Bubarkan Massa Demo Cipta Kerja di Banjarmasin Pakai Mandau, Pria ini Dikepung
Ia diamankan hendak bubarkan aksi tolak UU Cipta Karya di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kamis (8/10/20
TRIBUNPEKANBARU.COM - Seorang pria di Banjarmasin nekat membubarkan massa akasi demo tolak Cipta Kerja menggunakan senjata tajam jenis Mandau.
Pria yang berinisial AS itu mengaku kesal dengan massa yang menggelar demo.
Ia mengaku tak bisa lewat lantaran jalan dipenuhi massa.
Namun akasinya berhasil dihentikan Polisi.
Ia diamankan hendak bubarkan aksi tolak UU Cipta Karya di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kamis (8/10/2020).
Polisi sempat mengepung pria berinisial AS yang membawa senjata tajam jenis Mandau itu.

Usai diamankan, AS mengaku kesal dengan adanya aksi ribuan mahasiswa dan buruh itu.
"Saya mau membubarkan mereka karena tidak bisa lewat, kasihan masyarakat banyak," ujar AS saat diamankan polisi.
Sementara itu, AS mengaku bisa mendekati massa sambil membawa senjata tajam karena berpura-pura mendukung aksi itu.
Usai AS berhasil diamankan polisi, unjuk rasa berlanjut.
Ribuan massa menduduki gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan.
Aksi saling dorong sempat terjadi antara massa dengan Polisi.
Namun, situasi mereda setelah polisi berjanji akan mempertemukan mereka dengan Ketua DPRD Kalsel.
Selain itu, sejumlah peserta aksi juga mahasiswa menutup Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Para peserta aksi menganggap UU Cipta kerja tidak berpihak kepada rakyat, terutama bagi kaum buruh.
"Cipta kerja yang baru disahkan tidak berpihak kepada rakyat," kata Koordinator Wilayah BEM se-Kalimantan Ahdiyat Zairullah menggunakan pengeras suara di Kantor DPRD Kalsel, Banjarmasin, Kamis (8/10/2020).
UU Cipta Kerja keinginan Presiden Jokowi
Keinginan Presiden Jokowi untuk memiliki Omnibus Law UU Cipta Kerja akhirnya terwujud juga.
Presiden dalam pidato kenegaraannya usai dilantik sebagai presiden untuk periode kedua pada 20 Oktober 2019 lalu, pernah berharap agar Indonesia memiliki Omnibus Law yang dapat merevisi banyak undang-undang sekaligus.
DPR akhirnya mengabulkan keinginan Presiden Jokowi dengan mengesahkan UU tersebut pada Senin (5/10/2020) malam lalu.
Namun, keinginan Presiden Jokowi menuai kemurkaan para kaum buruh.
Kalangan buruh menilai banyak kerugian yang bakal mereka alami pasca sahnya UU Cipta Kerja.
Kerugian tersebut terdapat dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.
Ada delapan poin UU Cipta Kerja yang rugikan buruh menurut Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP).
Semua kerugian itu meliputi masifnya kerja kontrak, outsourcing pada semua jenis pekerjaan, dan jam lembur yang kian eksploitatif.
Selanjutnya, menghapus hak istirahat dan cuti, tidak diwajibkannya gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota, dan peran negara dalam mengawasi praktik PHK sepihak diminimalisasi.
Kemudian, berkurangnya hak pesangon, dan perusahaan semakin mudah melakukan PHK sepihak.
"Setelah membaca undang-undang nir-partisipasi tersebut, kami menemukan setidaknya delapan bentuk serangan terhadap hak-hak buruh yang dilegitimasi secara hukum," ujar Ketua Umum FBLP Jumisih dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyoroti tumpang tindihnya regulasi yang menghambat investasi serta pertumbuhan lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, Presiden mengajak DPR untuk menyusun omnibus law, sebuah UU sapu jagat yang bisa merevisi banyak UU.
Proses pembahasan RUU ini pun terbilang cepat.
Hanya butuh waktu sekitar tujuh bulan bagi DPR untuk menyelesaikan pembahasan RUU yang diserahkan drafnya oleh pemerintah pada Februari lalu.
Padahal, pada saat yang sama, banyak aktivitas masyarakat yang diminta pemerintah untuk dikurangi mengingat tengah menghadapi situasi pandemi Covid-19.
Pembahasan RUU itu, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan, sempat ditunda oleh Presiden setelah serikat buruh mengancam akan mogok nasional pada akhir April 2020.
Meski demikian, penundaan tak berlangsung lama.
Pemerintah akhirnya melanjutkan kembali pembahasannya.
Bahkan, DPR mengakui proses pembahasan memakan waktu 7x24 jam hingga menggunakan masa reses mereka.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pria Ini Nekat Bawa Senjata Tajam Hendak Bubarkan Aksi Buruh di Kalsel, Ini Pengakuannya"