Ditinggal Ortu, Nadia Safitri Hidupi 3 Adiknya, Rela Jadi Buruh Batu Bata Hingga Berjualan Goreng
Ayahnya Munriadi, sudah pergi meninggalkan Nadia sejak dia masih dalam kandungan. Sedangkan ibunya, Yuliarna, ikut pergi meninggalkannya sudah 6 tahun
Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
"Alhamdulillah, cukuplah. Untuk adik-adik, untuk jajan kita juga," ungkapnya.
Jarak dari rumahnya ke lokasi tempat dia bekerja pun terbilang cukup jauh.
Dia tinggal di lingkungan RT 4 RW 4, di Jalan Badak Ujung, Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.
Baca: Andini Putus Sekolah Demi Rawat Ibu dan 2 Adik Balita, Kini Pendidikannya Dijamin PLN hingga Sarjana
Bahkan yang lebih menyedihkan, sering kali Nadia mesti berjalan kaki, baik pergi maupun pulang dari tempat dia mengais rezeki. Jika dia tak mendapat tumpangan warga, atau pun bus.
Nadia mengaku kerap merasa takut, apabila pulang bekerja saat malam hari. Maklum, akses jalan ke rumahnya bisa dibilang jelek dan gelap.
Sekitar 1 kilometer lebih, jalan menuju rumahnya belum diaspal, konturnya masih tanah liat. Bisa dibayangkan jika hujan, maka jalanan akan sangat licin.
Kondisi jalannya berbukit naik turun. Belum lagi sepanjang jalan jelek itu, sangat minim penerangan.
Sebelum menjalani pekerjaan sebagai pembantu di usaha gorengan milik orang lain, Nadia pernah menjadi buruh angkut batu bata.
Tugasnya, mengangkut batu bata yang masih basah untuk disusun ditempat yang cukup terkena sinar matahari di pinggir bedeng. Istilahnya bandreng. Perseribu batu bata, dia mendapat upah Rp 10 ribu.
Baca: Andini Gadis 14 Tahun Seorang Diri Rawat 2 Adiknya, Kini Mereka Harus Dilarikan ke RSUD Pelalawan
Daerah tempat tinggal Nadia, sebagian besar warganya memang sebagian besar menjadikan usaha pembuatan batu bata sebagai mata pencaharian utama.
Penghasilan Nadia saat dulu masih bekerja mengangkut bata bata tersebut sekitar Rp 50 ribu per pekan.
Untuk diketahui, rumah kediaman Nadia memang cukup jauh dari pusat kota. Dia tinggal di rumah papan yang sangat sederhana, yang dulu dibangun oleh bapaknya. Rumahnya juga masih jauh dari kata layak dan sehat.
Ukurannya hanya sepetak rumah, kurang lebih 4x4 meter, hingga 5x5 meter. Tidak ada listrik, tidak ada tempat untuk mandi, mencuci atau buang air.
Untuk keperluan mandi dan mencuci, Nadia hanya mengandalkan air yang menggenangi kubangan, atau sumur dangkal persis di samping rumahnya.
Sedangkan untuk buang air, ke kubangan lainnya, yang agak berjarak dari rumah. Itupun hanya dibuat seadanya, dengan ditutup karung yang dibuat mengeliling.