Pelalawan
Praktik Jual Beli Lahan di TNTN Pelalawan Riau, Bathin Arifin Diduga Jual Satu Hektare Rp 5 Juta
Satuan Reskrim Polres Pelalawan mengendus adanya praktik jual beli lahan di TNTN yang diduga dilakukan oleh Abdul Arifin juga.
Praktik Jual Beli Lahan di TNTN Pelalawan Riau, Bathin Arifin Diduga Jual Satu Hektare Rp 5 Juta
TRIBUNPELALAWAN.COM, PANGKALAN KERINCI - Setelah melimpahkan perkara perambahan lahan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dengan tersangka Abdul Arifin ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan dua hari lalu, polisi kembali mendalami perkara lain di TNTN.
Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Pelalawan mengendus adanya praktik jual beli lahan di TNTN yang diduga dilakukan oleh Abdul Arifin juga.
Pemangku adat bergelar Bathin Hitam Sei Medang Desa Bukit Kesuma Kecamatan Pangkalan Kuras itu menjual tanah milik negara tersebut kepada pembeli atau pemilik modal.
• Heboh Soal Pendidikan SD Mulan Jameela Cuma 3 Tahun, Humas DPR Beri Penjelasan Ini
Cukong yang membeli lahan membangun perkebunan kelapa sawit yang saat ini tumbuh subuh di TN Tesso Nilo.
"Setelah kasus perambahan kita limpahkan, sekarang fokus mendalami dugaan jual beli lahan TNTN yang dilakukan tersangka AA. Saat ini penyelidikan sedang berjalan," ungkap Kapolres Pelalawan, AKBP M Hasym Risahondua SIK melalui Kasat Reskrim AKP Teddy Ardian SIK, kepada tribunpelalawan.com, Rabu (6/11/2019).
Kasat Teddy menjelaskan, luasan lahan yang dijual oleh AA beragam mulai dari belasan hingga ratusan hektar kepada pemilik modal atau kerap disebut sebagai cukong.
Dari dokumen yang disita oleh penyidik polres, AA diduga menjual tanah TNTN seharga Rp 5 juta satu hektar.
Kebanyakan pembelinya berasal dari luar Pelalawan seperti pengusaha asal Pekanbaru dan dari daerah lain.
Seperti nama yang santer terdengar belakangan ini yakni mantan oknum jaksa terkenal Cysru Sinaga (CS) yang dikabarkan mempunyai 300 hektar di TNTN.
Penyidik berupaya membongkar nama-nama lain yang turut menguasai TNTN selain CS, agar bisa diproses secara hukum lantara menduduki lahan negara dan membuka kebun sawit.
Namun yang menyulitkan penegak hukum di lapangan, para cukong itu menggunakan masyarakat temapat sebagai tameng.
Warga lokal dipekerjakan untuk mengolah dan menjag kebun untuk menyamakan kepemilikannya.
• Seorang Ibu Masukkan Bayinya ke Mesin Cuci hingga Tewas: Niatnya Anak Itu Mau Saya Sembunyikan Dulu
Sebab tidak ada surat yang legal atas nama para pemilik modal tersebut, jadi dasar pemeriksaan.
"Yang sulit itu membuktikan ini lahan si A dan itu lahan si B atau si C, karena tak ada legalitasnya. Itu lahan ilegal. Itu yang sedang kita bongkar sekarang," tandas Teddy.
Diterangkannya, modus yang digunakan dalam praktik jual beli yang dilakoni Bathin Arifin dengan mengeluarkan surat hibah kepada pemodal atas nama kebathinan yang mengklaim lahan TNTN sebagai tanah ulayat.
Padahal surat hibah kebathinan yang diperuntukkan bagi anak kemenakan dan bukan kepada warga di luar Pelalawan. (Tribunpelalawan.com/Johannes Wowor Tanjung)