Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ramadan

Pembuatan Itak Butuh Waktu 12 Jam, Penganan Khas Idul Fitri yang Melambangkan Gotong Royong

Jelang Idul Fitri, di keheningan Subuh terdengar hiruk pikuk memarut kelapa dari beberapa rumah penduduk di kampung pelosok di Rokan Hulu (Rohul).

Penulis: Donny Kusuma Putra | Editor: Nurul Qomariah
istimewa
Proses pembuatan itak secara bergotong royong di satu desa di Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rohul 

TRIBUNROHUL.COM , PASIRPANGARAIAN - Jelang Idul Fitri, di keheningan Subuh terdengar hiruk pikuk memarut kelapa dari beberapa rumah penduduk di kampung pelosok di Rokan Hulu (Rohul).

Suara parutan daging kelapa beradu dengan kukuran besi, bagai irama yang sahut menyahut.

Penghuni rumah yang baru selesai makan sahur bergantian mungukuo (memarut dalam dialek Melayu Rokan) kelapa.

Hasil parutan kelapa itu dijadikan santan pembuat makanan yang disebut Itak.

Tradisi membuat Itak sudah berlangsung turun temurun selama ratusan tahun.

Kepala Dinas Periwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Rohul, Drs Yusmar, Msi mengungkapkan, belum didapat referensi resmi kenapa makanan mirip dodol di Jawa dan galamai di Ranah Minang itu dinamakan Itak.

Konon kabarnya Itak berasal dari Litak bahasa Melayu Rokan yang berarti letih, capek, loyo.

Karena begitu sulit dan merepotkan saat membuat penganan khas ini, sehingga membuat orang yang memasak menjadi litak, letih, loyo.

Dulunya, Itak merupakan hidangan wajib setiap rumah di Rohul saat lebaran.

"Itak bukan sekadar penganan. Itak melambangkan sifat gotong royong dan toleransi antar penduduk," katanya.

Membuat Itak tidak gampang, perlu kerjasama. Mulai memarut kelapa, memeras santan, mengaduk kuali besar (kancah) yang memerlukan bantuan beberapa orang.

Api memasaknya pun harus dijaga, prosesnya bisa berlangsung selama 10 sampai 12 jam, dimulai sesudah sahur, selesainya baru mendekati waktu berbuka.

Yusmar menerangkan, pembuatan Itak digilir sesuai jadwal yang disepakati diantara tetangga. Kaum bapak kebagian tugas memasang tenda (dagau), memeras kelapa, membuat tungku, mengaduk dan membangkit.

Sedangkan ibu-ibu, bertugas memarut (mengukuo), menjaga api, dan memasukkan Itak ke dalam upieh (pelepah daun pinang).

Itak dibuat menggunakan tepung, gula pasir, gula merah, dan santan juga menjadi sajian khusus dalam acara-acara tertentu, tapi yang wajib ada itu saat Idul Fitri dan Idul Adha.

“Membuat Itak dilakukan secara gotong royong. Sebab, untuk membuat 5 kg Itak saja bisa memakan waktu 10 jam untuk mengaduknya di atas tungku besar,” terang Yusmar.

Mengacau Itak memerlukan pendayung dari besi atau memakai batang pinang yang di belah, atau sekarang menggunakan kayu.

Kemudian dikacau di ateh tumang (tungku) dari kayu kondung.

Setelah Itak masak, kaum ibu lalu membungkusnya dalam wadah bernama daun upieh dari pelepah daun pinang.

Sebagian juga dimasukkan ke dalam tempurung kelapa yang sudah dibersihkan untuk disimpan, atau wadah yang terbuat dari daun pandan.

Yusmar menerangkan, Itak yang disimpan dalam daun upieh atau dalam batok kelapa dan diproses dengan baik dan benar biasa disebut dengan guloman itu, akan awet dan tahan berbulan bulan, bahkan sampai Idul Adha.

Sangat disayangkan, saat ini tradisi membuat Itak tidak lagi seperti puluhan tahun lalu. Sekarang makanan itu hanya dibuat oleh segelintir penduduk saja. Sesuai perkembangan zaman, warga lebih memilih membuat makanan yang praktis atau dibeli di toko.

Sampai Tolak Pesanan

Parlindungan warga Sialang Jaya Kecamatan Rambah, merupakan satu diantara para pembuat Itak yang masih aktif hingga saat ini, menerima pesanan.

Menjelang Idul fitri ini menjadi berkah tersendiri baginya beserta keluarga. Banyak warga yang minta dibuatkan Itak kepadanya.

Bahkan, Parlindungan juga pernah menolak pesanan pembuatan Itak, karena sudah kebanyakan orderan.

"Biasanya seminggu menjelang lebaran sudah banyak orang yang mesan untuk dibuatkan, ini menjadi rezki bagi keluarganya," katanya.

Parlindungan menjelaskan, dia hanya menerima pembuatannya saja, sedangkan bahan dari si pemesan. Setiap cupaknya, ia menerima imbalan Rp100 ribu.

Menjelang lebaran, biasanya Parlindungan bisa mendapatkan Rp 1 juta sehari. Pengerjaannya ia lakukan bersama sang anak.

Pembuatan Itak ini memerlukan tenaga yang ekstra sehingga Itak yang dibuat bisa enak dan sesuai pesanan.

"Alhamdulillah menjelang lebaran ini biasanya banyak yang pesan untuk dibuatkan Itak. Semoga Ramadan ini menjadi berkah bagi kami," pungkas Parlindungan. (Tribunpekanbaru.com/donny kusuma putra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved