Gawat, Kemana 18 Jurnalis yang Hilang setelah Liput Demo UU Cipta Kerja, Kini Tak Bisa Dihubungi
Tidak hanya ribuan peserta unjuk rasa yang dinyatakan hilang, akan tetapi ada belasan jurnalis yang juga dikabarkan menghilang.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Demo tidak hanya dirasakan kepahitannya oleh mahasiswa, polisi dan masyarakat sekitar lokasi.
Tapi juga dirasakan oleh kalangan peliput aksi yakni wartawan.
Belasan jurnalis dikabarkan hilang pasca-demo ricuh di Jakarta.
Seperti diketahui unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja berujung ricuh.
Tidak hanya ribuan peserta unjuk rasa yang dinyatakan hilang, akan tetapi ada belasan jurnalis yang juga dikabarkan menghilang.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pengacara LBH Pers Ahmad Fathanah.
Menurutnya, total ada 18 jurnalis yang menghilang dan tak bisa dihubungi usai liputan aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Rinciannya, 17 dari 18 orang yang dilaporkan menghilang berasal dari pers mahasiswa (Persma).

Sementara itu, ada satu jurnalis media online merahputih.com bernama Ponco Sulaksono yang juga menghilang.
Namun berdasarkan informasi, jurnalis Ponco Sulaksono ikut ditahan bersama peserta unjuk rasa lainnya di Polda Metro Jaya.
"Persma kurang lebih 17 orang," kata Ahmad dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Selan itu, sejumlah jurnalis juga dikabarkan mengalami tindakan represif oleh oknum aparat penegak hukum.
Ada perlengkapan liputan yang dirampas, ada pula yang dirusak saat meliput aksi.
Salah satunya, memori kamera milik jurnalis Suara.com atas nama Peter Rotti.
Saat meliput aksi, memori kamera Peter dirampas karena diduga tengah merekam aksi pemukulan para peserta unjuk rasa.
Akibat kejadian itu, Peter juga sempat dapat tindakan kekerasan. Di antaranya diseret dan dianiaya hingga mengalami luka lebam.
"Selain itu, ada kasus HP wartawan CNNIndonesia.com, Thohirin diambil polisi," tandasnya.
==
Siapa Pelakunya? Handphone Kontributor Wartawan Dirampas, Foto Video Liputan Bentrok Demo Dihapus
TRIBUNPEKANBARU.COM - Aksi demo mahasiswa dan buruh tidak hanya menyasar sesama orang yang terlibat, namun juga wartawan.
Aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di Kota Sukabumi berujung bentrok antara pengunjuk rasa dengan polisi, Kamis (8/10/2020) sore.
Handphone milik Fauzi Noviandi, kontributor Tribun Jabar dirampas lalu foto dan video hasil liputannya dihapus oleh pria berpakaian preman.
Berdasarkan pantauan di lapangan, peristiwa kericuhan itu bermula saat pendemo melakukan aksi di depan Balai Kota Sukabumi di Jalan Syamsudin.
Di lokasi itu mahasiswa mendobrak gerbang masuk ke Balai Kota sekaligus Sekretariat Daerah (Setda).

Mahasiswa dari berbagai organisasi itu kemudian bergerak ke arah DPRD Kota Sukabumi, sambil berorasi mahasiswa perlahan mendekat ke Gerbang DPRD.
Kericuhan tiba-tiba pecah, ketika mahasiswa mulai saling dorong dengan aparat yang menjaga gerbang DPRD.
Di tengah kericuhan, Fauzi Noviandi tiba-tiba didekati dua orang pria yang meminta foto dan video yang gambarnya baru saja diambil itu segera dihapus.
"Mereka datang berdua satu dari arah depan dan satu lagi dari arah belakang, langsung bilang minta video dihapus. Lalu handphone saya diambil, mereka langsung menghapus beberapa rekaman yang saya ambil pas bentrokan pecah," kata Fauzi.
Menurut Fauzi saat itu kartu identitas jurnalisnya dalam posisi tergantung di leher, kedua orang itu bahkan mengetahui posisinya sebagai jurnalis dan Fauzi juga menyebut statusnya sebagai jurnalis.
"Semua video dihapus, detik-detik bentrok dan semua kejadian hari tadi dihapus. Saya merasa terintimidasi dengan kedatangan dua orang itu, mereka berpakaian preman satu rambutnya agak panjang satu lagi sedikit cepak, dan tidak dikenal," kata Fauzi.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Sukabumi, Hanif Nasution menyayangkan, peristiwa perampasan dan penghapusan dokumen hasil peliputan oleh dua pria berpakaian preman itu.
"Saya sangat menyangkan insiden tersebut, padahal wartawan itu sudah memperlihatkan identitasnya sebagai jurnalis, namun terduga aparat tersebut tetap menghapusnya," katanya.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sukabumi Raya, Apit Haeruman meminta pihak kepolisian setempat untuk mengusut tuntas kejadian yang menimpa kontributor Tribun Jabar itu.
"Pihak kepolisian harus segera mengusut kejadian yang seharusnya tidak terjadi. Sebab hal seperti itu sudah sering terjadi, oleh karenanya petugas harus menyelesaikannya agar tidak kembali terulang," ucapnya
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Sumarni, mengatakan pihaknya memohon maaf atas insiden tersebut. Dan akan segera menyelidiki kasus perampasan itu.
"Saya akan menyelidiki kasus ini dan berikan waktu selama tiga hari, dan rekan-rekan diminta untuk menunggunya hasilnya," ucapnya.
Saat Batu Beterbangan, Seorang Ibu Mau Bentangkan Bendera Merah Putih
Batu dan kelereng beterbangan ke arah halaman Gedung Sate tempat polisi berkumpul, pada Kamis (8/10/2020) sore.
Lemparan batu dan lontaran kelereng dari ketapel itu berasal dari para perusuh berpakaian hitam-hitam yang berkerumun di Lapangan Gasibu.
Pantauan Tribun, massa melempari batu hingga kelereng ke arah halaman Gedung Sate. Bahkan, seorang relawan ambulans sempat terkena lemparan batu di keningnya.
Di sela situasi memanas, datang seorang ibu berkerudung mendekat ke gerbang Gedung Sate sambil membawa bendera.
"Saya NKRI pak...saya NKRI pak," ujar perempuan tersebut, seraya membentangkan bendera. Informasi yang dihimpun, perempuan tersebut diduga seorang wisatawan yang ada di Gasibu.
Dia tampak diapit dua orang relawan ambulans. Satu diantaranya berkepala plontos.
"Mohon izin pak, ini ibu terjebak di Gasibu," ujarnya. Tak lama setelah dia bicara pada seorang polisi, pria plontos itu terkena lemparan kelereng dari ketapel.
"Awas ketapel awas ketapel," ujar seorang polisi. Seketika, si ibu itu dievakuasi.
Setelah itu, batu sudah berhamburan ke dalam halaman Gedung Sate.
Para perusuh ini langsung berhamburan setelah polisi keluar dari halaman Gedung Sate kemudian menembakan gas air mata ke arah mereka.
Situasi di depan Gedung Sate saat ini sudah kondusif. Sejumlah perusuh ditangkap polisi.
Jika di depan Gedung Sate sempat rusuh, di depan Gedung DPRD Jabar justru masih ada mahasiswa yang masih berunjuk rasa soal Undang-undang Cipta Kerja.
Mereka membakar ban dan masih berorasi. Pukul 18.00, polisi meminta mereka untuk membubarkan diri.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com, Tribunsumsel.com dan tribunjabar.id