Ini Postingan Dandhy Dwi Laksono Hingga Ditangkap Polisi, 'Soeharto dan ABRI Mirip Jokowi dan Polri'
Istri Dandhy, Irna Gustiawati mengatakan, penangkapan sutradara "Sexy Killers" itu disebabkan unggahannya di media sosial.
Sebab inilah dulu yang juga terjadi pada tentara ketika kekuasaannya sangat besar, dari urusan di desa, menghadapi buruh pabrik, komisaris perusahaan, jadi bupati/gubernur, hingga jatah kursi di DPR dalam sistem Dwifungsi ABRI.
Reformasi mengubah ini. Karena itu polisi bersikap keras pada mahasiswa di jalanan karena ini bukan tentang Jokowi dan DPR semata, ini juga tentang diri mereka.
Sebab, melihat video-video hari ini, satu hal yang jelas jika gerakan ini berkembang menjadi gelombang perubahan adalah ada kemungkinan besar terjadi perombak sistem, struktur, dan pendidikan di kepolisian. Inilah yang paling mereka khawatirkan.
Sebenarnya di draf awal Nawacita ada agensa reformasi kepolisian. Kapolri di bawah Mendagri. Kapolda/Kapolres di bawah Gubernur/Bupati. Hanya unit tertentu yang punya garis komando nasional. Selebihnya "Satpol PP". Toh KUHP-nya sama. Untuk apa garis komando jika hukum yang mau ditegakkan sudah sama.
Ada maling di Ambon, Padang, atau Sukabumi, pasal KUHP-nya sama. Polisi di daerah bisa melakukan tindakan penegakan hukum. Tak perlu perintah siapapun.
Jadi untuk apa polisi di daerah punya garis komando ke Jakarta. Bahkan kini Kapolri pun langsung berada di bawah presiden. Urusan apa? Terlalu berlebihan.
Tapi gagasan ini tiba-tiba hlang dari Nawacita. Sebaliknya, Jokowi dan polisi kini berada dalam satu garis yang sama menghadapi aspirasi masyarakat dan mahasiswa.
Persis seperti Soeharto dan militer di masanya. Dan dalam posisi ini, sejarah sudah punya halaman khusus untuk mereka. Termasuk bagaimana endingnya. ***