Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Mutiara Ramadhan

Ratap Tangis Masjid Sebab Corona Saat Ramadhan, Kisah Realita dari Tanah Suci Madinah Al Munawwarah

Tak seperti biasanya, sholat jumat yang berlangsung di Masjid Nabawi, masjid Madinah saat itu sepi jama’ah, karena secara resmi masjid ditutup

Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Nolpitos Hendri

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Mutiara Ramadhan kali ini akan membahas tentang ratap tangis masjid sebab corona dan akan mengulas tentang kisah realita dari tanah suci Madinah Munawwarah.

Mutiara Ramadhan kali akan disampaikan Ustadz Dr Nurhadi.

Berikut uraian Mutiara Ramadhan :

Tak seperti biasanya, sholat jumat yang berlangsung di Masjid Nabawi, masjid Madinah saat itu sepi jama’ah, karena secara resmi masjid ditutup untuk umum.

Syekh Ahmed Talib tiba-tiba menangis pilu tersedu-sedu sampai meratap ketika sedang menjadi imam sholat untuk kalangan terbatas saat itu.

Sementara itu, masyarakat sekitar dilarang memasuki area masjid Nabawi.

Hal ini dikarenakan pemerintah Arab Saudi menutup sementara Masjid Nabawi, demi mencegah penyebaran pandemi virus Corona (COVID-19).

Para jama’ah untuk sementara tidak bisa masuk ke dalam lingkungan masjid tersebut.

Gerbang Masjid Nabawi ditutup untuk mencegah jama’ah masuk sesuai informasi baru yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, yang hanya mengizinkan sedikit orang untuk memasuki Kompleks Masjid tersebut.

Alkisah beredar video seorang muazin di Kuwait sampai menahan tangis saat mengumandangkan azan.

Peristiwa itu terjadi seusai pelaksanaan sholat Jum’at dibatalkan karena pandemi virus corona.

Video muazin yang menahan tangis tersebut viral di media sosial.

Salah satunya dibagikan oleh akun Twitter resmi AJ Arabic.

Sementara dalam video itu terdengar muazin mengganti lafaz “hayya alashshalah” yang bermakna “mari Kita Salat” dengan kalimat “Ashsholatu fii buyutikum” atau “salatlah di rumah masing-masing”.

Dari rekaman yang beredar, terdengar suara muazin yang lantang, seketika berubah menjadi parau (menangis meratap) ketika melafalkan azan di bagian akhir.

Ia disebut-sebut tengah menahan tangis.

Muadzin di Kuwait ini tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya ketika melantunkan bagian terakhir adzan yang ditambahi anjuran untuk melaksanakan sholat di rumah masing-masing.

Dua kisah nyata dia atas, yaitu fakta imam masjid Nabawi dan realita muezzin Kuwait menjadi bukti keimanan dan ketaqwaan mereka.

Mereka kehilangan jama’ah, masjid juga kehilangan umat.

Kondisi ini Allah ceritakan dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 18: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Dikuatkan dengan hadis Nabi saw: “Jika engkau melihat seorang hamba yang selalu mengunjungi masjid maka persaksikanlah keimanannya”. (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah).

Hadist ini di dukung oleh hadist lainya riwayat Bukhari dan Muslim: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya. (di antaranya): Seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid”.

Perumpamaan umat Islam dengan masjid ibarat ikan dengan air. Ikan sangat menikmati hidupnya di air.

Bahkan begitu ikan dikeluarkan dari air, langsung klepek-klepek kemudian mati.

Orang mukmin hidupnya akan menjadi damai dan tenang saat berada di masjid.

Perumpmaan orang munafiq di masjid sama seperti burung dalam sangkar. Burung berada di sangkar emas sekalipun, tak pernah betah, hatinya bakal gelisah merasa terkungkung, pengennya cepat-cepat keluar, dan begitu keluar, merdekaaaaaaaa! terbang tinggi-tinggi, pergi entah kemana, begitulah orang munafiq.

Jika kita merasa betah saat berada di dalam masjid, Insyaallah kita tergolong orang mukmin.

Tapi sebaliknya manakala kita gelisah ingin cepat-cepat beranjak dari rumah Allah, kemungkinan aura munafiq melekat di hati kita.

Na'udzubillah.

Memakmurkan masjid dengan cara kita menegakkan sholat berjama’ah, berzikir, mengaji di dalamnya.

Sebagai umat Islam, kita mesti memiliki rasa tanggung jawab meramaikan masjid dengan kalimatillah (karena Allah). Sebab kalau tidak, takutnya keislaman kita sebenarnya adalah kemunafikan yang tidak disadari.

Surah al-Qur’an at-Taubah ayat 18 dan hadis riwyat Tirmizi dan Ibnu Majah serta kata hikmah di atas tidak berlaku saat wabah pandemic corona ini sedang berlangsung, malah justru sebaliknya, orang yang mendatangi masjid (sholat berjama’ah dan memakmurkan masjid), dianggap bukan orang beriman, orang yang tidak takut kepada Allah (tidak taat ulama), karena melanggar fatwa MUI dan Ulama (grand syekh al-Azhar), juga PSBB pemerintah setempat.

Justeru kalau ada yang memakmurkan masjid dianggap lemah imannya (sombong dan takabbur).

Juga orang yang memakmurkan masjid malah dianggap perumpamaan ikan nyari mati.

Sebaliknya kalau orang yang gak mau memakmurkan mesjid dan sholat dirumah dianggap imannya mantap, orang tawaduk dan ta’at ulama serta pemerintah, perumpaannya menjadi ibarat burung mau menceri selamat dunia akhirat.

Begitulah seolah-olah ungkapannya berkaitan dengan ini semua.

Sementara keterpaksaan umat beriman yang tidak bisa ke masjid, hati mereka menjerit, menagis, meratap, sedih, pilu, tersayat, luka, perih, terbakar, hangus, lebur dan mendidih tak karuan, sehingga hari-harinya dalam hidupnya pada saat sholat, air mata mengalir, air mata terguyur, air mata membasahi baju pakian sholatnya, sebab tak bisa sholat berjama’ah dan memakmurkan masjid.

Hal ini diikuti para imam yang biasa mengimami jama’ah pada setiap sholatnya, apalagi sholat jum’at yang sangat menggembirakan dan membahagiakan, terlebih sholat tarawih dibulan ramadhan, selanjutnya sholat yang sangat membuat hati berbunga-bunga dan suka ria yaitu sholat berjama’ah idul fitri yang didepan mata, itu semuanya hanya harapan dan cerita serta kenangan saja.

Tanpa terkecuali para muazzin (bilal) yang biasa memanggil umat untuk sholat berjama’ah dan memakmurkan masjid, biasaya melihat umat dan jama’ah berbondong-bondong berjalan, bersantai, berbaris melangkah menujua panggilanya, kini bisu, sunyi tanpa suara langkah depakan sandal dan ayunan kaki menuju panggilannya.

Muncul ungkapan dalam hati, ada apa, kenapa, mengapa, kok mereka tidak datang, salahkah aku, kurang kuatkah suaraku, tidak baguskan azanku, dan lainya, tanpa terasa mata berlinang dan berkaca-kaca, perih menetas dan merantap Ya Allah sungguh dahsyat pengaruh ciptaanmu yang bernama virus corona (covid-19), sampai panggilanku tidak dihiraukan sama sekali oleh seorangpun dibumi ini, sudah dekatkah waktunya semesta ini hancur dan punah, sebegitu marahkah engkau kepada kami hamba-hambamu yang sedikit amal banyak lalai dan berlumur dosa?

Namun, kejadian dan fakta serta realita ini, tidaklah meraka para jama’ah yang meratap dan menangis, imam sholat dan muezzin saja, akan tetapi masjid juga meratap tangis karena kehilangan umat dan jama’ah serta penghuni, pengunjung untuk sholat berjama’ah, ini semua gara-gara corona.

Memang tangisan dan ratapan suara itu tidak didengar oleh manusia, namun malaikat mendengarnya, bukankah ada yang viral di daerah timut tengah sana, ada masjid yang ditutup dan dikunci pada saat wabah corona sedang mendunia.

Masjid kosong, tidak ada orang, terkunci, tertutup, namun di dalamnya terdengar riuh gemuruh bacaan al-Qur’an di saat tertentu, lantunan dayuh shalawat, juga senyap sayu suara ratapan tangis yang tidak berwujud entah dari mana asal muasalnya tapi yang jelas terdengar sangat jelas, itu suara berasal dari dalam masjid tersebut.

Memang wahai engkau virus corona, makhluk yang sangat kecil tetapi membuat air mata seluruh makhluk di dunia ini meleleh dan mengalir tanpa henti sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, baik itu para jama’ah masjid, imam masjid, muazzin masjid bahkan masjid itu sendiri ikut menangis dan meratapi keadaan ini, juga makhluk di alam semesta ini lainya yang tidak dapat menyaksikan dan mendengar sambut jawab bacaan fatihah imam dan makmum.

Pada saat ini yang gembira adalah orang-orang kafir, orang yang tidak beragama, orang munafiq, para musuh-musuh agama Allah (Islam), yang paling senang dan gembira serta suka ria yaitunya musuh manusia Iblis laknatullah alaihi. Karena memang selama ini dia (iblis) yang menggoda manusia agar tidak sholat dan meramaikan masjid.

Kemungkinan virus corona ini adalah salah satu jebakan BATMAN Iblis untuk umat Islam (beriman) agar tidak bisa mendatangi dan memakmurkan masjid, juga mungkin sebagai pertanda persekongkolan Iblis dengan Dajjal sudah matang untuk menghajar umat Islam (beriman), sudah saatnya Dajjal bangkit untuk membantu Iblis dan setan menggelincirkan iman umat Islam (beriman).

Kalau ini adalah tanda-tanda dan awal mula atau pemanasanya, maka kita brelindung kepada Allah: “Allahumma innii ‘audzubika min fitnati mahya wal maamat wamin fitnati masahid dajjal”.

Aamiiin ya Allah ya rabbal alamiin.

Mutiara Ramadhan - Tribunpekanbaru.com / Nasuha Nasution. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved