Amril Minta Rp10 per Kilogram, JPU KPK: Pembuktian Gratifikasi Rp 23.6 M Via Kasmarni Sudah Maksimal
Pertama terkait suap proyek Jalan Duri - Sei Pakning senilai Rp5,2 miliar, kedua terkait gratifikasi dari dua orang pengusaha sawit senilai Rp23,6 m
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nolpitos Hendri
Setelah itu, Jhony mengaku jarang bertemu Kasmarni.
Dia mengaku lupa kapan pastinya.
Pengakuan Jhony, dia punya 2 pabrik pengolahan kelapa sawit di Bengkalis.
Untuk pabrik kedua, pada dasarnya kata Jhony, mekanisme perjanjiannya sama, mengikuti perjanjian untuk pabrik sebelumnya. Selisihnya sekitar 2 tahun.
"Siapa yang menjadi pengamanan di sana?," tanya JPU.
"Di pabrik kita itu yang mengamankan ya orang-orang dekat beliau.
Orang-orang beliau, siapa-siapanya saja tidak tahu," tutur Jhony.
Diakui Jhony, dalam sekali transfer, nilainya berbeda.
Antara puluhan juta sampai ratusan juta.
Tergantung berapa banyak jumlah buah sawit yang masuk.
Menariknya, Jhony mengaku ada satu poin kesepakatan dengan Amril.
Isi klausul itu, perjanjian akan berhenti apabila salah satu dari mereka meninggal dunia.
Sementara itu, saksi lainnya yang juga pengusaha sawit, Adyanto juga memberikan keterangannya perihal perkara yang menjerat Amril.
Berbeda dengan Jhony Tjoa, Adyanto memberikan uang kepada Amril dalam bentuk kes atau tunai.
Hal ini berlangsung dari tahun 2014 sampai 2018.
"Setiap bulan kasih cash. Saya antar ke rumah," jelasnya.
Diterangkan Adyanto, uang dalam bentuk tunai itu, diminta langsung oleh Amril Mukminin.
"Kata Pak Amril nggak usah susah-susah, tunai aja," beber Adyanto.
Hitungan uang untuk Amril, yaitu Rp5 perkilogram sawit.
Awalnya, Amril meminta Rp10, namun setelah negosiasi, disepakati Rp5.
"Uang cash Rp100 ribu. Ambil dari bank. Saya telfon apakah ada ibu (Kasmarni) di rumah. Saya bilang juga ke Pak Amril. Uangnya disimpan dalam kantong plastik di tas tangan. Langsung setor aja (saat ketemu Kasmarni)," urainya.
Beberapa kali kesempatan kata Adyanto, saat dia mengantar uang, Amril juga ada di rumah.
Namun diungkapkan Adyanto, perjanjian dia dengan Amril soal pemberian fee itu, baru terlaksana pada tahun 2018.
Tepatnya pada 11 Januari 2018.
"Memang waktu itu saya sudah minta dibuatkan (perjanjian) kepada Pak Amril, tapi dia bilang jangan dulu. Anak saya belum dewasa jadi saksi," urainya.
Amril Mukminin diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit.
Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer.
Uang miliaran rupiah juga mengalir ke rekening istri Amril, Kasmarni, dengan cara ditransfer.
Dalam surat dakwan kedua yang dibacakan JPU KPK, Tonny Frengky saat awal persidangan terungkap, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit itu.
Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200.
Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.
Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik.
Terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni.
Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu.
Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminim juga menerima uang dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.
"Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik.
Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri terdakwa) di rumah kediaman terdakwa.
Uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755," ungkap JPU Tonny kala itu.
Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja.
Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.
"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," tandas JPU. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)