Fakta Kerja Paksa yang Dilakukan Oleh Tentara Jepang adalah Situs Lokomotif Jepang di Riau
Fakta kerja paksa yang dilakukan oleh tentara Jepang adalah Situs Lokomotif Jepang di Riau yang berada di Desa Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri Riau
Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
Sebagai bukti sejarah, WWF Riau pun ingin melindungi benda ini.
Pada tahun 1975 masyarakat sudah membongkar rel yang membentang dari Pintu Batu sampai Pekanbaru, lalu menjualnya kepada cukong besi secara kiloan.
Sedangkan dua dari sembilan unit lokomotif masih tersisa sebagai bukti otentik sejarah.
Satu unit dijadikan monumen yang diletakkan di makam pahlawan, jalan Kaharuddin Nasution, Kota Pekanbaru. Monumen ini diresmikan pemerintah tahun 1956.
Sedangkan satu unit lagi berada di dalam kawasan kebun karet masyarakat, di jalan poros ganda, Kampar Kiri.
Dari penjelasan peta sederhana yang tertulis di monumen lokomotif, jalan Kaharuddin nasution, Pekanbaru, diduga perlintasan rel kereta api membentang dari Padang, Padang Panjang, Solok , Muaro Kalaban, Muaro Sijunjung melintas ke Logas kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi hingga ke sungai pagar, Kampar dan Pekanbaru.
Ahli Spesies WWF Indonesia, Sunarto yang turut menyusuri jejak bentangan rel kereta api mencoba menjelaskan dari berbagai referensi yang dia dapat.
"ternyata ada ribuan masyarakat yang mati akibat romusha untuk membangun rel zaman pendudukan Jepang. Sedangkan relnya sekarang sudah dipotong dan dijual orang," ujarnya kepada Tribun, Sabtu (8/6) di monumen lokomotif di Pekanbaru sebelum menyusuri jejak bentangan lainnya di kampar kiri dan kawasan Suaka Margasatwa bukit Rimbang Baling, Kuantan Singingi.
Ia menyebut, rekam jejak sejarah seperti tak ada perhatian dari pemerintahan.
Diceritakan Sunarto, pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya awal tahun 1920an telah merencanakan hasil tambang batu bara dari Sawah Lunto Sumatra Barat diangkut tidak melalui Samudra Hindia.
Rancana ini mengingat, karena banyak rintangan perang yang akan dihadapi bila Belanda tetap melalui Samudra Hindia.
"Waktu itu motivasinya dari Samudra Hindia mencoba mengalirkan ke Selat Malaka melalui Riau daratan," katanya.
Tahun 1942 Belanda menyerah kepada Jepang sedangkan rencananya belum dilaksanakan.
Melihat potensi rencana itu,Jepang langsung mengerjakan dengan Romusha serta tawanan perangnya.
Apalagi mengingat ada potensi batu bara yang telah di garap Belanda di Lagos, Kuantan Singingi.
Namun, kereta api milik Belanda yang dimanfaatkan Jepang beroperasi hanya sampai tahun 1945 di Riau.
Setelah Indonesia Meredeka dan Jepang menyerah kepada sekutu, sama sekali tak ada lagi pemanfaatan rel kereta api di Riau.
Kecuali, di Sumatra Barat tetap dimanfaat sebagai pengangkut hasil tambang batu bara Sawahlunto Sijunjung.
Kini, hal itu telah menjadi wisata 'Mak Itam' sebutan bagi lokomotif kuno itu di Sumatra Barat.
Tidak lama berbincang di monumen lokomotif jalan Kaharuddin Nasution, rombongan WWF Riau serta beberapa orang wartawan termasuk Tribun yang hendak menyusuri jejak sejarah rel kereta api yang membentang di Riau ini langsung melaju ke Kampar Kiri.
Setelah melewati sungai Subayang, rombongan berbelok ke kiri melalui jalan poros ganda.
Pasalnya, jalan tidak beraspal itu merupakan jalan poros menuju PT. Ganda Buanindo, sebuah perusahan kelapa sawit di sana.
Sekitar 2 km dari jalan raya desa Kampar Kiri, terlihat sebuah lokomotif sepanjang 25 meter ditumbuhi semak dan rumput liar di kebun karet masyarakat.
Keberadaan lokomotif ini tidak terlihat sebagai benda sejarah yang diperhatikan.
Lokomotif berbahan bakar batu bara ini sudah tidak lengkap lagi, sejumlah besi dindingnya bolong, diduga dicuri orang tak bertanggungjawab.