Presiden Turki Ingatkan Prancis, Erdogan Sebut Macron Bermasalah: Rompi Kuning Bisa Jadi Rompi Merah
Perselisihan kian memanas dalam beberapa bulan terakhir karena aksi Prancis dalam menindak ekstremisme Islam setelah beberapa serangan yang muncul.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat (4/12/2020) mengatakan bahwa dia berharap Prancis akan menyingkirkan Presiden Emmanuel Macron segera.
Ini adalah serangan kata-kata terbaru diantara dua pemimpin dunia ini.
Dilansir AFP, Turki terlibat dalam serangkaian sengketa dengan Prancis dan otoritas Uni Eropa.
Mulai dari ketegangan di Mediterania Timur hingga wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan.
Perselisihan kian memanas dalam beberapa bulan terakhir karena aksi Prancis dalam menindak ekstremisme Islam setelah beberapa serangan yang muncul.
"Macron adalah masalah bagi Prancis. Dengan Macron, Prancis sedang melewati periode yang sangat, sangat berbahaya."
"Saya berharap Prancis akan menyingkirkan masalah Macron secepat mungkin," kata Erdogan kepada wartawan usai salat Jumat di Istanbul.
Baca juga: Warga Malaysia Murka, Dayak Kalimantan Digambarkan Sebagai Kanibal di Game Terbaru Fantastico Studio
Baca juga: Terus-menerus Diledek Kapan ke Papua?, Ansor-Banser Nyatakan Siap Kirimkan Pasukan
Baca juga: Bencana Banjir di Medan: Sebelum Tewas, Eka: Bang Aku Nggak Pande Berenang

Dia mengatakan Prancis harus mencampakkan presiden mereka.
"Jika tidak, mereka tidak akan bisa melepaskan rompi kuning," sambung Erdogan, merujuk pada gerakan protes yang meletus di Prancis pada 2018.
"Rompi kuning nantinya bisa berubah menjadi rompi merah," kata Erdogan, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Pemimpin Turki telah berulang kali menyarankan agar Macron diperiksa kondisi mentalnya.
Selain itu juga menyerukan agar warga Turki memboikot produk Prancis.
Kecaman Erdogan ini muncul disaat Uni Eropa mempertimbangkan pemberian sanksi kepada Turki pada pertemuan 10 Desember mendatang.
Baca juga: UPDATE Cagub Sumbar Jadi Tersangka: Mulyadi Diperiksa Senin, Ini Kasusnya
Baca juga: Update Covid-19 di Riau Sabtu 5 Desember 2020, Jumlah Pasien Terkonfirmasi Bertambah 125 Kasus

Sebagian sanksi itu berkaitan dengan kebuntuan hubungan Turki dengan anggota UE Yunani di Mediterania Timur.
Para diplomat mengatakan bahwa Paris mendesak hukuman seperti itu kepada Ankara.
Bahkan disebut desakan itu dilakukan meskipun beberapa anggota utama Uni Eropa terutama Jerman, lebih berhati-hati dan menginginkan pendekatan diplomatik.
"Kami siap menggunakan sarana yang kami miliki," kata ketua Dewan Eropa Charles Michel, mengungkapkan kekecewaan atas "tindakan sepihak" dan "retorika permusuhan" Ankara.
Dalam wawancara yang disiarkan televisi Jumat (4/12/2020), Macron tampak menghindari topik soal penghinaan Erdogan.
"Saya percaya pada rasa hormat. Saya pikir makian di antara para pemimpin politik bukanlah metode yang baik," kata Macron.
Konflik Nagorno-Karabakh
Turki dan Prancis juga berselisih tentang Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang dihuni oleh etnis Armenia yang memisahkan diri dari kendali Baku dalam perang pasca-Soviet tahun 1990-an.
Pertempuran baru pecah pada September, menyebabkan ribuan orang tewas, sampai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Rusia disahkan bulan lalu.
Turki adalah sekutu setia Azerbaijan.
Sementara Macron, yang negaranya memiliki komunitas besar Armenia berulang kali menuduh Ankara mengirim milisi Suriah untuk berperang di Baku.
Bulan lalu, Senat Prancis menyerukan Prancis untuk mengakui Nagorno-Karabakh sebagai negara merdeka.

"Anda adalah seorang mediator tetapi di sisi lain, Anda telah mengeluarkan resolusi di parlemen Anda tentang wilayah di mana Anda seharusnya menjadi mediator," kata Erdogan.
Prancis bersama Rusia dan Amerika Serikat menjadi ketua bersama Grup Minsk, yang memimpin pembicaraan mencari solusi untuk konflik selama beberapa dekade tetapi gagal mencapai kesepakatan yang langgeng.
Erdogan juga mengulangi komentar Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bahwa Prancis harus menyerahkan kota pelabuhan Mediterania di Marseille kepada Armenia jika ingin mendirikan negara untuk Armenia di Karabakh.
Wilayah Marseille dihuni komunitas Armenia terbesar di Prancis.
"Saya memberikan nasihat yang sama: jika mereka sangat ingin, mereka harus memberikan Marseille kepada Armenia," kata Erdogan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Presiden Turki: Saya Berharap Prancis Segera Singkirkan Emmanuel Macron Secepat Mungkin