Taiwan Kalah Telak Soal Kekuatan Militer Sama China, Tapi Jepang Dukung Taiwan dengan Cara Ini
seperti perbandingan kekuatan militer China dan Taiwan, dan siapakah yang akan menang jika terjadi perang antara negara yang bertentanggan itu?
TRIBUNPEKANBARU.COM - Biacara soal ketegangan antara Taiwan dan China, pasti akan merembes ke soal pembahasan kekuatan militer masing-masing negara.
Lalu, seperti apa kekuatan militer kedua negara ini, dan siapakah yang akan menang jika terjadi perang antara negara yang bertentanggan itu?
Ya, sebenarnya perbandingan kekuatan militer China dan Taiwan, negara Taiwan yang kedaulatannya belum sepenuhnya diakui dunia masih jauh di bawah China.
Seperti diketahui, sampai saat ini kedaulatan Taiwan hanya diakui segelintir negara di dunia.
Tentu Republik Rakyat China yang paling menentang klaim Taiwan atas kedaulatannya.
Bagi China, Taiwan masih merupakan bagian dari wilayahnya. China tak berhenti menyerukan klaimnya tersebut.
Negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping ini bahkan mengatakan akan mengambilnya dengan paksaan jika perlu.
Ketegangan pun terus terjalin di antara keduanya.
China makin agresif memprovokasi, dengan pesawatnya makin intens terbang di langit Taiwan belakangan ini.
Saat ini, kekuatan militer Taiwan ada di bawah China, masing-masing di peringkat ke-26 dan peringkat ke-3, menurut Global Firepower 2020.
Anggaran pertahanan militernya pun sangat jomplang, dengan China tercatat memiliki anggaran sebesar $ 237 miliar.
Sedangkan Taiwan hanya mencatatkan anggaran belanja pertahanan sebesar $ 10,7 miliar di tahun 2020.
Jumlah personel militernya jangan ditanya, bukan rahasia lagi jika China punya banyak tentara.
China dikenal sebagai negara dengan personel militer terbesar, belum lagi populasinya juga yang terbesar.
Total personel militer negeri Tirai Bambu sebanyak 2.693.000, terdiri dari 2.183.000 personel aktif dan 510 personel cadangan.
Sementara Taiwan memiliki total personel militer sebanyak 1.822.000, terdiri dari 165.000 personel aktif dan 1.657.000 personel cadangan.
Dilihat dari masing-masing sektor pertahanan, militer China juga menunjukkan dominasinya atas Taiwan.
Di sektor darat, China memimpin dengan 3.500 tank tempur, 33.000 kendaraan lapis baja, 3.800 artileri self- propelled, 3.600 artileri lapangan, dan 2.650 proyektor roket.
Sedangkan Taiwan memiliki 1.180 tank tempur, 2.000 kendaraan lapis baja, 482 artileri self-propelled, 1.160 artileri lapangan, dan 115 proyektor roket.
Untuk kekuatan laut, militer China dibekali 777 armada. Diantaranya 7 kapal induk, 74 kapal selam, 36 kapal perusak, 52 fregat, 50 korvet, 220 kapal patroli, dan 29 mine warfare.
Dibanding militer Taiwan yang hanya memiliki 117 armada, di antaranya 4 kapal selam, 4 kapal perusak, 22 fregat, 1 korvet, 39 kapal patroli, dan 10 mine warfare.
Begitu pula di sektor udara, China lebih unggul dibanding Taiwan.
Total pesawat China yaitu 3.210 unit, diantaranya 1.232 pesawat tempur, 371 pesawat serangan khusus, 224 angkutan, 111 pesawat misi khusus, 911 helikopter, 281 helikopter serang, dan 314 pesawat latihan.
Sedangkan total pesawat Taiwan hanya kurang dari seperempat milik China, yaitu sebanyak 744 unit.
Rinciannya yaitu 289 pesawat tempur, 19 angkutan, 19 pesawat misi khusus, 210 helikopter, 91 helikopter serang, 207 pesawat latihan, dan bahkan tidak memiliki pesawat serangan khusus.
Meski begitu, jika perang langsung terjadi antara China dan Taiwan, mungkin AS tidak akan tinggal diam, di mana keterlibatan AS merupakan salah satu kekuatan Taiwan.Terkait hal tersebut, baru-baru ini Jepang juga mengungkapkan dukungannya.
Melansir japantimes.jp (25/12/2020), Seorang pejabat tinggi pertahanan Jepang pada hari Jumat mendesak Presiden terpilih AS Joe Biden untuk "menjadi kuat" dalam mendukung Taiwan dalam menghadapi China yang agresif, menyebut keamanan pulau itu sebagai "garis merah."
"Kami khawatir China akan memperluas sikap agresifnya ke wilayah lain selain Hong Kong.
"Saya pikir salah satu target berikutnya, atau yang dikhawatirkan semua orang, adalah Taiwan," kata Yasuhide Nakayama, menteri pertahanan negara.
Dalam sebuah wawancara, Nakayama mendesak Biden untuk mengambil sikap yang sama di Taiwan sebagai Presiden Donald Trump, yang telah secara signifikan meningkatkan penjualan militer ke pulau yang diklaim China dan meningkatkan keterlibatan.
Keterlibatan Jepang dengan Taiwan juga telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar di bawah basis nonpemerintah.
Tokyo mempertahankan kebijakan "satu China", dengan hati-hati menyeimbangkan hubungannya dengan raksasa tetangga China dan sekutu militer lamanya di Washington.
Jepang berbagi kepentingan strategis dengan Taiwan, yang terletak di jalur laut yang dilalui sebagian besar pasokan energi dan arus perdagangan Jepang.
“Sejauh ini saya belum melihat kebijakan atau pengumuman yang jelas tentang Taiwan dari Joe Biden. Saya ingin mendengarnya secepatnya, kemudian kita juga bisa menyiapkan tanggapan kita sesuai Taiwan,” kata Nakayama.
"Ada garis merah di Asia - Cina dan Taiwan," kata Nakayama, mengutip garis merah yang dinyatakan mantan presiden Barack Obama terkait penggunaan senjata kimia di Suriah - garis yang kemudian dilintasi Damaskus. Biden adalah wakil presiden Obama.
"Bagaimana reaksi Joe Biden di Gedung Putih jika China melewati garis merah ini?" kata Nakayama.
"Amerika Serikat adalah pemimpin negara-negara demokratis. Saya memiliki perasaan yang kuat untuk mengatakan: Amerika, jadilah kuat!"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/taiwan-makin-mengerikan-buat-china-mati-kutu-ikut-jepang-bikin-jet-tempur-silumanberi-pean-menohok.jpg)