Putin Diseret ke ICC Sebagai Penjahat Perang, Presiden Ukraina: Rusia Negara Teroris
Hampir 660.000 orang meninggalkan Ukraina dalam lima hari terakhir, kata badan pengungsi PBB, dengan puluhan ribu lainnya mengungsi di dalam negeri.
Penulis: Firmauli Sihaloho | Editor: Guruh Budi Wibowo
TRIBUNPEKANBARU.COM - Amnesty International menyeret Rusia ke Pengadilan Pidana Internasional, International Criminal Court (ICC).
Rusia dituduh melakukan serangan membabi buta yang telah membunuh warga sipil.
Sementara itu Rusia menyatakan bahwa mereka hanya menargetkan fasilitas militer Ukraina sejak meluncurkan operasi militer khusus.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyebut Rusia sebagai negara teroris setelah pemboman Selasa pagi di gedung administrasi di pusat Kharkiv.
Ukraina pada hari Sabtu mengajukan kasus di Pengadilan Internasional PBB atas tuduhan genosida.
Hampir 660.000 orang meninggalkan Ukraina dalam lima hari terakhir, kata badan pengungsi PBB, dengan puluhan ribu lainnya mengungsi di dalam negeri.
"Jumlahnya meningkat secara eksponensial. Pada tingkat ini, situasi tampaknya akan menjadi krisis pengungsi terbesar di Eropa abad ini," kata juru bicara Shabia Mantoo, seperti dilansir dari The Moscow Times.
Kremlin Selasa mengatakan pihaknya dengan tegas menyangkal tuduhan Ukraina atas kejahatan perang selama invasi mematikannya ke negara tetangga yang mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia.
Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Karim Khan mengatakan Senin bahwa dia meluncurkan penyelidikan atas situasi di Ukraina setelah invasi Rusia.
"Kami dengan tegas menolak ini," kata juru bicara Presiden Vladimir Putin Dmitry Peskov, yang termasuk di antara 26 pejabat tinggi yang dikenai sanksi oleh Uni Eropa pada hari Senin, kepada wartawan.
"Bagaimanapun, kami bukan anggota ICC," kata kantor berita TASS mengutip Peskov.
Khan telah mengatakan pekan lalu bahwa pengadilan yang bermarkas di Den Haag telah menerima banyak pertanyaan sehubungan dengan kejahatan agresi tetapi tidak dapat menggunakan "yurisdiksi atas dugaan kejahatan ini karena baik Rusia maupun Ukraina tidak menandatangani Statuta Roma pendiri ICC.(Tribunpekanbaru.com).
