Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Usai Caplok Kawasan Milik 6 Negara Asia, China Mulai Klaim Laut Natuna, Indonesia-China Memanas!

Klaim China atas laut China Selatan berdasar pada garis demarkasi yang disebut sebagai sebut sebagai "eleven-dash line" dibuat oleh Kuomintang.

BBC/UNCLOS/GOOGLE MAP
Usai Caplok Kawasan Milik 6 Negara Asia, China Mulai Klaim Laut Natuna, Indonesia-China Memanas! 

Klaim China atas laut China Selatan berdasar pada garis demarkasi yang disebut sebagai sebut sebagai "eleven-dash line" dibuat oleh pemerintahan Kuomintang, pimpinan partai komunis.

TRIBUNPEKANBARU.COM - Usai mencaplok kawasan perairan 6 negara, Filipina, Brunei Darussalam, Taiwan, Vietnam dan Malaysia, China kini mulai menglaim wilayah perairan Natuna di Kepulauan Riau.

Klaim tersebut diungkapkan langsung oleh Menteri Luar Negri China saat membantah Indonesia yang menyatakan kapal-kapal China telah memasuki wilayah perairan Natuna-ndonesia.

Menurut China, kapal-kapal China dan kapal nelayan mereka menangkap ikan di tempat yang sudah biasa dikunjungi nelayan-nelayannya.

Kemenlu Indonesia pun menegaskan bahwa ZEE Indonesia ditetapkan berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan sebagai salah satu pihak UNCLOS, China harus dapat menghormatinya.

Namun kapal-kapal penjaga pantai China didapati mengawal kapal-kapal nelayan dalam mencari ikan di wilayah perairan yang disebut pemerintah masuk dalam teritori Indonesia.

Lantas, apa yang membuat China begitu bernafsu menguasai Laut China Selatan dan berani mencaploknya dari negara-negara tetangganya?

Dikutip dari Kompas.com , menurut data dari pemerintah AS, Laut China Selatan memiliki potensi ekonomi yang sangat luar biasa.

Laut ini merupakan lalu lintas perdagangan internasional yang bernilai tak kurang dari 5,3 triliun dolar AS setiap tahunnya.

Selain itu, menurut data Badan Informasi Energi AS, di kawasan ini tersimpan cadangan minyak bumi sebesar 11 miliar barel serta gas alam hingga 190 triliun kaki kubik.

Tak hanya itu, 90 persen lalu lintas pengangkutan minyak bumi dari Timur Tengah menuju Asia pada 2035 akan melintasi perairan tersebut. 

Usilnya China terhadap sejumlah negara tetangga tentunya bakal menimbulkan potensi keamanan di Asia.

Amerika Serikat (AS) sepertinya bakal mendapat gangguan untuk mempertahankan hegemoninya sebagai 'Polisi Dunia.'

Hal tersebut tak lain karena AS mulai terusik atas Tiongkok yang mulai grasak-grusuk di Laut Cina Selatan (LCS).

Seperti diketahui, Tiongkok dengan berlandaskan peta jadul abad Dinasti Ming mengklaim seluruh wilayah LCS.

Padahal Mahkamah Internasional di Den Haag jelas-jelas menolak klaim Tiongkok, Juli 2016.

 Melansir SCMP pada 23 November 2018, AU Pasifik AS merespon akan klaim Tiongkok di LCS.

Mereka mengerahkan dua pembom Nuclear Capable B-52 Stratofortress yang berpangkalan di Lanud Andersen, Guam, untuk berpatroli di langit LCS.

Dalam pernyataannya, AU Pasifik AS mengungkapkan, B-52 yang mereka terbangkan masih menaati hukum internasional.

Selain itu, misi penerbangan B-52 juga sudah ada sejak Maret 2004.
USS Ronald Reagen, kekuatan utama Armada Ketujuh AS di Pasifik.
USS Ronald Reagen, kekuatan utama Armada Ketujuh AS di Pasifik. (US Navy)
 
Walau tak melakukan tindakan apa-apa, Tiongkok menilai misi penerbangan itu semakin intens dan membuat mereka was-was.

Tiongkok menyebut terbangnya pembom nuklir AS ialah tindakan provokatif yang bisa memicu kekerasan bersenjata.

Sebelumnya pada bulan September 2018, kapal perang US Navy nyaris bertabrakan dengan kapal AL Tiongkok di dekat pulau terumbu karang LCS.

Untung tidak ada pelor ataupun rudal yang meluncur setelah insiden antar dua kapal perang itu.

(*)

Sumber: GridHot.id
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved