Berita Riau
Update Kasus Korupsi Proyek Jembatan Waterfront City, Mantan Ketua DPRD Kampar Ikut Diperiksa KPK
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (5/11/2020) ikut memeriksa Ahmad Fikri, mantan Ketua DPRD Kabupaten Kampar 2014 pada kasus ini.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi kasus dugaan korupsi proyek jembatan Waterfront City, Bangkinang, Kabupaten Kampar.
Dalam dugaan rasuah proyek multiyears Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Kampar, tahun anggaran 2015-2016 ini, KPK sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka.
Dua tersangka itu yakni Adnan (ADN) dan I Ketut Suarbawa (IKT).
Adnan berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Jembatan Waterfront Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar.
Sementara I Ketut Suarbawa, merupakan Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) Tbk/Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Pada Kamis (5/11/2020) ini, penyidik memanggil 2 orang saksi untuk diperiksa.
Baca juga: Penyidik KPK Periksa 3 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Proyek Jembatan Waterfront City Bangkinang Kampar
Hal ini dalam rangka melengkapi berkas perkara tersangka.
Dua saksi yang dimaksud, diperiksa untuk tersangka Adnan.
"Pemeriksaan dilakukan di Ditreskrimsus Polda Riau di Jalan Jenderal Sudirman No.235, Simpang Empat, Kecamatan Pekanbaru Kota, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau," kata Plt Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri.
Lanjut Ali, adapun dua saksi yang diperiksa, yaitu Ahmad Fikri, selaku mantan Ketua DPRD Kabupaten Kampar 2014.
Saksi satu lagi yaitu, Syarkani Arief, aparatur sipil negara (ASN), yang menjabat Kabid Perencanaan Dinas Bina Marga dan Pengairan.
Sebelumnya, penyidik KPK juga sudah memperpanjang masa penahanan terhadap kedua tersangka.
Perpanjangan penahanan terhadap kedua tersangka selama 40 hari.
Baca juga: 5 Saksi Kasus Korupsi Jembatan Waterfront City di Kampar Dikonfrontasi soal Pemberian Uang
Dimulai tanggal 19 Oktober 2020 sampai dengan 27 November 2020. Mereka mendekam di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih.
Adapun alasan perpanjangan penahanan dilakukan, karena penyidik masih memerlukan waktu untuk menyelesaikan berkas perkara.
Sebelumnya kedua tersangka sudah ditahan oleh KPK pada 29 September 2020.
KPK menetapkan Adnan dan I Ketut Suarbawa sebagai tersangka sudah sejak 14 Maret 2019 lalu.
Dengan dugaan para tersangka telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan dan pelaksaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang Tahun Anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau.
Baca juga: KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi Pembangunan Jembatan Waterfront City Bangkinang Kampar Senilai Rp 50 M
Dalam proses penyidikannya, KPK telah memeriksa 73 orang saksi yang terdiri dari pihak Pemkab Kampar, Pokja PBJ Kampar, DPRD Kampar, peserta lelang, pelaksana proyek dan pihak sub kontraktor.
KPK juga telah meminta keterangan ahli pengadaan barang dan jasa dan ahli konstruksi.
Atas perbuatannya, dua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun konstruksi perkaranya yaitu, Pemerintah Kabupaten Kampar mencanangkan beberapa proyek strategis, diantaranya adalah Pembangunan Jembatan Bangkinang atau yang kemudian disebut dengan Jembatan Waterfront City.
Pada pertengahan 2013, diduga tersangka ADN mengadakan pertemuan di Jakarta dengan tersangka IKT, selaku Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) dan beberapa pihak lainnya.
Dalam pertemuan itu, ADN memerintahkan pemberian informasi tentang desain jembatan dan Engineer’s Estimate kepada IKT.
Kemudian pada 19 Agustus 2013, Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kampar mengumumkan lelang Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi.
Lelang ini dimenangkan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Pada Oktober 2013, ditandatangani Kontrak Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan nilai Rp15.198.470.500,00 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan sampai 20 Desember 2014.
Setelah kontrak tersebut, ADN meminta pembuatan Engineer’s Estimate Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2014 kepada konsultan, dan IKT meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.
KPK menduga kerjasama antara AND dan IKT terkait penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ini terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya sampai pelaksanaan pembangunan Jembatan Waterfront City secara tahun jamak yang dibiayai APBD Tahun 2015, APBD Perubahan Tahun 2015 dan APBD Tahun 2016.
Atas perbuatan ini, ADN diduga menerima uang kurang lebih sebesar Rp1 miliar atau 1% dari nilai nilai kontrak.
Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka.
Dalam proyek ini terindikasi telah terjadi kerugian keuangan negara setidaknya Rp50 miliar dari nilai proyek pembangunan jembatan Waterfront City secara tahun jamak di Tahun Anggaran 2015 dan 2016 dengan total nilai kontrak Rp117,68 miliar.
KPK sangat menyesalkan korupsi di sektor infrastruktur ini terjadi. Karena semestinya jembatan yang dibangun tersebut dapat dinikmati masyarakat di Kabupaten Kampar, dan Riau pada umumnya secara maksimal.
Namun akibat korupsi yang dilakukan, selain ada dugaan aliran dana pada tersangka, juga terjadi indikasi kerugian negara yang cukup besar.
KPK juga menyayangkan ketika korupsi terjadi melibatkan pejabat-pejabat yang berada pada BUMN yang mengerjakan konstruksi, dalam hal ini PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Karena semestinya sebagai perusahaan milik negara, BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih dibanding sektor swasta lain dan juga seharusnya ada sikap tegas di kepemimpinan BUMN untuk menerapkan good corporate governance.
Apalagi dalam proyek konstruksi, jika korupsi tidak terjadi maka masyarakat akan lebih menikmati hasil pembangunan tersebut.(Tribunpekanbaru.com/ Rizky Armanda)