Iran Bereaksi Keras atas Pernyataan Presiden Macron, Tuding Perancis Justru Sulut Ekstremisme
Tudingan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam sebuat unggahan di akun Twitter-nya
Dia menasihati pemimpin Perancis tersebut untuk "membaca sejarah lebih banyak" dan tidak bergantung pada "dukungan dari Amerika Serikat (AS) yang merosot dan Israel yang memburuk".
Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf mengecam "permusuhan bodoh" Perancis dengan Nabi Muhammad.
Ali Akbar Velayati, penasihat pemimpin tertinggi Iran untuk kebijakan luar negeri, mengatakan kartun itu seharusnya tidak dicetak ulang menyusul "kecaman global" terhadap majalah satire Perancis Charlie Hebdo.
“Kita seharusnya melihat majalah cabul yang menghina Nabi dicegah dicetak, tetapi penerapan standar ganda menyebabkan pemikiran sesat dan antiagama ini juga memanifestasikan dirinya dalam sistem pendidikan negara,” kata Velayati.
Komentar Macron memicu protes di beberapa negara mayoritas Muslim dengan orang-orang membakar foto dirinya di Suriah dan membakar bendera Perancis di Libya.
Boikot Produk Prancis Meluas
Pernyataan Presiden Prancis terkait kartun Nabi Muhammad SAW berbuntut panjang. Kini semakin banyak negara yang melakukan boikot produk Prancis.
Terbaru, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara tegas meminta warganya tidak membeli produk buatan Prancis. Boikot atas produk "Negeri Anggur" sudah muncul di supermarket Qatar dan Kuwait, dengan seruan larangan beli juga muncul di Yordania.
Seruan boikot terhada produk dari Perancis ini merupakan babak baru ketegangan dua negara anggota NATO itu, setelah Paris bersikap tegas terhadap kelompok atau individu ekstremis. "Seperti yang sudah disebutkan di Perancis 'jangan beli produk Turki'. Saya meminta rakyat saya jangan membeli apa pun produk mereka," kata dia.
Ini merupakan serangan kedua Erdogan terhadap Perancis, setelah pada akhir pekan kemarin dia menyindir Presiden Emmanuel Macron.
Saat itu, dia menyebut Macron harus melakukan pemeriksaan kejiwaan, dan berdampak kepada Paris yang memanggil duta besar Turki.
Dilansir AFP Senin (26/10/2020), relasi Ankara dengan Barat sudah merenggang menyusul upaya kudeta untuk menjatuhkan Erdogan pada 2016.
Namun kerenggangan Turki dan Perancis sudah berlangsung bertahun-tahun, dengan isu yang mencakup Libya, Suriah, dan eksplorasi gas di Mediterania.
Sementara Erdogan dan Macron sudah bersitegang terutama berkaitan kritikan Paris atas keterlibatan Ankara di wilayah konflik, seperti Nagorno-Karabakh.
Ketegangan baru ini dipicu oleh rencana Emmanuel Macron untuk "membersihkan Islam di Perancis dari pengaruh asing" pada awal Oktober ini.