Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Techno

RCTI Gugat Siaran Langsung di Medsos, KPI Mendukung, Tapi Banyak Ditentang Masyarakat

Menurut KPI, gugatan RCTI dan iNews bertujuan untuk mengatur dan mengawasi penyiaran, tapi hal itu ditentang kreator konten hingga asosiasi humas.

Editor: CandraDani
Youtube Ustadz Abdul Somad Official
Ustadz Abdul Somad saat menyampaikan tausiyah secara online. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Gugatan perusahaan media RCTI dan iNews soal UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ( UU Penyiaran) mendapat beragam reaksi.

Dua perusahaan itu meminta agar ada perubahan definisi penyiaran yang turut mencakup layanan over the top (OTT) atau layanan yang berjalan di atas internet, seperti Netflix, YouTube, Facebook dkk.

Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) menilai tujuan dari gugatan ini baik karena untuk mengatur dan mengawasi penyiaran.

Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan setiap orang yang menciptakan konten harus menyesuaikan aturan yang ada di Indonesia.

Begini Kesehatan Balita yang Dicekoki Miras Hingga Teler di Luwu Timur

"Setiap orang yang menciptakan konten itu harus ada darah penyiarannya di Indonesia, jadi tujuanya itu bagus untuk kebaikan," jelasnya ketika dihubungi KompasTekno, Jumat (28/8/2020).

Pria yang akrab disapa Andre ini mengatakan, adanya aturan bukan untuk melemahkan, namun justru mendukung industri penyiaran dalam negeri. Dia mencontohkan, sebelum ada UU Penyiaran, jumlah stasiun televisi di Indonesia hanya tiga atau empat saja.

Setelah diregulasi, Andre mengatakan ada 1.106 televisi dan 2.107 radio yang berada di bawah pengawasan KPI.

"Teknologi berubah, aturannya harus diatur dan diawasi," lanjutnya.

Andre mengatakan tidak menutup kemungkinan perusahaan OTT menjadi lembaga penyiaran apabila telah disepakati secara undang-undang, sesuai gugatan yang diajukan. Dengan demikian, isi konten OTT juga harus turut diawasi oleh lembaga khusus.

Pukul Istri Siri Suami Pakai Stoples, Istri Tua dan Putrinya jadi Tersangka, Tapi Dia Melapor Balik

"Kalau penyiaran bisa jadi (pengawasan) di bawah KPI," ujarnya. 

Menurut Andre, saat ini beberapa negara sedang mengatur layanan OTT. Salah satu hambatan di Indonesia adalah adanya peran pengawasan yang tumpang tindih antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan KPI.

"Di Indonesia kan penyiaran dibagi dua, infrastruktur diawasi Kominfo, konten diawasi KPI. Tapi di AS, KPI-nya mengawasi keduanya, infrastruktur juga konten juga iya," kata Andre.

Berasal dari Kampung di Lereng Gunung Marapi, Mohamad Hasan Jadi Danjen Kopassus, Berikut Profilnya

Ilustrasi. Ilustrasi.

Ditentang masyarakat

Berbeda dengan KPI, gugatan RCTI dan iNews justru mendapat reaksi negatif dari masyarakat secara umum. Termasuk kreator konten gadget K2Gadgets, Kartolo. Menurut dia, menghadapi perubahan zaman adalah dengan melawannya atau berinovasi.

"Pilihan RCTI untuk melawan perubahan secara membabi buta akan jauh menurunkan citra stasiun televisi tersebut, terutama di mata milenial," kata Kartolo, kepada KompasTekno, Jumat.

Kritik juga dilontarkan Muhamad Heychael, Koordinator Divisi Penelitian Lembaga Pusat Kajian Media dan Komunikasi Remotivi. Menurut Heychael, gugatan yang diajukan RCTI dan iNews tidak masuk akal.

Jaksa Pinangki Tidak Pakai Rompi Tahanan saat Jadi Tersangka, Kejaksaan Agung Beri Alasan Begini

"Dan bagi saya ini berbahaya karena akan membatasi kebebasan berekspresi," kata Heychael.

Dia menjelaskan bahwa dalam UU Penyiaran, frekuensi milik publik diatur secara ketat. Sebab, kepemilikannya adalah publik dan tidak bisa sepenuhnya bisnis.

Siaran televisi, menurut Heycahel, pilihannya tidak banyak, berbeda ketika masyarakat menggunakan media lewat akses internet.

"Karena internet sistemnya jaringan, bukan komunikasi massa," imbuhnya.

Selain itu, Heychael mengatakan apabila gugatan ini dikabulkan maka akan mengkerdilkan ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi.

Hal ini juga akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia, sebab berkaca dari negara lain, perusahaan OTT lebih banyak diatur pada aspek bisnisnya.

Hari Jumat Ini Saja 3.003 Kasus Covid-19, 10 Provinsi Kasus Corona Tertinggi & Terendah di Indonesia

"Misalnya di AS itu yang diatur soal hate speech, pajaknya ditarik, yang diatur aspek bisnisnya bukan boleh atau tidak boleh (membuat siaran) dan harus izin atau sebagainya," jelasnya.

Hal senada juga dikatakan Agung Laksamana, Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia. Dari kacamata perhumasan, era digital sejatinya harus disambut baik karena menumbuhkan kreativitas dan menciptakan peluang baru.

Saat ini, banyak humas atau Public Relation (PR) perusahaan maupun instansi memanfaatkan siaran langsung di platform media sosial untuk mengkomunikasikan pesan kepada konsumen atau publik. Menurut Agung, berlebihan apabila media sosial diatur hingga perlu izin penyiaran.

"Yang perlu didorong adalah komitmen self-regulation dari penyelenggara platform dan literasi media digital untuk meningkatkan pengetahuan dan tanggungjawab sosial pengguna internet," jelasnya melalui pesan singkat.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gugatan RCTI soal Live di Medsos: Didukung KPI, Ditentang Masyarakat",

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved