Berita Riau
Tiga Orang Dokter di Riau Ditahan Jaksa Pasrah, Pengacara Sebut Keterangan Kajari Justru Terbalik
Tiga orang dokter yang sebelumnya menggugat BLUD RSUD Arifin Achmad kini ditahan jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, dan mereka pasrah
Penulis: Alex | Editor: Nolpitos Hendri
Tiga Orang Dokter di Riau Ditahan Jaksa Pasrah, Pengacara Sebut Keterangan Kajari Justru Terbalik
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Alexander
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Tiga orang dokter yang sebelumnya menggugat BLUD RSUD Arifin Achmad kini ditahan jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, dan mereka pasrah.
Tiga orang dokter itu pasrah penahanan mereka ditangguhkan atau tidak.
Namun, pengacara tiga orang dokter ini menyebut bahwa keterangan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru justru terbalik.
Baca: Kisah Petembak Riau Berlatih di Dapur tapi Mampu Pecahkan Rekor Nasional di Lapangan Tembak Senayan
Baca: Gara-gara Tembak Mati Seorang Remaja Diduga Pelaku Narkoba 3 Polisi Dihukum 20 Tahun Penjara
Kuasa Hukum Tiga Orang Dokter tersebut, H Firdaus Ajis kepada Tribunpekanbaru.com mengatakan, meskipun belum putusan tetap, tapi kronologis yang dijelaskan oleh kajari menurut dia justru terbalik.
BLUD RSUD Arifin Achmad tidak melakukan pengadaan Alat Kesehatan (Alkes), namu pelayanan operasi pasien tidak bisa ditunda, maka BLUD RSUD Arifin Achmad mohon kepada tiga orang dokter agar dipakai alatnya nanti dibayar.
"Beberapa bulan kemudian, setelah uang tagihan dari Jamkesmas/Jamkesda keluar baru BLUD RSUD Arifin Achmad memanggil CV PMR untuk membuat faktur. Setelah faktur ada, maka panitia pengadaan baru buat dokumen pengadaan, sehingga uang bisa cair," ujarnya kepada Tribun pada Kamis (29/11/2018).
Oleh karena itu, dijelaskan Firdaus terkait pengadaan barang tersebut tidak ada.
"Sehingga ini yang disebut pengadaan barang sebenarnya tidak ada, karena CV PMR hanya dipakai oleh panitia hanya ketika menagih. Ini fakta perdata. Kalau misalnya panitia mau merujuk kepada aturan BLUD yaitu PP Nomor 23 tahun 2005, maka untuk apa ia mencari pihak ketiga sebagai penagih, buat aja aturan atau SOP, lalu bayarkan kepada dokter yang telah sukarela meminjamkan alatnya," jelasnya.
Baca: UPDATE: BPBD Bengkalis akan Lakukan Visum atas Tiga Mayat Mengapung di Perairan Pampang Pesisir
Baca: Harga Ikan Gurami di Pekanbaru Naik Drastis, Sentuh Angka Rp 60 Ribu per Kilogram
Sementara itu, terkait masalah mark up, harusnya menurut Firdaus pihak BPKP juga menghitung komponen dari semua usulan dokter.
"Kalau soal mark up, dari fakta persidangan perdata juga terungkap, dimana komponen yang dihitung oleh BPKP terlalu sumir, karena mereka tidak menghitung semua komponen yang ada dalam usulan dari masing masing dokter," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pada persidangan perdata ditemukan fakta dimana dasar penagihan oleh panitia pengadaan adalah surat dari SMF bedah tahun 2010.
"Padahal kalau merujuk kepada Perpres 54 tahun 2010, panitia kan harus menyusun HPS atau harga perkiraan sendiri setiap tahunnya, bukan berpedoman kepada harga yang sudah usang atau daluarsa, dimana peran panitia pengadaan tahun 2012 dan 2013 yang dikenakan kepada klien kami," ujarnya.
Baca: Fakta Menarik Drama Korea Clean With Passion For Now, Rating Tinggi dari Drakor Beauty Inside
Baca: INGAT !. Empat Mata Uang Rupiah Ini Tak Berlaku Lagi pada Tahun 2019. Segera Tukarkan ke BI
Oleh karena itu, pihaknya tetap menghormati kebijakan Kejari, karena meski bagaimana pun hal itu menurutnya akan menjadi fakta dipersidangan nanti.
"Meskipun demikian, kami berharap perkara ini segera dilimpahkan, oleh Kejari ke pengadilan, karena kalau dari surat penahanan yang kami terima dari Kejari Senen kemaren, status klien kami an 3 dokter sudah sebagai terdakwa, kalau terdakwa mesti disidang pengadilan dong," ujarnya lagi. (*)