Usai Fatwa Haram NU dan Muhammadiyah, Kini Kripto Dilarang oleh OJK, Waspada Skema Ponzi

Usai NU dan Muhammadiyah menerbitkan fatwa haram Kripto, kini giliran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersikap.

Editor: Ilham Yafiz
unsplash @Kanchanara
Ilustrasi cryptocurrency. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Usai NU dan Muhammadiyah menerbitkan fatwa haram Kripto, kini giliran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersikap.

OJK mengingatkan agar masyarakat lebih waspada terhadap skema ponzi investasi kripto.

"OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto," ujar Wimboh Santoso Ketua Dewan Komisioner OJK dalam pernyataan resmi pada Selasa (25/1).

Lembaga jasa keuangan yang dimaksud merupakan perbankan, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, dana pensiun, manager investasi, dan lainnya.

Lantaran, aset kripto merupakan jenis komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun sehingga masyarakat harus paham risikonya.

Lanjutnya, OJK tidak melakukan pengawasan dan pengaturan aset kripto. Pengaturan dan pengawasan aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.

Fatwa Haram

Usai Nahdatul Ulama, kini PP Muhammadiyah menyatakan cryptocurrency atau mata uang kripto haram.

Beberapa waktu lalu, Nahdatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa haram untuk cryptocurrency atau mata uang kripto.

Fatwa ini berdasarkan hasil bahtsul masail yang dilakukan oleh PWNU Jawa Timur pada 24 Oktober 2021 lalu seperti dikutip dari Kompas.com.

PWNU Jawa Timur menilai bahwa mata uang kripto bisa menghilangkan legalitas transaksi.

Selain itu mata uang kripto juga dinilai tidak bisa dijadikan instrumen investasi.

Setelah fatwa haram keluar dari PWNU Jawa Timur, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah juga ikut mengharamkan mata uang kripto.

Dikutip dari laman Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa keharaman kripto baik sebagai kegiatan investasi maupun alat tukar.

Fatwa ini keluar karena dianggap ada kecenderungan mengandung unsur ketidakpastian, perjudian, belum disahkan negara sebagai mata uang resmi, dan masyarakat belum sepenuhnya paham mengenai mata uang kripto sehingga dinilai berisiko.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved