Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Abraham Samad Heran: Lain Gatal Lain Digaruk

Menurut Abraham Samad, putusan MA yang membatalkan kenaikan BPJS adalah putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap (incraht)

KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, di Balai Sidang UI Depok, Jumat (12/11/2016). 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Riuh berita kenaikan iuran BPJS Kesehatan akhir-akhir ini mendapat sorotan.

Berbagai pihak sangat menyanyangkan langkah pemerintah tersebut.

Sebab, kenaikan dilakukan di saat pandemi Covid-19.

Kali ini, kritisi datang dari Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abrahan Samad.

Kritikan atau serangan Abraham Samad terhadap kebijakan pemerintah, baik yang disampaikan Presiden Jokowi maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani, disampaikan Samad melalui akun twitter.

Dalam catatan Wartakotalive.com, sejak 16 Mei sampai 17 Mei (2 hari), Abraham Samad setidaknya mencuit sebanyak 10 kali.

Isi cuitan Samad di twitter itu hampir seluruhnya menggugat cara pemerintah mengatasi masalah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

Cuitan Abraham Samad itu diakhiri dengan tanda *ABAM* yang artinya ditulis oleh Samad.

Cuitan pertama muncul 16 Mei 2020 yang mengomentari berita di Kompas.com dengan judul "Drama Iuran BPJS Kesehatan: Naik, Dibatalkan MA, Lalu Dinaikkan Lagi".

Menurut Abraham Samad, putusan MA yang membatalkan kenaikan BPJS adalah putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap (incraht) yang kekuatannya sama dengan undang-undang.

Tugas pemerintah (Presiden Jokowi) adalah menjalankan putusan atau UU tersebut, bukan melawannya dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 64 tahun 2020 yang kembali menaikkan iuran BPJS.   

"Sama sj dgn melawan hukum," ujar Abraham Samad.

@AbrSamad: 16 Mei: Dalam doktrin ilmu hukum, putusan pengadilan yg brkuatan hkum tetap (incraht), kekuatannya sama dgn UU.

Jd mestinya putusan itu yg dijlankan, bkn dgn menerbitkan perpres baru (perpres 64/2020). Sama sj dgn melawan hukum. *ABAM* 

Cuitan lainnya adalah sebagai berikut:

@AbrSamad 16 Mei: Putusan (MA) adlah hukum. Tugas pemerintah mnjalankan hukum, bukan melawannya. *ABAM*

@AbrSamad 16 Mei: Jgn berikan pendidikan hukum yg buruk kpd msyarkat dgn membangkang trhdp putusan pengadilan (MA). *ABAM*

@AbrSamad 16 Mei: Apalagi perpres itu trbit ditengah situasi pandemi covid 19 yg mnyengsrakan rkyat. Mestinya praturan yg dbuat peka trhdp situasi kebatinan rakyat, menolong/membantu mringankan beban rakyat, bkn menambahnya. *ABAM*

Menurut Samad, jika pemerintah ingin menutupi defisit APBD, maka bisa ditempuh dengan cara lain yang tidak merugikan rakyat, seperti menaikkan investasi asing. 

@AbrSamad: Jika alsan menaikan iuran krn defisit APBN, msh bnyk pilihan mnutupinya, misalnya dgn menaikan pajak investasi asing yg slama ini jg tdk jelas dinikmati siapa, bkn dgn membrikan beban ke rakyat (menaikan iuran). *ABAM*

Abraham Samad juga langsung mengomentari pernyataan Presiden Jokowi yang mengeluh dan mengatakan bahwa BPJS salah kelola. 

Tetapi, kata Abraham Samad, kebijakan Presiden Jokowi justru tidak terkait dengan keluhannya tersebut.   

@AbrSamad 12j: Salah kelola tp direksinya dipertahankan? (emoticon pria menepuk jidat/wajah berpikir).

Bukan itu saja, Samad juga menyerang kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga bicara soal salah kelola BPJS.

@AbrSamad 7j: Narasi "salah kelola" sejak kapan? Punggung tangan dengan jari telunjuk mengarah ke bawahdan sejak itu actionnya cuma bs menaikkan iuran?

Jelas ini bkn solusi. Solusi ini membawa kt keluar dari mslah, bkn menimbulkan msalah baru. *ABAM*

@AbrSamad 7j: Urusan BPJS, kalau fraudnya tdk dibereskan, ibarat menimba air dgn gayung yg bocor disana sini. Fraud itu biang masalahnya. *ABAM*

Abraham Samad mengibaratkan kebijakan Presiden Jokowi itu seperti orang lain yang merasakan gatal, tetapi yang digaruk di tempat lain.  

"Lain gatal lain digaruk," katanya.

@AbrSamad 6j: Indikasi fraud sesuai audit BPKP, tp actionnya menaikkan iuran. Lain gatal lain digaruk. *ABAM*

@AbrSamad 5j: Selain fraud, problem klasik di BUMN kt selama bertahun2 adlah "penempatan org". Kebanyakan "wrong man in the right place", atau "right man in the wrong place", sedikit yg "right man in the right place". *ABAM*

Wartakotalive.com belum bisa menghubungi langsung Abraham Samad, sehingga berita di atas baru bersumber dari cuitan yang bersangkutan di akun twitter yang bersangkutan.

Drama Iuran BPJS

Sementara itu, Kompas.com memberitakan, di tengah pandemi wabah virus corona (Covid-19), pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Padahal, sebelumnya dalam putusan pada 31 Maret 2020, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan kenaikan iuran yang dibuat pemerintah pada 2019.

Kebijakan kenaikan iuran baru ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) lalu.

Kenaikan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Dalam Pasal 34 Perpres yang ditandatangani pada 5 Mei 2020 itu disebutkan tarif BPJS Kesehatan 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 150.000 per bulan.

Iuran peserta kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan.

Ketentuan ini berlaku mulai 1 Juli 2020 ( iuran BPJS 2020). Sementara iuran peserta kelas III segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) jadi Rp 42.000 per bulan.

Namun, di dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 Perpres Nomor 64 Tahun 2020 disebutkan, peserta hanya cukup membayarkan iuran sebesar Rp 25.500 saja karena sisanya sebesar Rp 16.500 disubsidi oleh pemerintah pusat.

Sedangkan untuk tahun 2021, iuran peserta mandiri kelas III menjadi Rp 35.000 dan selisih sisanya sebesar Rp 7.000 dibayarkan oleh pemerintah.

Pada 2020, para peserta JKN-KIS kelas III tetap membayar iuran Rp 25.500 per bulan, sama seperti semula.

Kekurangan iuran Rp 16.500 ditanggung pemerintah pusat sebagai bantuan kepada peserta PBPU dan BP.

Naik lalu dibatalkan MA

Pada Oktober 2019 lalu, pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Tarif baru ini berlaku pada 1 Januari 2020. Dalam Perpres tersebut, ada kenaikan untuk peserta mandiri untuk semua kelas.

Kelas I mengalami kenaikan menjadi Rp 160.000 dari sebelumnya Rp 80.000, lalu kelas II naik menjadi Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000, dan kelas III menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500.

Kendati demikian, kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini tak berlangsung lama.

MA membatalkan kenaikan tarif setelah lembaga peradilan tertinggi ini mengabulkan judicial review Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam putusannya ( BPJS batal naik), MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Judicial review ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang selama ini sangat bergantung pada BPJS Kesehatan.

Demi selamatkan defisit BPJS Kesehatan Dikutip dari Antara, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang salah satu ketentuannya mengatur mengenai besaran iuran akan membuat pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak defisit pada tahun 2020.

"Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in dan cash out," kata Fachmi.

Fachmi menerangkan, BPJS Kesehatan menanggung tunggakan klaim ke rumah sakit untuk tahun anggaran 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar Rp 15,5 triliun.

Fachmi menjelaskan, kewajiban pembayaran klaim tersebut perlahan-lahan telah dilunasi oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga tinggal menyisakan utang yang jatuh tempo sebesar Rp 4,8 triliun.

Dengan adanya subsidi pemerintah kepada peserta mandiri kelas III yang dibayarkan di muka kepada BPJS Kesehatan sebesar RP 3,1 triliun, utang jatuh tempo tersebut bisa segera diselesaikan.

DIrut BPJS Kesehatan menerangkan, apabila pemerintah tidak menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang memperbaiki struktur iuran peserta, dikhawatirkan bisa terjadi defisit keuangan pada BPJS Kesehatan yang akan berdampak pada keberlanjutan program JKN-KIS.

"Kalau tidak diperbaiki struktur iuran sebagaimana keputusan seperti sekarang, itu akan terjadi potensi defisit. Dan tentu kita tidak ingin program ini tidak berkelanjutan," kata Fachmi.

(*)

Artikel ini sudah tayang di Warta Kota dengan judul : MANTAN Ketua KPK Abrahan Samad Serang Kebijakan Presiden Jokowi Naikkan BPJS:Lain Gatal Lain Digaruk

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved