Sebelum Pasar Desa Kijang Jaya Terbakar Pernah Ada Rencana Renovasi, DPMD Kampar Sebut Tak Tahu
Amir, seorang pedagang pakaian di pasar itu, mengungkap rencana renovasi yang diinisiasi Pemerintah Desa Kijang Jaya tiga tahun lalu.
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pemerintah Kabupaten Kampar yang dikonfirmasi melalui Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Febrinaldi Tridarmawan mengaku tidak pernah tahu ihwal rencana renovasi Pasar SP1 Buana Desa Kijang Jaya Kecamatan Tapung Hilir.
"Saya tidak pernah dengar itu," ungkap Febri kepada tribunpekanbaru.com, Kamis (11/3/2021) siang, usai mendampingi Bupati Kampar, Catur Sugeng Susanto meninjau Pasar Kijang Jaya yang ludes terbakar hebat, Selasa (9/3/2021) malam lalu.
Amir, seorang pedagang pakaian di pasar itu, mengungkap rencana renovasi yang diinisiasi Pemerintah Desa Kijang Jaya tiga tahun lalu.
"Tiga tahun lalu pernah mau direnovasi, mau dibangunkan jadi beton. Sudah sempat mau dibuldoser," ungkapnya kepada tribunpekanbaru.com, Rabu (10/3/2021) malam.
Amir adalah adik kandung korban meninggal bernama Siti Aisyah.
Siti Aisyah tewas terpanggang bersama suaminya, Murantom Lubis.
Menurut Amir, pasar dikelola oleh Pemerintah Desa Kijang Jaya.
Pedagang di pasar itu menempati kios dan lapak dengan hak pakai.
Ia sendiri tidak memiliki alas hak permanen pada tempat usaha tersebut.
Amir sendiri sudah berjualan di pasar itu sejak tahun 1995.
Sekitar tiga tahun lalu, Kepala Desa Kijang Jaya yang lama mengatasnamakan pemerintah desa setempat, memberitahu pedagang bahwa pasar akan direnovasi.
Kios yang semula papan, dibangun menjadi beton. Tetapi pedagang menolak karena biaya yang dikenakan terlalu besar. Pedagang tidak sanggup dan keberatan.
"Hitung-hitungannya nggak masuk. Pedagang diminta membayar 100 juta lebih untuk dibangunkan beton. Ini namanya mencekik pedagang," ungkap pria 55 tahun ini.
Pedagang menilai, bobot bangunan dengan biaya yang harus dibayarkan pedagang tidak sebanding. Di samping itu, pedagang juga merasa tidak memiliki kekuatan hak milik terhadap lapak usaha.
Oleh karena perlawanan pedagang yang begitu keras, rencana untuk merenovasi pasar itu pun batal. Kepala Desa pun berganti setelah pelantikan akhir 2019.
Di kepemimpinan Kepala Desa yang baru, masalah baru pun muncul. Amir mengemukakan, pemerintah desa sempat akan menaikkan uang sewa lapak.
Amir sendiri dan begitu juga dengan pedagang lain, membayar sewa lapak Rp. 5.000 per minggu per lapak atau kios. Ditambah sewa bulanan Rp. 5.000. Sehingga total biaya yang harus dibayarnya tiap bulan sebesar Rp. 25.000.
"Pemerintah desa mau menaikkan sewa menjadi 360.000 per bulan. Pedagang jelas menolak," kata Amir. Biaya sewa tidak jadi naik dan tetap memberlakukan tarif yang lama.
Febri membenarkan pasar dikelola oleh Pemerintah Desa. Pasar itu sebagian aset Pemerintah Kabupaten Kampar yang diserahkan kepada Pemerintah Desa. Sebagian lagi, ada yang aset pribadi.
Terhadap aset pemerintah, kata Febri, akan dicarikan sumber pendanaannya untuk membangun kembali pasar yang rata dengan tanah itu. Tetapi aset pribadi, biaya pembangunan akan ditanggung pemiliknya.
Selama ini, pungutan di pasar tersebut tercatat sebagai Pendapatan Asli Desa (PADes). Febri mendengar laporan dari Kepala Desa Kijang Jaya jika pelaporan PADes tersebut dimuat dalam APBDes.
Tetapi Febri belum dapat memerinci besar PADes dari pasar tersebut. Kades Kijang Jaya, kata dia, baru sebatas menyampaikan informasi yang bersifat umum saja ihwal pengelolaan pasar tersebut. (tribunpekanbaru.com/fernando sihombing)