Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Wanita Malam Di Afghanistan Takut Open BO Pasca Taliban Awasi Aktifitas Prostitusi di Medsos

Selain di media sosial, Taliban juga memeriksa situs film untuk mencari wanita nakal dari Taliban yang terjun ke dunia film dewasa.

Wakil KOHSAR / AFP
Taliban 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Pekerja wanita malam di Afghanistan hidup dalam ketakutan. Senasib dengan LGBTQ, nasib wanita penghibur di negeri itu nelangsa setelah Taliban berkuasa. 

Dilansir dari The Sun Online, Taliban mulai berburu wanita-wanita nakal di sejumlah platform media sosial. 

Taliban tentunya akan memberikan hukuman berat bagi para wanita penghibur jika ketahuan.

Selain di media sosial, Taliban juga memeriksa situs film untuk mencari wanita nakal dari Taliban yang terjun ke dunia film dewasa.

"Para wanita ini sekarang dalam bahaya serius diculik atau dibunuh dengan cara yang paling mengerikan yang bisa dibayangkan.”

Pasukan Taliban secara brutal telah mengeksekusi wanita malam ketika mereka memerintah Afghanistan di tahun 90-an.

Dan mereka telah melanjutkan taktik kejam mereka di daerah-daerah di bawah kendali mereka selama dua dekade terakhir, termasuk membunuh wanita karena berhubungan seks di luar nikah.

Profesi sebagai wanita penghibur di Afghanistan adalah ilegal tetapi karena pendudukan Amerika Serikat di negara itu berlanjut, jumlah wanita malam melonjak.

Seorang wanita malam yang hanya ingin disebut sebagai Zainab mengatakan dia terjun ke dunia prostitusi untuk membantu memberi makan lima saudara kandungnya setelah adiknya jatuh sakit.

Wanita berusia 20 tahun itu mengatakan dia mematok tarif 2.000 afghani atau sekitar Rp 350 ribu sekali kencan.

“Saya berusia 13 tahun ketika ayah saya meninggal. Ibuku sudah lama sakit, dan sebagai yang tertua, aku harus bertanggung jawab atas keluargaku. Saya mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi uangnya tidak pernah cukup," ungkapnya.

“Kebanyakan pelanggan saya masih berusia 25 sampai 30 tahun, dan kebanyakan sudah menikah," kata Zainab.

“Setiap kali saya sendirian di kamar dengan seorang pria, saya takut setelah Taliban berkuasa.” katanya.

Tiada ampun bagi gay

Dilansir dari nypost, seorang pria Gay mengaku khawatir dengan nyawanya. 

Taliban akan memberi hukuman yang teramat brutal jika milisi itu tau jika ia adalah seorang Gay.

“Begitu Taliban tahu bahwa saya seorang Gay, mereka akan membunuh saya bahkan tanpa memikirkannya,” kata “Sayed” yang berusia 36 tahun kepada Business Insider, Sabtu.

Masih teringat jelas di ingatan Sayed ketika seorang Gay dieksekusi dengan cara sadis. 

Pria Gay di Afghanistan di timpa oleh tembok bangunan yang dirubuhkan dengan tank.

"Dalam waktu kurang dari seminggu, suasana di komunitas Gay bawah tanah Afghanistan berubah menjadi panik," ujarnya.

Ghulam (21), pria Gay lainnya mengaku tidak berani keluar rumah. 

Pemuda penyuka sesama jenis itu hanya mengurung diri di kamar pasca Taliban ambil alih negaranya.

“Kami tidak bisa keluar karena kami hanya takut akan hidup kami,” kata Ghulam.

Homoseksualitas secara teknis ilegal di Afghanistan selama bertahun-tahun, tetapi belum dituntut sejak AS dan sekutu NATO-nya mengusir Taliban dari kekuasaan pada 2001.

Tetapi di bawah interpretasi Taliban yang menerapkan hukum Syariah, Gay membawa hukuman mati bagi penganutnya.

Rezim sebelumnya membunuh setidaknya selusin pria homoseksual dengan menghancurkan mereka sampai mati di bawah tembok batu yang digulingkan oleh tank atau buldoser, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia.

“Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa kaum Gay akan disingkirkan dan dimusnahkan oleh Taliban, seperti yang dilakukan Nazi,” kata Nemat Sadat, mantan profesor di American University of Afghanistan di Kabul yang melarikan diri ke Los Angeles pada 2013 setelah menerima ancaman pembunuhan. 

"Orang-orang mengirimi saya pesan dengan mengatakan ini paspor saya, ini semua informasi saya, tolong keluarkan saya dari negara ini, saya akan mati."

ketakutan yang luar biasa juga dirasakan oleh Abdul (bukan nama sebenarnya).

Dilansir dari BBC, mahasiswa Afghanistan ini pun tak berani keluar rumah. Bahkan ia tak datang ke kampus. 

Padahal, ia harus mengikuti ujian akhir semester.

Ia hanya berdiam diri di rumah sambil memantau Taliban di luar dari jendela rumahnya.

"Bahkan ketika saya melihat Taliban dari jendela, saya merasa sangat takut. Tubuh saya mulai gemetar karena melihat mereka," katanya.

"Warga sipil dibunuh. Saya rasa saya tidak akan pernah berbicara di depan mereka."

Bukan hanya para pemimpin baru negara yang tidak bisa mengetahui tentang seksualitas Abdul.

"Sebagai seorang Gay di Afghanistan, Anda tidak dapat mengungkapkan diri Anda, bahkan kepada keluarga atau teman Anda.

"Jika saya mengungkapkan diri kepada keluarga saya, mungkin mereka akan memukuli saya, mungkin mereka akan membunuh saya."

Meskipun dia menyembunyikan seksualitasnya, Abdul telah menikmati hidupnya di pusat kota yang semarak di negara itu.

"Studiku berjalan dengan sempurna. Ada kehidupan di kota, ada keramaian di kota."

Dalam kurun waktu seminggu, Abdul merasa telah menyaksikan nyawanya menghilang dari hadapannya.

"Tidak ada masa depan bagi kami," katanya.

"Saya rasa saya tidak akan pernah melanjutkan pendidikan saya. Teman-teman, saya telah kehilangan kontak dengan mereka. Saya tidak tahu apakah mereka baik-baik saja.

"Rekan saya, dia terjebak di kota yang berbeda dengan keluarganya. Saya tidak bisa pergi ke sana, dia tidak bisa datang ke sini,".(Tribunpekanbaru.com).

(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved