Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Banjir di Pelalawan

Ilegal Logging di Taman Nasional Tesso Nilo hingga Banjir di Desa Lubuk Kembang Bunga Pelalawan

Awalnya kami dengar mesin cinsaw, selama dua minggu. Ketika didengar, suara mesin seperti suara mengolah kayu. Ketika dipastikan ternyata suara nebang

Penulis: Nolpitos Hendri | Editor: Nolpitos Hendri
Tribun Pekanbaru/Nolpitos Hendri
Ilegal Logging di Taman Nasional Tesso Nilo hingga Banjir di Desa Lubuk Kembang Bunga Pelalawan 

"Berdasarkan Citra Satelit Landsat 2002-April 2011 dan Citra Satelit SPOT 2009, luas perambahan mencapai 86.238,39 hektar dari total luas Kawasan Tesso Nilo 167.618,00 hektar atau sekitar 51,45 persen kawasan Tesso Nilo telah dirambah. Data terakhir saat ini areal yang tersisa mencapai 19 ribu hingga 20 ribu hektar saja. Sejak dua tahun terakhir ini cenderung stagnan dan cenderung terhenti, dan untuk mengatasi permasalahan tersebut saat ini dilakukan revitalisasi Tesso Nilo yang melibatkan semua pihak . Progres yang dilakukan sudah ada pendataan terhadap masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar. Ada satu desa yang sudah didata dan hampir selesai. Dari 12 Desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan pendataan sudah mencapai 40 persen dari luasan seluruh desa tersebut," papar Taufik.

Taufiq menyebutkan, saat ini Balai TNTN masih menunggu kelanjutan dari kebijakan yang dikeluarkan menteri dan presiden dalam upaya mengatasi perambahan yang terjadi.

"Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan diyakini sebagai solusi yang mampu memperlambat laju perambahan," ujar Taufik.

Kepala Desa Lubuk Kembang Bunga, Rozi C Slamet kepada Tribunpekanbaru.com menyebutkan, Lubuk Kembang Bunga sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Pernah mendapat bantuan Sekokah Dasar Inpres. Luas desa 115 ribu hektar.

"Luas desa itu terdiri dari, konsesi PT RAPP 18 ribu hektar dan masuk ke dalam masuk TNTN seluas 3.900 hektar. Konsesi Arara Abadi, TNTN, kebun sawit Musi Mas, kebun sawit Indo Sawit, Kebun KKPA dan perusahaan sawit lainnya. Ekonomi masyarakat 20 persen menengah ke bawah," ungkap Rozi.

Menurut Rozi, dari awal TNTN didukung masyarakat, kalau tidak didukung tidak akan ada TNTN. Ini menunjukkan warga mendukung TNTN. Warga yakin bahwa hutan itu perlu bagi kehidupan, terutama oksigen dan ekosistem.

"Setahu saya, luas TNTN tahun 2004 atau awal berdirinya 38 ribu hektar dan tahun 2009 dilakukan perluasan menjadi 81 ribu hektar. Saat ini tersisa 20 ribu hektar lebih. Itu diharapkan tidak terbakar lagi. Masyarakat mendukung untuk pengamanan dengan dibentuknya patroli warga," jelas Rozi.

Mengenai ekowisata dan angrowisata, Rozi juga sangat mendukung. Begitu juga rencana relokasi warga dari Dusun Toro Jaya dan Kuala Renangan yang masuk kawasan TNTN sekitar 3.000 kepala keluarga atau sekitar 6.000 jiwa.

"Relokasi kami dukung. Masyarakat tidak tahu itu hutan lindung karena mereka membeli dari orang yang menipu mereka yang mengaku sebagai bathin. Kalau masyarakat dipenjarakan, saya tidak mau, tapi kalau memenjarakan orang yang menjual ke masyarakat saya mendukung. Walaupun begitu, saya apabila pemerintah mengakomodir permintaan masyarakat ," tutur Rozi.

Tapi, kata Rozi, rokasi rencana relokasi adalah bekas HPH Siak Raya Timber dan Hutan Sola Lestari, nqmun kini sudah menjadi kebun sawit sampai 70 persen. Tapi kalau pemerintah berbuat, semua pastinya bisa.

"Yang penting, masyarakat selamat, TNTN selamat. Kalau tidak selamat masyarakat, saya yang pertama menentang relokasi. Khusus Dusun Toro yang masuk TNTN, tanah itu diduga dijual orang yang mengaku bathin hitam sungai muda dari suku melayu. Orang itu sudah pernah dipenjarakan, setelah keluar penjara dilakukan lagi. Sampailah sekarang menjadi luas tanah yang dikuasai masyarakat sekitar 35 ribu hektar di Toro Jaya dan Kuala Renangan," papar Rozi.

Hanya saja, tambah Rozi, milik masyarakat paling banyak 5 hektar. Namun ada yang punya sampai 100 hektar namun tidak ditinggal disana. Warga sebanyak 2.000 kepala keluarga pada umumnya pekerja dan ada juga yang tidak punya lahan.

"Sampai sekarang tidak satupun bangunan pemerintah di dusun Toro Jaya karena masuk lahan TNTN," ujar Rozi.

Kepala Duus Toro Jaya, Suryadi kepada Tribunpekanbaru.com mengaku, ia meninggalkan kampungnya di medan dan menjual semuanya untuk pergi ke Toro.

"Saya tinggalkan kampung untuk beli lahan di Toro Jaya. Saya beli lahan sudah jadi dari orang bernama Edi. Saya tidak tahu itu lahan TNTN," ungkap Suryadi.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved