Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Jaksa Pinangki Dapat Mobil BMW dari Djoko Tjandra? Penyidik Kejagung Periksa Sales Mobil

Pinangki diduga turut mengurus fatwa bebas Djoko Tjandra dalam kasus cessie Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA).

Editor: Muhammad Ridho
ist
Jaksa Pinangki Sinarmalasari dan suaminya, Kombes Pol Napitupulu Yogi 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Kejaksaan Agung telah menetapkan Djoko Soegiarto Tjandra sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Penetapan tersangka terhadap Djoko Tjandra itu dilakukan usai terpidana kasus cessie Bank Bali itu diperiksa penyidik secara maraton pada 25 dan 26 Agustus.

”Pada hari ini penyidik menetapkan lagi satu orang tersangka dengan inisial JST (Joko Sugiarto Tjandra),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono dalam konferensi pers di Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Djoko Tjandra diduga sebagai pihak pemberi suap kepada Jaksa Pinangki terkait pengaturan upaya Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Selatan.

Tak hanya itu, Pinangki diduga turut mengurus fatwa bebas Djoko Tjandra dalam kasus cessie Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA).

Hari mengatakan, pengurusan fatwa MA itu terjadi pada rentang waktu November 2019 hingga Januari 2020.

Fatwa MA sendiri berisikan pendapat hukum yang diberikan oleh MA atas permintaan lembaga negara terhadap suatu perkara.

Dalam hal ini, Joker—begitu Djoko Tjandra biasa dijuluki-- meminta agar dirinya tak perlu menjalani eksekusi putusan MA pada 2009 silam.

TONTON JUGA 

 Beredar Foto Jaksa Pinangki Kenakan Rompi Tahanan, Koordinator MAKI Boyamin Saiman Tak Puas

 2 Jenderal Polisi Akui Terima Suap dari Djoko Tjandra

 Selain Pinangki, MAKI Duga Ada Sosok Jaksa Lain Terlibat dan Dugaan Aliran Dana Djoko ke Pejabat

”Tersangka JST (Joko Soegiarto Tjandra) ini statusnya adalah terpidana, kira-kira bagaimana caranya mendapatkan fatwa agar tidak dieksekusi oleh eksekutor yang dalam hal ini jaksa," ujar Hari.

Hari belum dapat menjelaskan secara rinci kronologi dari rencana pengajuan fatwa Djoko Tjandra tersebut.

Pasalnya, Pinangki merupakan seorang jaksa sehingga tak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa MA.

Namun, ia menegaskan bahwa penerbitan fatwa MA itu tak berhasil dilakukan.

"Faktanya adalah fatwa itu tidak berhasil sehingga untuk saat ini penyidik baru menemukan pengurusan fatwa itu akhirnya tidak berhasil," kata Hari.

Untuk mengurus semua hal tersebut, Djoko Tjandra diduga menjanjikan suap 500 ribu dolar AS kepada Pinangki.

Diduga uang itu akan diberikan bila Pinangki berhasil membantu Djoko Tjandra lepas dari kasus cessie Bank Bali.

Selain uang 500 ribu dolar AS, Pinangki diduga juga pernah menerima pemberian lain dari Djoko Tjandra, yakni sebuah mobil BMW.

Hal itu ditelusuri penyidik dengan memeriksa Yenny Praptiwi selaku Sales PT Astra International BMW Sales Operation Branch Cilandak.

Yenny diperiksa sebagai saksi pada Rabu (26/8/2020).

"Untuk mencari bukti tentang aliran dana yang sempat dibelikan mobil BMW," ujar Hari Setiyono.

Saksi lainnya yang diperiksa ialah Muhammad Oki Zuheimi selaku Manager Station Automation System Garuda Indonesia.

Ia diperiksa dalam kaitannya soal dugaan perjalanan Jaksa Pinangki ke luar negeri untuk bertemu Djoko Tjandra saat masih buron.

"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang perjalanan Tersangka menggunakan maskapai garuda keluar negeri dan diduga bertemu dengan Terpidana Djoko S Tjandra," ujar Hari.

Tersangka Irjen Napoleon Bonaparte Diperiksa Bareskrim 

tribunnews

TRIBUNNEWS/IGMAN IBRAHIM

Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020). 

Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte akhirnya angkat bicara soal kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Luapan perasaan itu disampaikan usai Napoleon diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020).

Dia diperiksa selama kurang lebih 4 jam oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Usai diperiksa, wajah Irjen Napoleon tampak muram. Matanya juga tampak berkaca-kaca saat menemui awak media.

Dalam paparannya, Napoleon menyampaikan pesan kepada seluruh pihak yang meragukan integritasnya sebagai salah satu jenderal bintang dua.

Ia berjanji akan mengikuti proses hukum tersebut secara kooperatif.

"Saya hari ini akan meyampaikan pesan kepada siapapun yang masih meragukan integritas saya."

"Bahwa saya berjanji dan memastikan sebagai perwira tinggi Polri saya bertanggung jawab untuk mengikuti proses penyelidikan ini dengan bersifat kooperatif," tuturnya.

Ia mengatakan, kasus ini tak membuatnya akan mundur dan setia kepada Polri, khususnya kepada pimpinan Polri.

"Saya tetap setia terhadap Polri dan pimpinannya," tegasnya.

Usai memberikan pernyataan tersebut, Napoleon yang tampak menggunakan seragam lengkap Korps Bhayangkara, langsung pergi dan masuk mobil dinasnya.

Ia tidak berkenan menanggapi materi penyidikan yang dilakukan oleh Polri.

Sementara, Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengungkap alasan tidak menahan mantan Irjen Napoleon Bonaparte, meskipun telah berstatus tersangka.

Menurut Awi, alasan Polri tidak menahan Irjen Napoleon bukan karena tersangka adalah salah satu jenderal bintang dua.

Ia menyebut penahanan adalah kewenangan penyidik.

"Oh tidak ada, kita tidak ada itu (tidak ditahan karena jenderal bintang dua)."

"Murni semua proses penyidikan, semua hak prerogatif," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020).

Awi mengatakan tidak dilakukannya penahanan terhadap Irjen Napoleon juga dinilai telah sesuai KUHAP.

Dalam aturan itu, penahanan merupakan kewenangan penyidik.

"Penyidik tetap berpedoman kepada KUHAP."

"Di sana sudah diatur bahwasannya memang untuk menahan atau tidak seseorang itu ada syarat subjektif dan objektifnya."

"Tentunya penyidik menimbang itu, karena memang pengungkapan kasus korupsi itu tidak mudah ya," jelasnya.

Dia juga menjelaskan, dua tersangka yang telah terlebih dahulu ditahan, yaitu Anita Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo, karena keduanya tersangkut kasus yang berbeda di dalam sengkarut perkara Djoko Tjandra.

Keduanya, ditetapkan sebagai tersangka di dalam kasus penerbitan surat jalan dan bebas Covid-19 palsu Djoko Tjandra.

"Saya tambahkan, yang sebelumnya kan kasus lain, yang dua tersangka lain itu ditahan karena kasus surat jalan palsu," bebernya.

Bantah Kenal Tommy Sumardi

Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte membantah mengenal pengusaha Tommy Sumardi, yang diduga menyuapnya dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra.

"Enggak (kenal Tommy Sumardi)."

"Sebelumnya tidak, sekarang sering ketemu," kata Napoleon usai melaksanakan rekontruksi kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Sementara, Gunawan Raka, kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte mengatakan, kliennya tak pernah mengenal Tommy Sumari sebelum kasus tersebut mencuat di Indonesia.

"Mungkin gini, Jenderal Napoleon Bornaparte tidak pernah kenal dengan yang namanya Tommy Sumardi, sebelum ada persoalan ini menjadi gaduh."

"Jadi, tidak mengenal secara pribadi," jelasnya.

Namun demikian, pihaknya berkomitmen mengikuti proses hukum yang tengah dilakukan Bareskrim Polri.

Termasuk, kata dia, penelusuran pernyataan dari Djoko Tjandra ataupun dari Tommy Sumardi.

"Penelurusan atas nyanyian Djoko S Tjandra, nyanyian Tommy Sumardi, dan lain-lain yang seolah mengeluarkan begitu banyak uang untuk pengurusan penghapusan rednotice."

"Yang sebetulnya sudah ter-delete oleh sistem karena tidak diajukan perpanjangannya," beber Gunawan.

Gunawan Raka, kuasa hukum mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, membantah kliennya menerima suap dari Djoko Tjandra.

"Saya mewakili Napoleon, jenderal Napoleon Bonaparte, secara tegas menolak Jenderal Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang atau barang, sebagaimana yang selama ini diberitakan."

"Baik itu dari Tommy Sumardi, baik itu dari Brigjen Prasetijo Utomo, maupun dari Djoko S Tjandra, apalagi dari pihak lainnya," kata Gunawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020) malam.

Gunawan juga mengatakan kliennya membantah mencabut red notice Djoko Tjandra saat kepemimpinanya sebagai Kadiv Hubinter Mabes Polri.

Sebaliknya, kata dia, red notice tersebut terhapus oleh pihak Prancis pada 11 Juli 2014.

"NCB interpol RI di bawah kepemimpinan jenderal Napoleon Bonaparte tidak pernah mencabut red notice atas nama Djoko S Tjandra."

"Karena faktanya red notice tersebut telah terhapus dari IPSG interpol sekretariat jenderal yang terletak di Prancis Lyon sejak tanggal 11 Juli 2014," ungkapnya.

Ia mengatakan, red notice Djoko Tjandra terhapus karena tidak ada permintaan untuk perpanjangan dari Pemerintah Republik Indonesia.

"Yang sebetulnya terjadi adalah hilangnya nama Djoko S Tjandra dalam DPO imigrasi, sebagaimana teregistrasi dalam SIKIM adalah di luar kewenangan."

"Di luar kekuasaan Saudara Napoleon atau lembaga NCB Republik Indonesia."

"Sehingga keluar masuknya Djoko Tjandra baik ke Malaysia maupun ke mana-mana melalui perbatasan, itu tidak melalui Data imigrasi."

"Yang ada adalah hapusnya nama Djoko S Tjandra dari daftar SIKIM DPO imigrasi."

"Tidak ada kaitanya dengan Jenderal Napoleon Bonaparte," jelasnya. (Igman Ibrahim)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Jadi Tersangka, Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Tetap Setia kepada Polri dan Pimpinannya 

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Babak Baru Kasus Suap Djoko Tjandra, Kejagung Telusuri Pembelian Mobil BMW Jaksa Pinangki

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved