Berita Riau

Tiga Orang Dokter di Riau Ditahan Jaksa, Permohonan Pengalihan Penahanan Dikabulkan

Masih ingat kejadian tiga orang dokter di Riau ditahan jaksa dan tiga ornag dokter gugat RSUD Arifin Achmad? kini permohonan pengalihan penahanan

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nolpitos Hendri
Tribun Pekanbaru/istimewa
Tiga Orang Dokter di Riau Ditahan Jaksa, Permohonan Pengalihan Penahanan Dikabulkan 

Tiga Orang Dokter di Riau Ditahan Jaksa, Permohonan Pengalihan Penahanan Dikabulkan

Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Rizky Armanda

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Masih ingat kejadian tiga orang dokter di Riau ditahan jaksa dan tiga ornag dokter gugat RSUD Arifin Achmad? kini permohonan pengalihan penahanan mereka dikabulkan.

Tiga orang dokter yang menjadi kini menjadi terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru itu akhirnya dialihkan penahanannya menjadi tahanan kota.

Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengabulkan permohonan pengalihan penahanan mereka pada Senin (25/2/2019) malam dalam agenda sidang lanjutan.

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Sawahlunto Merantau di Pekanbaru, Bekerja di BUMN, Berbisnis Make Up Artis

Baca: KISAH Cewek Cantik Berdarah Biru atau Bangsawan Asal Riau, Jualan Kue dan Roti

Baca: KISAH Cewek Cantik Jadi Wanita Angkatan Udara Asal Garut, Tugas di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru

Mereka pun diizinkan keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya, tempat mereka ditahan sebelumnya.

Ketiga orang dokter itu adalah dr Kuswan Ambar Pamungkas, dr Welli Zulfikar, dan drg Masrial.

Selain mereka, majelis hakim juga mengabulkan pengalihan penahanan terdakwa lain dalam perkara ini, yakni Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) Yuni Efrianti.

Sementara staf CV PMR Mukhlis, tetap ditahan karena tidak mengajukan permohonan pengalihan penahanan.

"Majelis hakim mengalihkan penahanan terdakwa menjadi tahanan kota. Tiga dokter, satu Direktur perusahaan itu," ujar Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru Yuriza Antoni, kepada Tribun, Selasa siang.

"Terhitung mulai tadi malam, penetapan kita terima, kemudian langsung kita buatkan berita acaranya, kita keluarkan (bebaskan)," lanjut dia lagi.

Ketiga dokter ini, memang telah mengajukan pengalihan penahanan kepada hakim sejak mereka menjalani sidang perdana, sekitar bulan Desember 2018 lalu.

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Jadi Duta Lingkungan, Belajar Membuat Pupuk Kompos dari Sampah

Baca: KISAH Cewek Cantik Tinggi Semampai Asal Duri Merantau di Pekanbaru, Kuliah dan Berbisnis Online

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Bahagiakan Orangtua, Jadi Guru Private Hingga Business Woman

"Hanya empat terdakwa dialilhkan (penahannya). Yang satu (Mukhlis) tidak, karena mungkin tidak mengajukan permohonan," ucap Yuriza.

Untuk tiga dokter, lanjut Yuriza, langsung mengurus pembebasannya dari Rutan Klas IIB Pekanbaru, Senin malam.

"Kalau tiga dokter malam tadi, sedangkan terdakwa Yuni, hari ini," jelasnya.

Untuk diketahui, tiga dokter dan dua terdakwa dari swasta ditahan oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru pada 26 November 2018 lalu.

Penahanan itu menimbulkan protes, terutama dari rekan-rekan terdakwa.

Puluhan dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Koordinator Wilayah Riau dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Riau, akhirnya melakukan aksi solidaritas ke kantor Kejari Pekanbaru.

Para dokter meminta agar penahanan ketiga tersangka ditangguhkan.

Permohonan disampaikan asosiasi dokter, termasuk Direktur RSUD Arifin Achmad Riau, dr Nuzelly Husnedi.

Alasannya, tenaga tiga dokter itu sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarat.

Baca: KISAH Cewek Cantik Berhijab Asal Pekanbaru, Suka Menulis Tentang Lingkungan dan Teroris

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Bertubuh Lansing, Geluti Modern Dance Sejak Usia Belia

Baca: KISAH Cewek Cantik Anak Semata Wayang Asal Pekanbaru, Miliki Tubuh Tinggi Semampai

Firdaus Azis selaku pengacara tiga dokter menyebutkan, ada jaminan orang agar penahanan ketiga terdakwa dialihkan.

Penasehat Hukum (PH) terdakwa tiga dokter, Firdaus Azis menyatakan, pihaknya sudah memberikan sebanyak 20 item penjamin.

Baik itu dari sejumlah organisasi kedokteran baik dari Pusat maupun Sumatera, beserta seluruh turunannya. Termasuk juga jaminan dari keluarga terdakwa.

"Kami menjamin persidangan tidak akan terganggu meski terdakwa berada di luar (tahanan). Justru yang terganggu itu adalah pelayanan terhadap masyarakat," sebut Firdaus saat ditemui usai sidang beberapa waktu lalu.

Lanjut dia, belum lagi tiga dokter yang terlibat dugaan perkara korupsi ini, merupakan dokter sub spesialis.

Misalnya saja dr Welly Zulfikar, yang merupakan satu-satunya dokter sub spesialis bedah kepala dan leher di Sumatera.

"Untuk itu kami berharap dipertimbangkan dari sisi kemanusiaan, kami berharap majelis hakim akan mengabulkan permohonan kami," ujarnya.

Tiga Orang Dokter yang Gugat BLUD RSUD Arifin Achmad Ditahan Jaksa, Ini Kronologisnya

Diberitakan sebelumnya, tiga orang dokter yang gugat Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad ditahan jaksa, ini kronologisnya.

Atas penahanan tiga orang dokter ini oleh jaksa, Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) Riau menyatakan penundaan pelayanan mulai Senin (26/11/2018) pukul 16.30 WIB sampai batas yang tak ditentukan.

Sebagaimana diketahui, tiga orang dokter BLUD RSUD Arifin Achmad, dr Kuswan A Pamungkas SpBP-RE, dr Weli Zulfikar SpB(K)KL dan Dr drg Masrial SpBM, dilaporkan oleh pihak rumah sakit itu dengan tuduhan praktik korupsi.

Sekretaris IKABI Riau, dr Andrea Valentino SpBS kepada Tribunpekanbaru.com mengatakan, pihaknya sudah menyepakati hal tersebut atas kesepakatan IKABI Riau.

Dijelaskannya, masyarakat harus mendapatkan penjelasan terkait kronologis ditahannya tiga orang dokter tersebut, agar tidak mendapatkan informasi yang salah.

Dijelaskannya, pada tahun 2012/2013 tiga orang dokter rekan sejawatnya yang ditahan polisi tersebut tidak bisa melakukan operasi pasien trauma maxilofacial, karena BLUD RSUD Arifin Achmad tidak memiliki alat habis pakai dan instrumens operasi untuk menyelenggarakan operasi tersebut.

"Management pada saat itu meminjam peralatan teman sejawatnya yang sedang dalam masalah hukum ini. Untuk dapat mengganti alat teman sejawat itu, maka management BLUD RSUD Arifin Achmad melakukan kerjasama dengan perusahaan lokal agar dapat dibayarkan. Masalahnya timbul pada saat ada pembayaran dan uang tersebut dilarikan oleh pegawai perusahaan yang sudah diberhentikan oleh perusahaan tersebut, sehingga pemilik perusahaan melaporkan ke polisi sudah terjadi penggelapan," jelasnya.

Disinilah penyidik di kepolisian mengaku, uang tersebut adalah uang untuk membayar alat operasi punya dokter dan polisi melakukan penyelidikan dan terus berlanjut ke penyidikan.

"Mereka disangkakan ada jual beli alat kesehatan sehingga persepsi mereka ada kerugian negara. Disinilah letak kriminalisasinya, kenapa para dokter yang menjadi tersangka sedangkan para pengambil kebijakan tidak disentuh sama sekali untuk diminta pertanggung jawabannya," jelasnya.

Dia menambahkan, ada upaya hukum diambil untuk melawan keadaan ini dengan praperadilan.

Dalam sidang praperadilan terungkap bahwa BPKP salah menentukan ada kerugian negara, dari saksi ahli juga menguatkan bahwa untuk pengadaan alat dan jasa harus melalui panitia pengadaan yang ada di institusi tersebut.

"Namun apa daya kekuatan eksternal pemangku jabatan lebih kuat, sehingga teman kita ini kalah di praperadilan. Diupayakan lagi lewat perdata dengan hasil tuntutan teman sejawat sebagian besar dikabulkan majelis hakim, dan terbukti dari fakta persidangan pihak BLUD RSUD Arifin Achmad dan perusahaan lokal melawan hukum dan wajib membayar Rp 460 juta dan mendenda apabila terjadi terlambatnya pembayaran," imbuhnya.

Adanya keputusan perdata ini banyak pihak yang merasa terancam dan kasus pidana dipercepat untuk P21.

Hari ini mereka dipaksa oleh kejaksaan untuk dengan niat baik membayar kerugian negara tersebut.

"Namun teman kita tersebut tetap dalam pendirian tidak membayar, karena apabila membayar uang tersebut berarti mereka sudah mengakui sudah melakukan perbuatan hukum tersebut, karena sikap tersebut maka mereka dilakukan penahanan sepertinya sebagai presure buat mereka untuk membayar," katanya.

"Nah inilah kronologis kriminalisasi terhadap saudara kita ini, dan ini jelas mereka dikriminalisasi dan dizholimi. Semoga kasus ini cepat selesai dan saudara kita terbebas dar jerat hukum ini. Mohon dukungan dan doa dari seluruh sejawat sekalian dalam perjuangan ini," ujarnya.

Sebelumnya, IKABI Riau menyatakan dukungan penuh kepada tiga orang dokter tersebut.

"Kita bersukur dengan hasil pengadilan perdata yang mengabulkan sebagian besar dari permintaan anggota kami yang disangkutkan melakukan pelanggaran berkaitan dengan Alkes saat bekerja di RSUD Arifin Ahmad, kami akan terus dukung dan bantu anggota kami agar terbebas dari segala tuduhan," kata Darmoen Prawira SpB selaku Ketua PABI Riau, yang didampingi dr Andrea Valentino SpBS, sekretaris IKABI Riau.

Tidak hanya itu, Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Pusat dr HN Nazar SpB SH MHKes juga menyatakan dukungannya untuk 3 dokter tersebut.

"Kami tidak boleh memilihak dengan tidak berdasar, artinya, kita meyakini berdiri pada kebenaran, kita tidak boleh sembarang memihak. Dalam hal ini, kami harus memberikan pembelaan kepada anggota kita yang terzalimi," imbuhnya.

Ketua IDI Riau, Zul Asdi mengatakan, pihaknya juga sangat menyayangkan hal tersebut, karena harusnya 3 dokter tersebut diberikan penghargaan karena telah menyediakan alat, bukan malah kemudian digugat.

"Mereka sudah bersedia meminjamkan alat, kemudian tidak dibayar lagi, tambah pula digugat, harusnya mereka diberikan penghargaan," ujarnya.

Kuasa Hukum 3 dokter tersebut, H Firdaus Ajis mengatakan, sampai saat ini sudah berjalan selama 11 bulan proses hukum yang dijalani 3 dokter, dan mereka sangat taat.

"Untuk melapor setiap Jumat, klien kami tidak pernah meminta dispensasi sehari pun, walau harus melapor setiap Jumat dalam 11 bulan ini," imbuhnya.

Karen itu, pihaknya meminta agar kliennya tidak ditahan, dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah. "Soal benar atau salah biarlah pengadilan nanti yang memutuskan," tuturnya.

Tiga Orang Dokter Gugat BLUD RSUD Airifn Achmad, Ini Putusan Sidangnya

Diberitakan sebelumnya, tiga orang dokter yang menjalankan profesinya di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad menggugat rumah sakit tersebut.

Selain menggugat BLUD RSUD Arifin Achmad, tiga orang dokter tersebut juga menggugat CV Prima Mustika Raya (PMR).

Gugatan tiga orang dokter itu terkait dirugikannya dokter tersebut dalam menjalankan profesinya.

Tiga orang dokter itu menggugat BLUD RSUD Arifin Achmad ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

BLUD RSUD Arifin Achmad selaku tergugat I dan CV Prima Mustika Raya (PMR) sebagai tergugat II.

Gugatan yang sudah dilayangkan beberapa waktu lalu sudah diputus PN Pekanbaru, melalui sidang yang dilaksanakan pada Rabu (14/11/2018) lalu.

Putusannya, PN Pekanbaru akhirnya mengabulkan gugatan perdata dari tiga penggugat yakni, dr Kuswan A Pamungkas SpBP-RE, dr Weli Zulfikar SpB(K)KL dan Dr drg Masrial SpBM.

Kuasa hukum para tergugat, Firdaus Azis SH MH kepada Tribunpekanbaru.com mengatakan, gugatan tersebut berawal dari persoalan pinjam meminjam atau utang piutang antara BLUD RSUD Arifin Achmad dengan tiga orang dokter.

"Pada tahun 2012-2013, pengadaan barang untuk alat kesehatan (alkes) di BLUD RSUD Arifin Achmad tidak ada. Padahal untuk menangani pasien, seperti operasi atau yang mengalami kecelakaan, dibutuhkan alkes tersebut, karena alkes yang dibutuhkan saat itu tidak ada di BLUD RSUD Arifin Achmad, maka dengan berbagai janji, dipakailah alkes milik dokter. Pemakaian ini sudah berlangsung bukan sekali dua kali, tapi sudah ratusan kali," jelas Firdaus.

Dikatakannya, awalnya ada dibayarkan oleh pihak BLUD RSUD Arifin Achmad, namun selanjutnya tidak pernah lagi dibayarkan, sehingga ditotalkan dari tiga orang dokter tersebut berjumlah Rp 460 juta sisa yang belum dibayarkan, ditambah lagi bunga selama tidak dibayarkan tersebut.

PN Pekanbaru memutuskan, pihak tergugat I diwajibkan membayar utang kepada pihak penggugat sebesar Rp 460 juta.

Kemudian tergugat diwajibkan membayar bunga kepada penggugat sebesar 18 persen per tahun, terhitung mulai diajukannya gugatan ke pengadilan hingga keluarnya putusan berkekuatan hukum tetap.

Selanjutnya, pihak tergugat I juga diwajibkan membayar dwangsom atau uang paksa sebesar Rp 1 juta per hari, jika terjadi keterlambatan pembayaran sejak ada putusan tetap.

Selain itu, juga menghukum tergugat untuk membayar biaya peradilan sebesar Rp 1.256.000.

"Semua gugatan pokok dari klien saya dikabulkan hakim. Hanya gugatan immateril sebesar Rp 150 miliar yang tidak dikabulkan hakim," jelas Firdaus.

Firdaus juga menjelaskan, dasar hakim mengabulkan gugatan tersebut adalah, perbuatan pinjam-meminjam antara dokter dan rumah sakit adalah perbuatan hukum yang sah.

Sementara, perbuatan BLUD RSUD Arifin Achmad dengan CV PMR yang mengadakan barang terhadap barang yang dimiliki oleh dokter, merupakan perbuatan melawan hukum.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Riau, Zul Asdi kepada Tribunpekanbaru.com mengatakan, pihaknya gembira akhirnya pihak PN Pekanbaru mengabulkan gugatan tiga orang dokter tersebut.

Dijelaskannya, 3 dokter tersebut dizalimi oleh sistem yang ada di BLUD RSUD Arifin Achmad tersebut, karena mereka sudah bersedia meminjamkan alat, tapi tidak dibayar, kemudian mereka pula yang menjadi korban dan dituntut secara hukum.

Dikatakannya, adanya pengadaan fiktif oleh kedua tergugat, yang menyatakan telah melakukan pembelian barang tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.

"Tiga dokter ini adalah dokter terbaik kita, dokter konsultan, mereka adalah korban sistem. Mereka meminta bantuan dokter agar mau pinjamkan alat, tapi kemudian dokter yang dituntut secara hukum, dituduh jual beli alat kesehatan, padahal dokter sudah pinjamkan alat, juga tidak dibayar. Harusnya mereka berterimakasih kepada dokter, dan beri penghargaan, tapi malah dituntut," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Umum RSUD Arifin Ahmad, Nuzelly Husnedy kepada Tribunpekanbaru.com mengatakan, dirinya belum mengetahui hasil putusan tersebut hingga saat ini.

"Saya belum lihat hasilnya bagaimana putusan tersebut, jadi belum bisa komentar banyak," jata Nuzelly kepada Tribun Sabtu sore.

Dia juga mengatakan, kalau pun ada perkembangan nantinya, itu sudah diserahkan kepada kuasa hukum pihaknya.

"Ini kan lembaga, institusi pemerintah, tentunya kita punya kuasa hukum yang menangani hal ini nanti," tuturnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved