Biarawati Ini Berlutut Depan Polisi, Memohon Tidak Menyiksa Anak-anak, 'Tembak & Bunuhlah Saya'
Saya berlutut, memohon agar mereka tidak menembak dan menyiksa anak-anak, tapi tembak dan bunuhlah saya
Beberapa saat kemudian saat ia memohon agar polisi menahan diri, polisi justru mulai menembaki kerumunan pemrotes di belakangnya.
“Anak-anak panik dan lari ke depan, saya tidak bisa berbuat apapun kecuali berdoa pada Tuhan untuk keselamatan anak-anak,” tutur Nu Tawng.
Awalnya ia melihat seorang laki-laki tertembak di kepala dan tumbang di hadapannya lalu ia merasakan sengatan gas air mata.
“Rasanya seperti dunia sedang runtuh,” ujarnya.
“Saya sangat sedih karena itu terjadi saat saya memohon kepada mereka.”
Regu penyelamat mengonfirmasi bahwa dua orang tertembak mati di lokasi tersebut saat bentrokan antara demonstran dan polisi terjadi.
Tapi, belum diketahui jenis peluru apa yang dipakai polisi untuk menembak mati keduanya.
Pada Selasa (9/3/2021), salah seorang demonstran yang tewas saat berunjuk rasa, Zin Min Htet, dibaringkan dalam peti kaca dan dibawa mobil jenazah berwarna emas yang ditutupi bunga berwarna putih dan merah.
Para pelayat mengacungkan salam tiga jari sebagai symbol pembangkangan saat musik instrumental dimainkan sebagai mengawali prosesi pemakaman.
Kachin, negara bagian di bagian paling Utara di Myanmar, adalah rumah etnik Kachin sekaligus tempat konflik antara kelompok etnis bersenjata dengan militer selama bertahun-tahun.
Puluhan ribu warga telah meninggalkan rumah mereka dan tinggal di kamp-kamp di seluruh wilayah Kachin dan salah satu organisasi yang memberikan bantuan kepada mereka adalah komunitas Kristen.
Unjuk rasa Senin kemarin bukan kontak pertama Suster Nu Tawng dengan pasukan keamanan Myanmar. Pada 28 Februari 2021, ia juga pernah memohon belas kasihan dengan berjalan perlahan ke arah polisi, berlutut dan memohon mereka untuk berhenti.
"Saya sudah menganggap diri saya mati sejak 28 Februari,” katanya setelah ia memutuskan untuk menghadapi barisan polisi.

Pada Senin kemarin, ia kembali mengulangi permohonan belas kasihan terhadap pengunjuk rasa sambil dikelilingi oleh sesama suster.
“Kami di sana untuk melindungi sesama saudara dan orang-orang karena mereka dalam bahaya,” kata Suster Mary John Paul.