Tetapkan Ganja sebagai Tanaman Obat dan Tuai Polemik, Kementan Bakal Cabut Kepmentan No 104/2020
Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait
Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono menyatakan, BNN juga keberatan jika ada pihak membandingkan kebijakan Indonesia dengan negara lain yang mulai melegalisasi ganja.
"BNN sebagai leading sector menolak kultivasi ganja untuk alasan ekspor dan lain-lain," ucap Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono.
Ia menegaskan, negara-negara yang melegalisasi ganja adalah negara yang mendapatkan tekanan bisnis dari pihak yang ia sebut bandar gelap.

"Hanya beberapa negara, karena tekanan bisnis dari banyak perusahaan dan bandar gelap ini jadi melewati batas moralitas dan lain-lain."
"Mereka kalau perlu homoseksual, perdagangan gelap manusia dan lain-lain itu dilegalkan," kata Pudjo kepada Tribunnews.com, Jumat (31/1/2020).
Namun, kata Pudjo, secara umum dunia internasional sepakat ganja termasuk salah satu jenis narkoba yang dilarang.
Bahkan, sitaan ganja di dunia ia sebut mencapai jutaan ton tiap tahunnya.
"Jangan sampai begitu kita memperbolehkan tanam ganja dan lain-lain, itu nanti turunannya nanti dianggap boleh."
"Hasil produksinya nanti malah dianggap boleh."
"Di dunia ini, tidak ada namanya WHO atau UNODC itu menyatakan ganja itu bukan narkoba," tegasnya.
Di sisi lain, ia juga membantah anggapan Rafli soal ganja yang bisa dijadikan obat.
Pudjo mengingatkan bahaya penggunaan ganja bagi tubuh manusia.
"Itu keliru (ganja jadi obat)."
"Orang saat menggunakan itu kan akan kehilangan persepsi ruang dan waktu, logika, moral juga hilang."
"Nah, itu nanti terjadi perkosaan dan lain-lain. Tidak bisa begitu saja. Mungkin nanti malah yang disalahkan pemerintah," bebernya.