Kisah Warga Miskin di Siak, Tempati Rumah Terpal dan Makan Malam dengan Ubi Rebus
Warga miskin di Siak tak memiliki tempat tinggal yang layak. Keluarga ini pun sering tak makan nasi.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: ihsan
Sedangkan anaknya yang paling kecil Arjuna Chandra (5). "Biaya tidak ada bagaimana mau nak dimasukkan ke TK," kata dia.
Di dalam rumah itu, tidak semua anaknya yang dapat tidur di atas kasur bekas yang ada di dalam satu-satunya kamar. Ibrahim dan Arjuna hanya tidur di lantai yang beralaskan tikar tipis.
Tapi mereka sekeluarga tampak tidak mengeluh dengan keadaan itu. Justru Asmarani saat ini sedang hami empat bulan.
"Kalau hujan tiba, tempiasnya masuk ke dalam. Ya sabar saja, ikhlas. Kami tetap mesra aja kok di sini," kata Amir lagi.
Amir tidak mempunyai pekerjaan tetap. Ia merasa beruntung bila ada warga mempekerjakannya. Ia mau saja melakukan pekerjaan berat seperti memangkas semak di dalam kebun, memanen sawit atau apa saja yang dapat menghasilkan.
"Kadang saya dapat upah Rp 60 ribu atau Rp 70 ribu satu hari. Hasil ini cukuplah untuk membeli beras," kata dia.
Untuk membantu kebutuhan rumah tangga, kadang Asmarani pergi mencari kaleng bekas. Cinta, anak perempuannya menuntun Asmarani dan kadang-kadang ikut memanggul karung yang berisi botol minuman bekas.
"Saat hamil ini jarang keluar rumah. Kalau tidak terlalu capek kadang pergi mungut sampah karah-karah itu," ujar Asmarani.
Asmarani berkisah, ia sudah 12 tahun menjalani hidup tinggal dari pondok ke pondok. Hidup di bawah kemiskinan itu tidak asing lagi baginya. Ketiadaan telah menjadi pengisi hari-harinya.
"Sering sekali kami merebus pisang muda untuk makan bersama anak-anak. Kami sering tak punya beras," kata Asmarani sambil menangis.
Kadang, kata dia, hanya ada sepotong ubi kayu dikasih orang. Ubi kayu itulah yang direbusnya untuk mengisi perut anak-anaknya.
"Kami makan malam bersama dengan ubi rebus. Kami tetap bersyukur karena masih diberi ubi oleh Tuhan," kata dia.
Anak-anaknya juga tidak mengeluh masalah kebutuhan makan. Jika ada beras, kadang lauk yang tak punya. Akhirnya anak-anaknya makan nasi dicampur kecap saja. "Nasi dicampur garam juga pernah. Itu sudah biasa bagi kami," kata dia.
Selain berjuang hidup dengan keras, keluarga ini juga ditopang uluran tangan warga kampung. Sedangkan bantuan resmi pemerintah belum hadir ke keluarga ini.
Upayakan Bantuan Zakat
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/keluarga-miskin-di-siak.jpg)