, tak menampik maraknya temuan jerat binatang di kantong habitat satwa dilindungi.
BBKSDA Riau aktif melakukan pengawasan terkait aktivitas pemasangan jerat ini.
Hanya saja lantaran keterbatasan personel dan cakupan daerah yang mesti diawasi sangatlah luas, hal ini agak sulit dilakukan.
Untuk kasus kematian harimau di Kuantan Singingi, Suharyono menegaskan pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan.
Akan diambil tindakan tegas terhadap orang-orang yang secara sengaja memasang jerat untuk satwa itu.
"Satu orang sudah kita amankan. Yaitu pria berinisial E. Saat ini masih dalam pendalaman," katanya. (TRIBUN PEKANBARU CETAK/rzk/ton/iam/sir/joe/dni)
Berapakah jumlah kasus konflik Harimau Sumatera di Riau? Baca selengkapnya di Harian Tribun Pekanbaru EDISI HARI INI.