RFZ Bercita-cita Jadi Polisi, Anak yang Disiksa Ayah Kandung Kini Manggil Abi ke Kapolres Pelalawan
Anak itu mengetuk kaca sebanyak dua kali seperti mengirimkan pesan yang membuat Kapolres Pelalawan Indra Wijatmiko menghentikan pembicaraannya
Penulis: johanes | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI - Seorang bocah tiba-tiba mengintip dari luar jendela kaca ruang kerja Kapolres Pelalawan AKBP Indra Wijatmiko SIK, pada Rabu (30/9/2020) sore lalu.
Kepalanya tampak samar dengan wajah ditempel ke kaca nako, seperti melihat kondisi di dalam ruangan.
Kemudian anak itu mengetuk kaca sebanyak dua kali seperti mengirimkan pesan yang membuat Kapolres Pelalawan Indra Wijatmiko menghentikan pembicaraannya.
Lantas pejabat polisi dengan pangkat dua melati dipundaknya itu merespon panggilan dari anak tersebut.
"Zebua, kamu itu ya? Sinilah masuk dari pintu," kata Kapolres Indra sambil menunjuk pintu masuk ke ruang kerjanya di bagian depan gedung Mapolres.
Setelah menganggukan kepala dan menjawab, ia berlari dan menuju ruangan dan masuk ke dalam.
Anak berkulit putih itu langsung menyandar manja di pangkuan Indra dengan senyum khasnya.
Bedak yang tidak rata menempel di wajahnya sebagai penanda jika ia baru selesai mandi.
Anak tersebut merupakan RFZ (10) yang menjadi korban penyiksaan dan penelantaran orangtuanya di Desa Dundangan Kecamatan Pangkalan Kuras.
Kisah RFZ menjadi viral di media sosial dengan sepucuk surat yang ditinggalkan ibunya bersama dirinya di sebuah SPBU Jalan Lintas Timur (Jalintim) Desa Dundangan Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan pada Minggu (27/9/2020) malam lalu.
"Saya menganggapnya sebagai anak kandung, bukan anak angkat, karena sulit bagi orang untuk mencintai setulus hati anak yang bukan darah daging kita, perlu pengorbanan dan pengertian," ungkap Kapolres Indra kepada tribunpekanbaru.com, di ruang kerjanya Rabu (30/9/2020) sore lalu.
RFZ memanggil Kapolres Indra dengan sebutan Abi (ayah), sedangkan Indra tetap memanggilnya dengan sebutan Zebua.
Panggilan dari marga RFZ itu memiliki arti tersendiri bagi Indra.
Ia tidak ingin identitas dari RFZ hilang begitu saja setelah diangkat menjadi anaknya.
Ayah dan ibu anak malang itu tetap ada serta siakui dan silaturahmi antara anak dengan orangtua tidak boleh diputuskan begitu saja.
"Saya bilang ke dia, mama dan papa kamu ada di nama Zebua itu.
Identitas Suku Niasnya tetap ada.
Saya tidak ingin itu hilang dan tetap diingat," tambah taruna Akpol angkatan 2001 ini.
Indra berkomitmen merawat dan membesarkan RFZ seperti anak kandung.
Kebutuhannya akan dipenuhi mulai dari pendidikan, kesehatan, dan semua yang diperlukan layaknya darah daging sendiri.
Ia menilai "Zebua" anaknya yang sangat pintar, cerdas, dan memiliki IQ yang tinggi.
Banyak hal-hal yang dikuasai RFZ yang belum diketahui anak-anak seumurannya yang lain.
Mulai dari membaca, bermain, sampai mampu mengartikan kalimat dan ucapan dari orang dewasa.
Bahkan RFZ langsung bisa bangkit dari keterpurukan mental dan trauma yang dialaminya selama ini setelah beberapa hari tinggal di rumah dinas Kapolres Indra.
Ia sudah bisa tersenyum, bercanda, dan bermain-main di pekarangan kediaman maupun lingkungan mapolres.
Keputusan mengangkat anak itu untuk menyelamatkan nasib dan kemampuan yang dimiliki korban.
Masa depan yang cerah dan kehidupan yang layak musti diberikan ke RFZ.
"Dia bilang ke saya, abi saya mau ikut Abi.
Tapi saya harus jadi polisi.
Bayangkan anak sebesar dia bisa mengerti take and give seperti itu.
Anak yang cerdas tidak selamanya lahir dari keluarga berada, ini contohnya," sambung Indra.
Indra mulai menceritakan penderitaan yang dialami RZF selama ini dari ayahnya DZ.
Ia menunjukan beberapa bagian rambut yang tampak botak akibat dicabut paksa paku yang oleh ayahnya.
Bekas sulutan api rokok juga masih ada di bibir bocah malang itu.
Demikian bekas luka di pipi akibat dipukul benda tumpul.
Indra kemudian menyingkap baju anak angkatnya itu.
Pada bagian perut dan dada banyak bercak hitam seperti bekas luka yang telah sembuh.
Lebih parah di bagian punggung, hampir semuanya menghitam yang diduga dihantam kayu ataupun sejenisnya.
Pada bagian tengah tulang belakang, ada sedikit borok luka yang belum sembuh total.
Celana bocah itu kemudian diturunkan dan tampak bekas luka pada kedua pahanya, dekat selangkangan yang menandakan bukan luka kecil.
Terakhir bagian bawah kedua kakinya ditunjukan dan terlihat dua jarinya tak memiliki kuku lagi, menyusut menunggu proses tumbuhnya kuku baru.
"Ini kukunya yang mana dijepit dan dicabut," tanya Indra.
"Semuanya," jawab RFZ.
Diduga selama ini semua kuku kaki telah mendapat giliran dijepit dan dicabut oleh ayahnya yang tak berperikemanusiaan itu.
Namun yang lain sudah sembuh dan kuku baru telah muncul, sisanya hasil kekejaman terakhir sebelum dirinya di telantarkan.
Setelah menunjukan semua jejak kekerasan yang dialami, RFZ mengajak Kapolres Indra untuk bermain sepeda di halaman Mapolres.
Indra menceritakan awal pertemuannya dengan RFZ.
Pada hari naas penyiksaan yang dilakukan ayahnya berinisial DZ, ibunya berinisial MZ membawa korban keluar dari rumahnya di komplek perumahan karyawan PT Safari Riau di Desa Dundangan, Pangkalan Kuras.
Menggunakan sepeda motor, MZ menuju jalan besae untuk menyelamatkan anaknya dari penyiksaan keji akibat kenakalannya.
Kondisi perusahaan itu lock down akibat Covid-19, sekuriti perusahaan hanya memberi MZ waktu 20 menit keluar komplek.
Jika lewat dari itu tidak bisa lagi masuk ke dalam perusahaan sesuai aturan.
Terdesak antara menyelematkan anaknya dan tenggat waktu dari perusahaan, setiba di SPBU Desa Palas Jalintim Pangkalan Kuras, M meninggalkan RFZ dengan sepucuk surat yang sangat menyentuh.
Setelah foto dan video penemuan RFZ viral di Medsos sebagai korban penyiksaan dan penelantaran, aparat desa setempat mengamankannya ke rumah.
Selanjutnya Polsek Pangkalan Kuras menindaklanjuti temuan itu dengan membawa korban ke Polsek serta kesehatannya diperiksakan ke Puskesmas.
RFZ menjadi sorotan berbagai pihak mulai dari organisasi pemerhati anak, Komnas Perlindungan Anak, UPT PPA, termasuk Kapolres Indra.
Hingga akhirnya polisi berpangkat AKBP itu mengangkatnya jadi anak sendiri dan tinggal di rumah dinas.
Ternyata Pelaku Penyiksa Anak yang Videonya Sempat Viral di Medsos Bapak Kandungnya
Akhirnya ayah dari anak korban penyiksaan dan penelantaran yang sempat viral di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pelalawan, Kamis (1/10/2020).
Anak malang itu berinisial RFZ (10) menjadi korban penyiksaan dari orangtuanya berinisial DZ (34) hingga mengalami luka serius di sekujur tubuhnya.
Selain itu, RFZ ditelantarkan di Jalan Lintas Timur Desa Palas Kecamatan Pangkalan Kuras.
Hingga foto dan videonya viral di media sosial dan menjadi sorotan seluruh kalangan.
Alhasil polisi melakukan penyelidikan sampai mengamankan pelaku dan menahannya di sel tahanan.
"Pelaku kita tetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelindungan anak dan KDRT. Dia langsung kita tahan di polres," ungkap Kapolres Pelalawan, AKBP Indra Wijatmiko SIK melalui Kasat Reskrim AKP Ario Damar SH SIK, kepada Tribunpekanbaru.com, Kamis (1/10/2020).
Kasat Ario Damar menyebutkan, kasus penyiksaan anak yang viral itu langsung ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang sebelumnya ditangani Polsek Pangkalan Kuras.
Pelaku yang telah diamankan sejak dua hari yang lalu, dibawa ke Mapolres Pelalawan dan diperiksa sebagai tersangka hingga dijebloskan ke sel tahanan.
Hasil pemeriksaan sementara, terang DZ mengakui semua perbuatannya terhadap anak kandungnya itu, yakni pemukulan menggunakan benda tumpul maupun tangan kosong.
Seperti mencabut kuku dengan yang tang, memukul pakai kursi dan balok, dan perbuatan lainnya.
"Tersangka cukup kooperatif juga.
Dia mengakui semua perbuatannya.
Mencabut kuku dan sebagainya.
Barang bukti perbuatannya juga sudah kita amankan," tambah Ario Damar.
DZ dikenakan pasal berlapis Undang-undang Perlindungan Anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pasal yang dikenakan 44 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT.
Tersangka DZ terancam hukuman 10 tahun penjara atas perbuatannya.
Mantan Kasat Reskrim Polres Kepulauan Meranti ini menuturkan, sebelumnya pihaknya terkendala dengan tidak ada pihak yang melaporkan kasus ini kepolisian termasuk pihak keluarganya.
Sebab perkara tersebut merupakan delik aduan yang harus memiliki pelapor.
Selain itu adanya pertimbangan kemanusiaan terhadap nasib lima anak pelaku lainnnya ke depan, lantaran pelaku merupakan tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.
Dikuatirkan istri dan lima anak lainnya bakal terlantar hidupnya jika tersangka ditahan dan diproses hukum.
Namun, setelah berdiskusi dengan organisasi pemerhati anak, UPTD PPA Pelalawan, Lembaga Swadaya, dan Komnas Perlindungan Anak, akhirnya mereka bersedia sebagai pelapor dalam kasus ini.
Alhasil perkaranya dilanjutkan dan DZ ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan.
Terkait nasib istri dan lima anaknya yang lain telah dicarikan solusi dengan beberapa pihak yang terkait, termasuk perusahaan dan pemerintah daerah.
Ada yang menjamin kelangsungan hidup maupun pendidikan keluarga pelaku dan korban.
"Korban sudah diangkat pak Kapolres langsung sebagai anak.
Kalau anak pelaku yang lain juga sudah ada solusinya," tegas Ario.
Penyidik PPA Satreskrim Polres Pelalawan tengah melengkapi berkas dan keterangan atas perkara tersebut.
Tak Hanya Dijepit Tang, Korban Dipukul Pakai Kursi
Kasus penganiayaan dan penelantaran seorang anak di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Riau menjadi viral setelah diposting di media sosial dan diberitakan oleh berbagi media hingga Rabu (30/9/2020).
Saat ini anak korban penganiayaan dan penelantaran berinisial RFZ yang masih berusia 10 tahun.
RFZ tinggal bersama orangtuanya di Perumahan karyawan PT Safari Riau Desa Terantang Manuk, Kecamatam Pangkalan kuras, Pelalawan.
Korban diduga dianiaya ayah kandungnya berinisial DZ (34) menggunakan tang maupun benda tumpul lainnya.
"Sekarang kasusnya masih kita tangani dan akan didalami betul secara hati-hati dan berkoordinasi dengan Polres Pelalawan.
Hari ini akan gelar perkara," terang Kapolsek Pangkalan Kuras, Kompol Ahmad melalui Kanit Reskrim, Ipda Esafati Daeli, kepada Tribunpekanbaru.com, Rabu (30/9/2020).
Berdasarkan penyelidikan polisi, kronologis lengkap penganiayaan dan penelantaran RFZ berasal ketika personil Polsek Pangkalan Kuras menerima informasi dari masyarakat bahwa telah ditemukan seorang anak di bawah umur di SPBU Desa Palas Kecamatan Pangkalan Kuras, Minggu (27/9/2020).
Saat didatangi ke lokasi ternyata anak laki-laki malang itu telah dibawa ke rumah kepala desa untuk diamankan.
RFZ membawa sepucuk surat dari ibunya yang berisi pesan dan alasan meninggalkan anak itu di SPBU.
Lantas polisi menjemput anak tersebut dan dibawa ke Polsek Pangkalan Kuras, kemudian diangkut ke Puskesmas untuk diperiksa karena ada luka di tubuhnya, sekaligus Visum Et Repertum.
Ketika diinterogasi, RFZ mengaku yang melakukan penganiayaan terhadap dirinya adalah ayah kandungnya sendiri berinisial DZ.
Kemudian pada Senin (28/9/2020), pihak keluarga mengantarkan pelaku dan istrinya ke Polsek Pangkalan Kuras.
Selanjutnya Unit Reskrim melakukan klarifikasi terhadap kedua orangtua korban terkait dugaan penganiayaan dan penelantaran yang dialami anaknya.
"Pelaku DZ mengakui semua perbuatannya terhadap RFZ yang merupakan anaknya sendiri," tutur Kanit Esafati Daeli.
Pelaku menceritakan, disaat dirinya pulang bekerja dikarenakan melihat mata anaknya yang berinisial NS, adik korban, mengalami bengkak pada mata sebelah kiri.
Kemudian anaknya yang lain MZ yang juga adik korban mengalami memar di wajah si dekat hidung.
Kedua anaknya ini mengaku kepada DZ akibat dipukul oleh RFZ hingga mengalami luka.
Mendengar hal itu pelaku DZ emosi dan mengambil tang yang berada di atas meja barak tempat tinggal mereka.
Kemudian memanggil korban, menyuruhnya berdiri dan kemudian menjepit jari kelingking sebelah kiri.
Meski korban menangis, pelaku terus melakukannya.
Tak puas dengan itu saja, pelaku menjepit jari yang sama pada kaki sebelah kanan sambil memeganginya agar tidak melawan, hingga tangis korban semakin pecah.
Ternyata penyiksaan tak berhenti sampai disitu saja.
DZ mengambil sebuah kursi kecil yang terbuat dari kayu dan memukulkannya ke bagian punggung korban sebanyak dua kali.
Lantas kursi diletakan dan tang kembali diambil pelaku, kembali dipukulkan ke wajah korban tepatnya di pipi sebelah kiri hingga terluka.
"Pelaku terus marah-marah dan sempat mengambil sebilah kapak dan mengancam akan memotong kaki korban.
Untung saja istri korban datang dan mengambil kapak tersebut," tandas Esafati.
Istri korban MZ, kemudian membawa pergi RZF dari rumah menuju ke jalan.
Lalu meninggalkan korban di Desa Palas hingga ditemukan masyarakat dan diamankan kepala desa.
UPTD PPA Provinsi Riau telah melakukan psikologi terhadap korban dengan hasil sementara bahwa korban mengalami trauma atas perlakuan ayah kandung.
Pihak keluarga tidak bersedia membuat laporan atas peristiwa ini dengan pertimbangan pelaku sebagai tulang punggung keluarga dan memiliki enam orang anak yang masih kecil-kecil.
Polisi hingga kini belum menetapkan sikap dan mempertimbangkan hukuman terhadap pelaku.
(Tribunpekanbaru.com/Johannes Wowor Tanjung)