Satu Calon dan Dua ASN Ditetapkan Jadi Tersangka Pidana Pilkada di Riau, 30 Hari Kampanye
Terdapat satu calon walikota dan dua pejabat ASN dijerat kasus pidana Pilkada yang saat ini telah ditetapkan menjadi tersangka
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Nurul Qomariah
Lebih lanjut, hasil pengawasan jajaran Bawaslu di 9 kabupaten/Kota, terdapat 2 dugaan pelanggaran yang dilakukan Paslon melalui media sosial.
Seperti di Kabupaten Pelalawan Dugaan Pelanggaran berupa membuat postingan di akun resmi Pemerintah Daerah yang menandai salah satu Pasangan Calon (Paslon), yang dilakukan oleh oknum Pejabat ASN di Lingkungan Pemda Kabupaten Pelalawan.
Kasus ini telah diteruskan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara di Jakarta.
Sementara di Kota Dumai, terdapat dugaan kampanye di luar jadwal yang dilakukan oleh Paslon 01 Hendri Sandra - Rizal Akbar dan 02 Eko Suharjo -Syarifah yang saat ini masih diproses oleh Bawaslu Kota Dumai.
Total pelanggaran pemilihan, sampai dengan 30 hari kampanye Bawaslu se-Riau mencatat sebanyak 25 pelanggaran.
Jumlah pelanggaran terbanyak di Kabupaten Pelalawan terdapat 6 pelanggaran, di Kota Dumai tercatat 6 pelanggaran.
Kabupaten Kepulauan Meranti 4 Pelanggaran.
Siak 4 Pelanggaran, Kabupaten Rokan Hilir 1 Pelanggaran.
Kabupaten Kuantan Singingi 2 pelanggaran, dan di Kabupaten Indragiri Hulu 2 Pelanggaran.
Ini Penyebab Tingginya Kasus Pelanggaran Netralitas ASN
Sementara, kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih tinggi di Pilkada 2020 ini.
Bahkan ada calon yang terancam dibatalkan karena terlibat kasus netralitas ASN.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan sosialisasi sudah gencar dilaksanakan hanya saja ASN nya yang membuat persoalan.
"Jadi bukan tidak ada sosialisasi, baik kepada Calon dan ASN saya rasa gencar disosialisasikan agar tidak terlibat politik pilkada dan menjaga netralitas, nun masih terjadi juga ya mau gimana lagi,"ujar Komisioner KPU Riau Divisi Hukum Firdaus kepada Tribunpekanbaru.com .
Menurut Firdaus, ada kecenderungan ASN ingin terlibat terutama membantu calon petahana, karena takut kehilangan jabatan jika si petahana nantinya terpilih lagi.
Masalah inilah yang membuat ASN terlibat dan melanggar netralitas mereka di Pilkada.
Begitu juga dugaan calon terutama petahana sering memanfaatkan peluang untuk intervensi bawahannya.