Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Pekanbaru

Korban Pencabulan Anak Anggota DPRD Pekanbaru Cabut Laporan,Pelaku Hanya Wajib Lapor,Disorot LPSK

Korban pencabulan atau kekerasan seksual oleh anak anggota DPRD Pekanbaru cabut laporan, pelaku dapat penangguhan penahanan dan hanya wajib lapor

Penulis: Dodi Vladimir | Editor: Nurul Qomariah
freepik.com
Ilustrasi pencabulan. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Korban pencabulan atau kekerasan seksual oleh anak anggota DPRD Pekanbaru cabut laporan, pelaku dapat penangguhan penahanan dan hanya wajib lapor.

Hal itu disoroti oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

LPSK menyoroti pencabutan laporan dari orang tua AS, anak korban kekerasan seksual.

Apalagi, setelah pencabutan laporan tersebut, penahanan terhadap tersangka AR langsung ditangguhkan dan hanya diwajibkan lapor dua minggu sekali.

Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, kejadian pencabutan laporan korban di Pekanbaru ini tentu melukai rasa keadilan publik.

Secara awam melihat bahwa keluarga pelaku yang merupakan anggota DPRD, diduga menggunakan pengaruhnya menekan korban untuk berdamai dan pada ujungnya menangguhkan penahanan pelaku.

”Polisi tidak bisa menghentikan proses penyidikan dengan bersandar adanya persetujuan perdamaian antara korban dan keluarganya dengan pelaku, mengingat perkosaan adalah delik biasa,”ujar Edwin di Jakarta, Kamis (6/1/2021).

“ Jadi, meskipun korban/pelapor telah mencabut laporannya, kepolisian tetap berkewajiban memproses perkara tersebut,” imbuhnya.

Edwin menambahkan, pihak-pihak yang memfasilitasi proses perdamaian dan kemudian berujung penangguhan penahanan terhadap pelaku, perlu dilakukan pemeriksaan.

Apakah langkah mereka benar-benar menerapkan prosedur atau diduga terjadi pelanggaran.

Jika perdamaian tersebut dimaknakan sebagai upaya restorative justice, lanjut Edwin, dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Pidana, memiliki prinsip pembatasan.

Misalnya, syarat formil salah satunya adalah bahwa semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.

”Pemerkosaan ini korbannya manusia. Jika benar dilakukan langkah-langkah untuk mendamaikan, tindakan tersebut telah melanggar Surat Edaran Kapolri dimaksud,” katanya.

Masih menurut Edwin, situasi dimana penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang menimbulkan kontroversi, semakin menguatkan pentingnya UU Penghapuan Kekerasan Seksual.

Bahkan, Presiden Joko Widodo juga telah memberikan pesan kuat agar segera dilakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

LPSK, tegas Edwin, mendukung niat kapolri untuk membentuk Direktorat Layanan Perempuan dan Anak di Bareskrim Polri, agar anggota kepolisian memiliki fokus penanganan perkara dan mendapatkan arahan kebijakan dan supervsisi yang tepat.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved