TKW Indonesia di Taiwan VSC dengan Mantan Narapidana, Nurut Saat Disuruh Buka Baju, Ujungnya Diperas
Kejadian yang menimpa TKW satu ini patut menjadi pengalaman bagi TKW lainnya agar tidak sembarangan menggunakan media sosial
Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabi'in mengatakan perbuatan terdakwa bermula pada 15 April 2020 sekira pukul 08.00 WIB.
Ketika itu, saksi SM, warga Tulangbawang Barat mendapat telepon dari istrinya AS yang sedang bekerja di Taiwan.
"Istrinya memberitahukan jika pernah melakukan panggilan video WhatsApp dengan terdakwa sejak tahun 2018," ungkap Sabi'in, Senin (4/1/2020).
Masih kata Sabi'in, istrinya mengakui jika terdakwa merayunya untuk membuka pakaiannya dan memperlihatkan auratnya saat melakukan panggilan video WhatsApp.
"Lalu tanpa sepengetahuan AS, terdakwa merekam panggilan video tersebut," terang Sabi'in.
Selanjutnya, kata Sabi'in, terdakwa menggunggah video AS tanpa busana melalui status WhatsApp miliknya dan meminta AS untuk mengirimkan sejumlah uang kepadanya.
"AN kemudian mengirimkan uang sebesar Rp 5 juta kepada terdakwa, dan sejak tahun 2018 terdakwa memaksa AS untuk mengirimkan uang."
"Selain itu, terdakwa juga melakukan video call seks atau VCS dan mengancam akan menyebarkan rekaman video tersebut," kata Sabi'in.
Sabi'in menambahkan, AS kemudian terpaksa mengikuti kemauan terdakwa karena takut akan disebar ke media sosial.
"Saksi SM mengetahui jika terdakwa membuat akun palsu menggunakan foto profil AS dan sering mengunggah foto, video dan kata-kata yang bermuatan asusila ke beranda dan grup Facebook pasar online Taiwan," tandas Sabi'in.
Pertimbangan Hakim
Majelis hakim mengurangi sedikit hukuman pelaku penyebar konten asusila di Facebook lantaran beberapa pertimbangan.
Dalam persidangan secara telekonferensi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Senin (4/1/2020), Ketua Majelis Hakim Hendro Wicaksono menyampaikan pertimbangannya.
Menurut Hendro, selama persidangan hakim tidak menemukan hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
"Baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," sebut Hendro Wicaksono.