Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Riau

Sidang PK Suparman Mantan Bupati Rohul Selesai, Hakim PN Pekanbaru Kirim Berkas Ke Mahkamah Agung

Sidang terakhir yang dilaksanakan pada Rabu itu, agendanya adalah penandatanganan berita acara (BA) sidang PK.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
Internet
Ilustrasi 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sidang lanjutan gugatan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Suparman, mantan Bupati Rohul, terpidana kasus suap pengesahaan RAPBDP Riau 2014 dan RAPBD Riau 2015, selesai digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Sidang terakhir yang dilaksanakan pada Rabu (22/4/2020) itu, agendanya adalah penandatanganan berita acara (BA) sidang PK.

Dengan begitu, sidang PK ini selesai dilaksanakan. Majelis hakim pun akan mengirimkan berkas BA ke Mahkamah Agung (MA).

Sidang PK dipimpin oleh majelis hakim Mahyudin SH didampingi hakim Anggota Sahrudi SH dan Hendri SH MH.

Sebelumnya, majelis hakim sudah dua kali memberikan kesempatan kepada pihak Suparman untuk menghadirkan saksi ahli. Namun saksi ahli tidak kunjung hadir ke persidangan.

"Dengan sudah ditandatanganinya berita acara, maka sidang PK ini sudah selesai. Selanjutnya, kami akan mengirimkan berkasnya ke Mahkamah Agung (MA)," kata Hakim Ketua.

Terpisah, Kuasa Hukum Suparman, Eva Nora SH MH menuturkan, ketidakhadiran saksi ahli dalam persidangan, lantaran terkendala penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19 di DKI Jakarta.

Saksi ahli tidak bisa meninggalkan Jakarta untuk berangkat ke Pekanbaru.

"Sehingga saksi ahli tidak bisa hadir untuk memberikan keterangan ke persidangan," paparnya.

Untuk diketahui, Suparman kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara suap pengesahaan RAPBDP Provinsi Riau 2014 dan RAPBD Provinsi Riau tahun 2015 yang menjeratnya.

PK diajukan terpidana Suparman ke MA, melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Adapun dasar diajukannya PK untuk kedua kalinya ini, yakni karena pihaknya menilai adanya kekeliruan dalam putusan sebelumnya.

"Menurut kita ya, adanya kekhilafan hakim kasasi memutus di tingkat kasasi," jelas Eva, selaku Kuasa Hukum Suparman, beberapa waktu lalu.

Lanjut dia, dalam PK kali ini, tidak ada pengajuan novum atau bukti baru.

Disinggung soal PK sebelumnya yang juga pernah diajukan pada tahun 2018, Eva memaparkan untuk dasar pengajuaannya sama, yakni adanya kekhilafan hakim.

"Tetap pada keputusan hakim yang kita anggap ada kekhilafan, tapi alasannya berbeda," ucap Eva.

Dia menambahkan, PK kali ini adalah kesempatan terakhir, terkait pengajuan upaya hukum luar biasa atas perkara tersebut.

"Mudah-mudahan dipertimbangkan oleh Hakim Agung, terhadap apa yang kita sampaikan dalam memori PK. Intinya kita menganggap bahwa putusan kasasi itu adalah sangat tidak berkeadilan. Putusan di Pengadilan Negerinya kan bebas," harapnya.

Adapun mekanismenya kata Eva, memori PK diajukan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, untuk selanjutnya diteruskan ke Mahkamah Agung.

Pada Maret 2018 silam, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Riau itu juga pernah mengajukan PK atas vonis MA.

Saat itu Suparman menilai ada kekeliruan hakim dalam putusan tersebut dan meminta MA meringankan hukumannya.

Dalam putusan kasasinya, MA menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara, denda Rp200 juta atau subsider 6 bulan kurungan terhadap Suparman. Hak politik Suparman juga dicabut selama 5 tahun.

Suparman tidak sendiri, hukuman yang sama juga dijatuhkan kepada mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau, Johar Firdaus. Hak politik Johar juga dicabut selama 5 tahun.

MA menjerat Suparman dan Johar dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keduanya juga dijerat UU Nomor 8 Tahun 1981, UU Nomor 48 Tahun 2009 dan UU Nomor 14 tahun 1985 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 5 Tahun 2004, dan perubahan kedua, dengan UU Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan undang-undangan lainnya bersangkutan.

Hukuman yang diterima Suparman dan Johar mementahkan hukuman sebelumnya. Dimana, di tingkat pengadilan pertama Suparman divonis bebas majelis hakim karena tidak terbukti bersalah sedangkan Johar divonis 5,5 tahun, denda Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Vonis itu dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru yang diketuai Rinaldi Triandiko, dibantu hakim anggota Editerial dan Hendrik pada 23 Februari 2017 silam. Tidak terima JPU mengajukan kasasi atas Suparman dan banding untuk Johar.

Suparman dan Johar Firdaus didakwa menerima uang suap dan janji atas pembahasan APBD. Johar menerima uang Rp155 juta dan janji pinjam pakai mobil dinas sedangkan Suparman menerima janji pinjam pakai mobil dinas.

Tindakan itu dilakukan kedua terdakwa bersama Ahmad Kirjauhari dan mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Dalam kasus ini, Kirjauhari sudah divonis 4 tahun penjara. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved