Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Sri Lanka Kisruh, Umat Muslim Protes Aturan Kremasi Diberlakukan bagi Seluruh Jenazah Positif Covid

Sri Lanka sedang kisruh, pemerintah melakukan kebijakan kremasi paksa terhadap jenazah positif Covid-19.

Editor: Ilham Yafiz
LAKRUWAN WANNIARACHCHI / AFP
Seorang pengendara mobil melewati lukisan dinding di Kolombo, Sri Lanka pada 26 Januari 2021. 

Kremasi paksa

Kisah lain yaitu Mohammed Minhaj yang berusia 19 tahun juga dikremasi secara paksa setelah meninggal karena komplikasi COVID-19 pada bulan Oktober lalu, demikian menurut anggota keluarga.

"Minhaj adalah adik laki-laki saya dan dia menderita kelainan bentuk dan kebutaan yang parah," kata Mohammed Mazeer, saudara laki-laki Minhaj, kepada DW. Mazeer mengatakan pihak berwenang menguji 18 anggota keluarga dan mengkarantina keluarga tersebut. Pihak berwenang kemudian menuntut 50.000 Rupee Sri Lanka (Rp 3,6 juta) untuk mengkremasi jenazah Minhaj.

"Kami takut dan tidak punya pilihan lain. Itu terpaksa kami lakukan," kata Mazeer. Keluarga mencari keadilan dan menginginkan penyelesaian segera atas masalah tersebut.

Pada bulan akhir tahun lalu, kremasi paksa bayi berusia 20 hari tanpa persetujuan keluarga memicu kemarahan nasional. Sedangkan kedua orang tua bayi tersebut dinyatakan negatif COVID-19.

Ada juga kasus kremasi paksa di mana pihak berwenang kemudian mengakui korban yang meninggal tidak terinfeksi virus corona.

Kasus-kasus seperti itu tidak hanya membuat marah kelompok minoritas Sri Lanka tetapi juga memicu masalah terkait perbedaan agama dan etnis di negara tersebut.

Aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa pemerintah Sri Lanka telah mengadopsi berbagai kebijakan yang mendiskriminasi minoritas Muslim dan Tamil.

"Bagi keluarga yang sudah berduka karena kehilangan orang yang dicintai, pembuangan jenazah secara paksa oleh pemerintah Rajapaksa dengan cara yang bertentangan dengan keyakinan mereka adalah serangan yang keterlaluan dan ofensif terhadap hak-hak agama dan martabat dasar," kata Meenakshi Ganguly, Direktur Human Rights Watch Asia Selatan.

Ketegangan antaragama memuncak

Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa contoh kerusuhan terhadap masyarakat Muslim di negara tersebut.

Ketegangan meningkat setelah aksi pemboman Paskah 2019 yang mematikan, yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis setempat.

Sejak saat itu, perasaan ketakutan dan pembalasan terhadap komunitas Muslim semakin menguat.

Tahun lalu, empat pelapor khusus PBB mengajukan banding ke pemerintah Sri Lanka, menyatakan bahwa kebijakan kremasi melanggar hak kebebasan beragama.

Mereka meminta pemerintah untuk memerangi upaya yang memicu kebencian dan kekerasan agama.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved