Utang Pemerintah Jokowi Naik Lagi, Sri Mulyani: Jangan Dimusuhi, Pengamat: Sudah Lampu Merah
Ia mengambil contoh, dalam hal pembangunan infrastruktur daripada dibiayai dengan utang, baiknya bekerja sama dengan pihak swasta.
Namun, harus jeli, agar peningkatan pajak ini jangan sampai mengganggu pemulihan ekonomi.
Kedua, pemerintah harus makin mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan pengendalian belanja. Jadi, belanja yang bersifat rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang harus dipangkas.
Ketiga, pemerintah harus kreatif untuk mengurangi ketergantungan utang yang mahal.
Ia mengambil contoh, dalam hal pembangunan infrastruktur daripada dibiayai dengan utang, baiknya bekerja sama dengan pihak swasta.
Kemudian, melakukan pinjaman dengan denominasi mata uang yang bunganya relatif rendah.
Kalau dollar AS dirasa mahal, lebih baik pilih mata uang lain seperti Yuan atau Yen, sehingga ini juga menekan beban bunga utang.
Diinformasikan, Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang terus mengalami kenaikan, baik di periode pertama maupun periode kedua pemerintahannya.
Dikutip dari laman APBN KiTa Setember 2021 yang dirilis Kementerian Keuangan, Rabu (29/9/2021), utang pemerintah per Agustus 2021 tersebut naik dibandingkan sebulan sebelumnya, di mana utang per Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun.
Dengan kata lain, dalam sebulan, pemerintah Presiden Jokowi sudah menambah utang baru sebesar Rp 55,26 triliun.
Selain kenaikan utang, Kementerian Keuangan juga mencatatkan kenaikan rasio utang pemerintah pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pada Juli 2021, rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat sebesar 40,51 persen. Sementara di Agustus 2021, rasionya sudah naik menjadi 40,85 persen.
Dari total utang sebsanyak Rp 6.625,43 triliun tersebut, porsi utang pemerintah terbesar disumbang dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5.792,39 triliun.
SBN ini terdiri dari surat utang domestik yakni Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 3.693,18 triliun disusul Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk sebesar Rp 824,53 triliun.
Sementara itu, pemerintah juga menerbitkan SBN dalam bentuk valas terdiri dari SUN valuta asing atau valas sebesar Rp 989,27 triliun dan SBSN valas sebesar Rp 285,40 triliun.
Selain penerbutan surat utang, pemerintah juga menarik pinjaman sebesar Rp 833,04 triliun. Rinciannya yakni pinjaman luar negeri sebesar Rp 820,4 triliun dan sisanya pinjaman dalam dalam negeri Rp 12,64 triliun.