Memutus Rantai Konflik Satwa Liar dengan Manusia di Bumi Lancang Kuning
Tewasnya gajah berusia 25 tahun ini akibat infeksi kaki kiri yang sebelumnya terkena jerat pada tahun 2014 silam.
Penulis: Firmauli Sihaloho | Editor: M Iqbal
“Kami mengagumi gajah karena mereka menunjukkan apa yang kami anggap sebagai sifat manusia terbaik: empati, kesadaran diri, dan kecerdasan sosial. Tetapi cara kita memperlakukan mereka, menunjukkan bahwa perilaku manusia adalah yang paling buruk,”Graydon Carter, Jurnalis Asal Kanada.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Seekor gajah betina bernama Dita ditemukan tewas mengenaskan pada Oktober 2019 lalu di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Tewasnya gajah berusia 25 tahun ini akibat infeksi kaki kiri yang sebelumnya terkena jerat pada tahun 2014 silam.
Selama 5 tahun itu Dita kerap mendapat perawatan dan menanggung rasa sakit hingga akhirnya menyerah dan ditemukan tergeletak tak bernyawa di sekitar 100 meter dari kebun ubi warga.
Berdasarkan keterangan dokter BBKSDA Riau, Rini Deswita yang telah melakukan nekropsi atau bedah bangkai terhadap Gajah Dita, hasilnya tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik kepada Gajah Dita serta tanda-tanda keracunan.
"Tapi kita menemukan adanya infeksi yang sudah menyebar ke seluruh tubuh melalui telapak kaki depan sebelah kiri. Dari kegiatan nekropsi itu sehingga dapat disimpulkan Gajah Dita mati karena peradangan di seluruh tubuh disebabkan oleh infeksi,”jelas Rini.
Kasus kematian gajah betina itu menambah deretan panjang catatan konflik satwa dengan manusia. Belasan bahkan puluhan kasus serupa kerap terjadi setiap tahunnya di kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja.
Ironisnya, konflik ini terjadi akibat ulah manusia yang tak henti-hentinya mengeksplorasi hutan. Habitat mereka setiap tahunnya terus tergerus akibat perluasan lahan yang dialihfungsikan menjadi lahan pertanian.
Berdasarkan SK Menhut No 173 Tahun 1986 terdapat 18 ribu hektare penunjukan untuk wilayah SM Balai Raja, kemudian setelah ditetapkan, luasannya menjadi 15.343.95 hektare dengan SK Menhut No 3978 Tahun 2014.
Akan tetapi, hutan yang tersisa di SM Balai Raja saat ini hanya berkisar 200 hektare, atau dikenal dengan sebutan Hutan Talang, yang berada di kawasan SM Balai Raja dan konsesinya PT Chevron Pacific Indonesia.
Mirisnya lagi, hutan yang tersisa sedikit itu juga akan dibangun proyek Jalan Lingkar Duri. Akibatnya, kelompok gajah Balai Raja (gajah Seruni, Rimba, dan Getar) kerap keluar dari habitat aslinya.
• Gajah Liar Kerap Dijumpai Melintas di Pemukiman Warga Kampung Bunta, Bengkalis, Riau
• VIDEO EKSKLUSIF: Terowongan Pelintasan Gajah Liar di Tol Pekanbaru-Dumai
“Berdasarkan hasil pemantauan dan patroli, habitat di Balai Raja semakin hari terus mengalami penurunan. Hal tersebut dipicu dengan adanya sistem pengelolaan yang masih kurang jelas, munculnya pengakuan kepemilikan oleh masyarakat, dan diperparah dengan pembangunan jalan lingkar,” ujar Direktur Rimba Satwa Foundation (RSF), Zulhusni Syukri.
RSF yang mulai fokus mengawal keberadaan habitat Gajah dan kehidupan Harimau pada tahun 2016 ini amat prihatin terhadap konflik yang masih sering terjadi.
Jika tidak segera diatasi dan dibiarkan tanpa ada perubahan sistem dan program nyata, pihaknya meyakini bahwa habitat gajah Balai Raja akan segera punah menyusul kantong Gajah Mahato.
“Habitat yang semakin sempit, pakan yang semakin sedikit merupakan penyebab utama konflik satwa liar dan manusia. Diperparah dengan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap satwa yang berimbas kepada ketidakpedulian terhadap keseimbangan yang harusnya dijaga oleh manusia sebagai makhluk sosial,”tegas Zulhusni.
Oleh karena itu, Dia menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar menyadari sedikit kesalahan yang telah diperbuat. Terlebih sebagai manusia yang pada dasarnya memiliki banyak kelebihan baik dari penalaran, hingga kecerdasan intelektual, alangkah baiknya jika kita dapat saling percaya dan saling mendukung dalam upaya penyelamatan keseimbangan lingkungan.
“Bagi Pemerintah juga kami mengharapkan sudah saatnya berjalan bersama tanpa harus meninggikan ego kita, jika tujuan kita adalah sama. Maka mari beriringan untuk menjaga dan melestarikan yang masih ada,” tandas Dia.
• Rimba Satwa Foundation (RSF) Gelar Patroli Gajah & Conservation Goes to School
• FOTO: Pembangunan Underpass Perlintasan Gajah di Jalan Tol Pekanbaru - Dumai

Upaya & Asa RSF di Balai Raja
RSF melakukan berbagai upaya untuk menjaga habitat Gajah di Balai Raja. Satu diantaranya ialah Mitigasi Konflik dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar.
“Pada tahun 2018, kita sudah membentuk tim mitigasi konflik ini di 6 desa yang terdampak, yaitu warga yang terdiri dari 7 sampai 10 anggota yang mempunyai kebun dan sering konflik dengan gajah. Metodenya yakni dengan memberikan informasi dimana keberadaan gajah dan memberi informasi jika gajah menuju ke kebun masyarakat tersebut,”kata Zulhusni.
Setelah memberikan peringatan dini kepada masyarakat dari pantauan patroli, kata Dia melanjutkan masyarakat sudah bersiap di kebun mereka untuk melakukan penggiringan.
Adapun program yang masih berlangsung hingga sekarang itu awalnya sempat mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Mereka mengira bahwa yang melepaskan gajah di sana adalah RSF.
“Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan intensnya komunikasi yang kami bangun, lama kelamaan masyarakat bisa menerima keberadaan kami, meskipun sampai saat ini masih ada satu desa yang masih enggan menerima,”papar Dia kepada tribunpekanbaru.com, Sabtu (21/12/2019).

Disamping berguna bagi masyarakat, program Mitigasi Konflik ini juga diapresiasi berbagai pihak. Salah satunya ialah Zulhusni bersama RSF diganjar award dari Satu Indonesia (Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia) untuk bidang lingkungan wilayah provinsi Riau lewat program mitigasi konflik secara berturut-turut, pada tahun 2018 dan 2019.
Sementara untuk menjaga populasi Gajah, RSF mengenalkan program PLG Breeding atau pembangunan area untuk kandang breeding ( kawin) bagi gajah jinak yang ada di Pusat Latihan Gajah Sialang Rimbun dan PLG Minas.
“Tujuannya adalah agar tetap adanya kelahiran dan pertambahan populasi Gajah Sumatera, jika di alam liar habitat mereka semakin terancam setidaknya yang jinak masih bisa kita kembang biakkan,” terang Zulhusni.
Dijelaskannya, proses pembangunan PLG Breeding dimulai dari meminta izin kepada kepala BBKSDA Riau terlebih dahulu, pada 10 Desember 2019 dan memulai pengerjaannya pada 19 Desember 2019 lalu akan dilanjutkan di bulan Januari 2020 untuk PLG Minas.
“Program ini barangkali untuk gajah Balairaja tidak terlalu ada urgensinya, namun bagi pertambahan populasi kita berharap melalui program ini akan meningkatkan jumlah populasi Gajah Sumatera,”kata Dia.
Selain itu, guna meningkatkan kesadaran dan cinta terhadap alam beserta isinya, RSF memfasilitasi bagi masyarakat awam untuk melihat aktivitas gajah di alam liar yang didampingi oleh staff RSF.
Sedangkan untuk patroli, RSF tidak bisa menerima orang awam. Sebab, dibutuhkan ilmu dan pengetahuan tentang karakteristik dari satwa liar.
“Sejauh ini, sebelum team patroli turun, diberikan pelatihan peningkatan kapasitas dan ilmu lapangan terlebih dahulu,”lanjut Zulhusni.
Diceritakan Dia, RSF sudah sering kedatangan tamu-tamu mulai dalam hingga luar negeri
“Dan sejauh ini mereka memang sangat tertarik untuk melihat gajah liar secara langsung. Semoga saja melalui kampanye seperti ini bisa menimbulkan rasa kecintaan masyarakat terhadap gajah makin meningkat,”harapnya.
Adapun alamat kantor RSF berada di Jalan Kayangan Tengah Nomor 9B, Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Duri, Bengkalis.
RSF merupakan wadah bagi mereka yang memiliki ambisi kuat dan percaya bahwa nasih ada orang yang peduli terhadap gajah, dan kehidupan Harimau sebagai satwa dilindungi. Main power dari pada RSF adalah bekerja dan berdedikasi untuk Bumi Pertiwi. (firmaulisihaloho)