Hukum Islam
Tulis Ayat Al Quran pada Undangan, Berikut Hukumnya Dalam Islam dan Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Pernahkah Anda melihat Ayat Al Quran yang ditulis di undangan. Baik itu undangan pernikahan, aqiqah atau pun udangan-undangan yang lain.
Tulis Ayat Al Quran pada Undangan, Berikut Hukumnya Dalam Islam dan Penjelasan Ustaz Abdul Somad
TRIBUNPEKANBARU.COM - Pernahkah Anda melihat Ayat Al Quran yang ditulis di undangan. Baik itu undangan pernikahan, aqiqah atau pun udangan-undangan yang lain.
Sebenarnya, ayat Al Quran pada undangan adalah hal yang lazim kita temui, bukan ?.
Terutama pada undangan pernikahan, aqiqah atau pun undangan kegiatan keagamaan.
Dalam pernikahan, Ayat AL Quran pada undangan biasanya Surat Arrum ayat 21.
Baca: CATAT! Malam Nanti Ada Fenomena Supermoon, Ini Doa Sebagai Wujud Syukur
Baca: Doa Ketika Mendengar Petir di Saat Hujan, Begini Adabnya
Baca: Doa Terhindar dari Pemimpin Zalim, Simak Penjelasan Ini
Dan tentunya, di undangan itu juga ditulis lengkap dengan lafaz pengantar bismillahirrahmanirrahim.
Lantas, bagaimana hukumnya menulis Ayat Al Quran pada undangan.
Menurut Ustaz Abdul Somad (UAS) dilarang keras menulis ayat Al Quran pada undangan apa pun.
"Penulisan Al Quran di undangan tidak boleh. Undangan itu bisa saja terserak-serak dan terinjak-injak. Ini tentunya merupakan penghinaan kepada AL Quran," sebutnya.
Sementara itu, seperti dikutip dari NU.or.id, Selasa (19/2/2019), ulama berbeda pendapat soal hukum memproduksi dan menyebarkan undangan yang terdapat ayat Al-Qur’an sebagaimana di atas.
Menurut Syafiiyyah dan sebagian pengikut Hanafiyyah, hukumnya makruh karena dikhawatirkan akan jatuh kemudian terbengkalai atau tercecer di mana-mana yang mengakibatkan mushaf Al-Qur’an terinjak-injak.
Adapun sebagian pendapat pengikut Hanafiyyah yang lain menyatakan boleh-boleh saja.
Sedangkan menurut Malikiyyah, hukumnya haram, dengan alasan, Al-Qur’an tersebut akan menjadi terhina atau tidak terhormat.
Dalam pembahasan undangan di sini, masing-masing disamakan dengan masalah hukumnya mengukir tulisan Al-Qur’an di tembok.
Hal tersebut dianggap paling mirip dengan kasus menulis ayat di dalam undangan.
Mengingat, masing-masing punya satu alasan yang sama, yaitu kekhawatiran akan jatuh kemudian terinjak-injak, menjadikan Al-Qur’an tersebut tidak terhormat.
كِتَابَةُ الْقُرْآنِ عَلَى الْحَائِطِ- ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَبَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ نَقْشِ الْحِيطَانِ بِالْقُرْآنِ مَخَافَةَ السُّقُوطِ تَحْتَ أَقْدَامِ النَّاسِ، وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ حُرْمَةَ نَقْشِ الْقُرْآنِ وَاسْمِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى الْحِيطَانِ لِتَأْدِيَتِهِ إِلَى الاِمْتِهَانِ. وَذَهَبَ بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى جَوَازِ ذَلِكَ
Artinya: “Kepenulisan Al-Qur’an di tembok. Menurut Syafi’iyyah dan sebagian Hanafiyyah berpendapat makruh mengukir tembok dengan Al-Qur’an karena khawatir akan jatuh terinjak kaki-kaki orang banyak. Malikiyyah berpendapat haram mengukir Al-Qur’an dan nama Allah di atas tembok sebab akan mendatangkan penghinaan terhadap Al-Qur’an. Sedangkan sebagian pengikut Hanafiyyah menyatakan boleh-boleh saja.” (Al-Maûsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Dârus Salâsil, 1404-1427 H], juz 16, halaman 234).
SIMAK DAN SUBSCRIBE VIDEO BERITA DI KANAL YOUTUBE @tribunpekanbaruofficial :
Kemudian bagaimana sikap penerima undangan seperti tersebut di atas?
Penerima undangan harus menjaga sebaik mungkin dengan menempatkannya di tempat yang layak atau membakarnya.
Bagi siapa saja yang dengan sengaja membuang undangan yang sudah jelas-jelas terdapat ayat Al-Qur’an dengan tujuan menghina,
sedangkan orang tersebut mengetahui tentang keharamannya, maka orang tersebut bisa dihukumi kafir.
وَأَجْمَعُوا على ان من استخف بالقرآن أو بشئ مِنْهُ أَوْ بِالْمُصْحَفِ أَوْ أَلْقَاهُ فِي قَاذُورَةٍ أو كذب بشئ مِمَّا جَاءَ بِهِ مِنْ حُكْمٍ أَوْ خَبَرٍ أَوْ نَفَى مَا أَثْبَتَهُ أَوْ أَثْبَتَ مَا نفاه أو شك في شئ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ عَالِمٌ بِهِ كَفَرَ
Artinya: Para ulama sepakat bahwa siapa saja yang menghina Al-Qur’an atau bagian-bagiannya atau mushaf atau menaruhnya di tempat yang kotor atau menganggap bohong atas berita yang disampaikan Al-Qur’an baik berupa hukum atau cerita atau menggap fiktif atas hal-hal yang disampaikan Al-Qur’an atau ragu atas itu semua, sedangkan ia tahu atas ketidakbolehan hal tersebut, maka orang itu menjadi kafir.” (Imam Nawawi, al-Majmu’, Beirut, Dârul Fikr, juz 2, halaman 170)
Adapun keharaman menulis salam dengan arab karena semua nama agung disamakan dengan Al-Qur’an,
sebagaimana disebutkan sebagaimana berikut:
وَالْمُرَادُ بِالْمُصْحَفِ مَا فِيهِ قُرْآنٌ، وَمِثْلُهُ الْحَدِيثُ وَكُلُّ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ أَوْ مَا عَلَيْهِ اسْمٌ مُعَظَّمٌ
Artinya: “Yang dimaksud dengan mushaf adalah semua benda yang terdapat tulisan Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits dan semua ilmu agama atau semua benda yang di situ terdapat nama-nama yang agung.” (Qalyubi dan Umairah, Hâsyiyatâ Qalyubî wa Umairah, [Beirut, Dârul Fikr, 1995], juz 4, halaman 177.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, maka sebaiknya, bagi para pembuat undangan, untuk tidak menuliskan ayat baik berupa basmalah atau sejenisnya dan salam dalam tulisan arab.
Sedangkan bagi penerima undangan yang sudah terlanjur ada asma’ a’dzamnya, harus dijaga dengan layak atau dibakar saja. (*)