Pasukan Perdamaian PBB Berduka, Prajurit Indonesia Tewas Ditembak Saat Patroli di Kongo
ADF merupakan kelompok bersenjata yang terkenal mempunyai reputasi buruk, dan beroperasi di kawasan timur negara yang dulunya bernama Zaire tersebut.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Pasukan Perdamaian PBB berduka usai gugurnya seorang prajurit Indonesia di Kongo.
Sy Koumbo, Perwira Komunikasi Misi Stabilisasi PBB untuk RD Kongo (Monusco), seperti dilaporkan AFP Selasa (23/6/2020) mengatakan, prajurit asal Indonesia itu gugur setelah patrolinya diserang oleh milisi pada Senin malam waktu setempat (22/6/2020) di dekat Beni, kota di Provinsi Kivu Utara.
"Satu anggota Helm Biru (pasukan perdamaian PBB) gugur dan satunya terluka namun tidak serius. Saat ini kondisinya stabil," jelas Koumbo.
Dalam rilis resminya, Kepala Monusco Leila Zerrougui mengecam serangan itu, dan menduga pelakunya adalah Pasukan Aliansi Demokratik (ADF).
ADF merupakan kelompok bersenjata yang terkenal mempunyai reputasi buruk, dan beroperasi di kawasan timur negara yang dulunya bernama Zaire tersebut.
Zerrougui menerangkan, prajurit Indonesia itu bertugas dalam proyek untuk membangun jembatan yang berada di kawasan Hululu.
ADF merupakan pergerakan yang awalnya berasal dari Uganda pada 1990-an silam, dan menentang pemerintahan Presiden Yoweri Museveni.
Pada 1995, mereka pindah dan bermarkas di Kongo, meski diyakini mereka tidak melancarkan serangan ke Uganda selama bertahun-tahun.
Berdasarkan data dari PBB, 500 orang tewas karena aksi mereka sejak akhir Oktober 2019, ketika militer RD Kongo melaksanakan operasi.
ADF diketahui membunuh 15 pasukan perdamaian PBB dekat perbatasan Uganda pada Desember 2017, dan membunuh tujuh lainnya dalam penyergapan Desember 2018.
Sebelumnya tiga orang tewas
Perserikatan Banga-Bangsa, Jumat (9/6/2017), melaporkan, peberapa petempur pada hari sebelumnya telah membunuh tiga anggota pasukan penjaga perdamaian dalam serangan di luar markas PBB di Kidal, Mali utara.
Pasukan PBB sering menghadapi serangan dari gerilyawan gurun yang telah bergabung kembali, beberapa bulan setelah operasi militer yang dipimpin Perancis pada 2013 untuk mengusir mereka dari kota-kota di Mali utara.
Lebih dari 100 anggota pasukan penjaga perdamaian tewas dalam beberapa bulan belakangan. Jumlah tersebut merupakan serangan paling mematikan terhadap misi perdamaian PBB hingga saat ini.
Pemerintah Guinea dalam sebuah pernyataan menyebutkan, tiga penjaga perdamaian yang tewas adalah warganya namun identitas mereka belum diungkap.