Kelulusan CPNS Dibatalkan karena Berkursi Roda, drg Romi Syofa Gugat Pemkab Solok Selatan
Seorang dokter gigi di Sumbar menggugat Pemkab Solok Selatan, karena menggagalkan kelulusannya pada CPNS hanya karena dia berkursi roda.
Penulis: rinaldi | Editor: rinaldi
tribunpekanbaru.com - Seorang dokter gigi difabel di Solok Selatan, Sumatea Barat, ditolak menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemkab Solok Selatan mempersoalkan kondisi jasmaninya yang berkursi roda, sehingga kemudian menganulir kelulusannya sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Surat kelulusan drg Romi Syofa Ismael sebagai CPNS dibatalkan secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok Selatan pada 18 Maret 2019 lalu. Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria, mencoret namanya dan dinyatakan tidak lulus pada formasi umum calon PNS 2018, untuk jabatan dokter gigi ahli pertama untuk penempatan di Puskemas Talunan, Solok Selatan.
Pembatalan ini terjadi hanya berselang tiga bulan setelah perempuan berkursi roda itu dinyatakan lulus seleksi tes CPNS, dan meraih predikat terbaik di antara peserta tes lainnya.
Dalam putusan itu, Bupati Solok Selatan berdalih, Romi Syofa Ismael dinyatakan telah mengundurkan diri dan/atau tidak memenuhi persyaratan tertentu, sehingga berkas yang sudah dilengkapi tidak dikirimkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan nomor induk kepegawaian.
Romi tentu tak terima keputusan tersebut. Dia melaporkan kasus yang dialaminya ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang kini bertindak sebagai kuasa hukumnya. Wendra Rona Putra, Direktur LBH Padang menilai, kliennya sebagai difabel telah diperlakukan diskriminatif.
Selain tidak pernah mengundurkan diri, drg Romi juga telah dinyatakan lulus seluruh tahapan seleksi dan uji kompetensi. Kliennya telah mengantungi surat dari tiga instansi berwenang yang menyatakan keterbatasan fisiknya tidak akan mengganggu tugasnya sebagai dokter gigi.
"Januari 2019, untuk dapat surat keterangan jasmani dan rohani yang disyaratkan melengkapi berkas, klien saya telah diminta menjalani tes apakah bisa menjalankan akivitas sebagai dokter gigi meski berkursi roda. Tes itu dilengkapi simulasi, dia diminta memperagakan proses pelayanan kepada pasien dan dia bisa," papar Wendra, Selasa (23/7) di Padang.
LBH mengatakan, upaya dialogis yang sudah dilakukan tidak membuahkan hasil, mereka pun berencana menggugat Bupati Solok Selatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan pelaporan pidana. "Kami sedang siapkan gugatan ke PTUN Padang terkait pembatalan SK itu. Kami juga lihat ada konteks diskriminasi yang kuat pada penyandang disabilitas," tambahnya.
"Kami berencana mempidanakan kasus ini merujuk pada UU Perlindungan Disabilitas No 8/2016. Ada pasal menghalang-halangi disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan," papar Wendra lagi.
Romi Syofa Ismail sendiri mengaku sangat kecewa. Ia berharap haknya bekerja sebagai PNS dikembalikan dan dipulihkan.
"Saya memang sedang sakit, pakai kursi roda, tapi saya tetap bisa bekerja profesional. Saya sudah mulai belajar jalan sedikit-sedikit dengan tongkat. Tolong kembalikan hak saya, saya minta mudahkan jalan saya," ujar Romi sambil meneteskan airmata di kantor LBH Padang.
Keterangan Romi bukan tanpa bukti, dia telah bekerja di Puskesmas Talunan sejak 2015 sebagai tenaga honorer dokter gigi. Dan tugas itu terus dijalani sampai dia terpaksa menggunakan kursi roda pada 2016 silam, pascaterserang paraplegia atau kelemahan di tungkai bawah usai melahirkan anak kedua. (rin/vva)
