Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Yogi Adityanath Dijuluki Biksu Bulldozer Karena Kerap Hancurkan Rumah Umat Muslim India

Yogi Adityanath dijuluki sebagai biksu buldiser lantaran kerap menghancurkan rumah atau properti umat Islam yang mengkritik kebijakannya.

Penulis: Nolpitos Hendri | Editor: Guruh Budi Wibowo
Capture Indianexpress
Yogi Adityanath si biksu Buldoser dari India karena kerap hancurkan rumah umat Muslim dengan alat berat 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Julukan Baba Ka Bulldozer atau biksu buldoser melekat erat dengan Yogi Adityanath, ketua menteri utama negara bagian Uttar Pradesh (UP), India. 

Yogi Adityanath dijuluki sebagai Biksu buldiser lantaran kerap menghancurkan rumah atau properti umat Islam yang mengkritik kebijakannya.

Praktik ilegal tak beradab itu sudah lama ia jalankan.

Baru-baru ini, ia kembali menghancurkan beberapa bangunan milik umat Islam yang mengkritik UU yang menarggetkan umat Muslim dan umat Islam yang memprotes elite kader partainya, Partai Bharatiya Janata (BJP), Nipur Sharma karena menghina Nabi Muhammad.

Tak hanya memerintahkan aparat keamanan menghancurkan rumah umat Muslim, ia juga menangkap ratusan pengunjuk rasa yang memprotes Nipur Sharma atas komentarnya yang menghina Nabi Muhammad.

Bahkan, aparat keamanan India menembak mati dua warga Muslim yang dituduh terlibat dalam aksi unjuk rasa.

Polisi Uttar Pradesh menuding jika tiga unit rumah milik Muslim selama akhir pekan kemarin karena dibangun secara ilegal.

Namun klaim itu dibantah keras oleh pemilik rumah.

Pemilik rumah kepada BBC mengaku rumah yang mereka diami puluhan tahun lalu sah dan selalu membayar pajak.

Pembongkaran tersebut memicu kecaman dari para pemimpin oposisi, yang menuduh pemerintah negara bagian yang dipimpin oleh menteri utama Yogi Adityanath, seorang biksu ekstremis Hindu yang kerap menargetkan komunitas Muslim minoritas.

Para kritikus mengatakan polarisasi agama telah semakin dalam di India sejak 2014, ketika nasionalis Hindu BJP berkuasa yang dipimpin oleh PM India Narendra Modi.

Ujaran kebencian dan serangan terhadap Muslim pun meningkat tajam selama beberapa tahun terakhir.

Sebuah tweet dari Mrityunjay Kumar, penasihat media Adityanath, juga memicu kemarahan.

Mrityunjay Kumar men-tweet foto buldoser yang menghancurkan sebuah bangunan, menambahkan: "Ingat elemen-elemen yang tidak dapat diatur, setiap hari Jumat diikuti oleh hari Sabtu."

Dua rumah yang hancur adalah milik orang-orang yang dituduh dalam aksi protes ricuh soal Nipur Sharma.

Yang ketiga adalah politisi bernama Javed Ahmed, yang dituduh merencanakan protes.

Putrinya, Afreen Fatima, adalah seorang aktivis hak-hak Muslim terkemuka yang telah berpartisipasi dalam protes terhadap undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial.

Seorang mantan ketua pengadilan tinggi Allahabad mengatakan kepada surat kabar The Indian Express bahwa pembongkaran rumah Ahmed "benar-benar ilegal".

"Bahkan jika Anda berasumsi sejenak bahwa pembangunan itu ilegal, yang merupakan cara hidup jutaan orang India, Anda tidak boleh menghancurkan sebuah rumah pada hari Minggu ketika penghuninya ditahan," kata mantan Hakim Agung Govind Mathur. .

Seorang pejabat dari Prayagraj Development Authority (PDA) yang menghancurkan rumah Ahmed, mengatakan telah mengeluarkan pemberitahuan kepadanya pada bulan Mei, memintanya untuk muncul di hadapan mereka.

Tetapi Fatima telah membantahnya, dengan mengatakan bahwa keluarga tersebut hanya diberitahu ketika sebuah pemberitahuan ditempelkan di pintu mereka pada hari Sabtu.

Sekelompok pengacara juga menulis surat ke pengadilan tinggi, menunjukkan bahwa pembongkaran itu melanggar hukum.

"Tidak ada pemberitahuan sebelumnya tentang konstruksi ilegal yang diterima oleh terdakwa atau istrinya," kata surat mereka.

Ini bukan pertama kalinya Uttar Pradesh dan beberapa negara bagian lain yang diperintah BJP dituduh menggunakan penghancuran untuk menargetkan pengunjuk rasa yang diduga sebagai akibat dari kekerasan komunal.

Para ahli mempertanyakan sanksi hukum dari metode tersebut.

Namun partai Hindu radikal di India yang berkuasa tak bergeming.

"Anda menghukum orang-orang dari satu komunitas secara tidak proporsional tanpa mengikuti proses hukum apa pun. Ini bukan hanya ilegal, tetapi juga menjadi preseden yang berbahaya," Ashhar Warsi, seorang pengacara senior, mengatakan kepada BBC pada bulan April.

Sementara itu, kontroversi komentar mantan pemimpin BJP belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Itu dipicu oleh pernyataan yang dibuat oleh mantan juru bicara BJP Nupur Sharma dalam debat yang disiarkan televisi bulan lalu. Video pernyataannya menjadi viral, memicu protes sporadis.

Naveen Jindal, yang merupakan kepala media dari unit partai BJP di Delhi, juga memposting tweet yang provokatif tentang masalah ini.

Masalah ini mendapat perhatian global setelah lebih dari selusin negara dari dunia Islam mengutuk pernyataan tersebut, yang memicu mimpi buruk diplomatik bagi India.

BJP kemudian menskors Sharma dan mengusir Jindal.

Sharma dan keluarganya juga telah diberi perlindungan oleh Polisi Delhi setelah dia mengatakan dia menerima pelecehan dan ancaman.

Tetapi Sharma telah menerima dukungan dari simpatisan BJP yang motabene merupakan kelompok ekstremnis Hindu.

Beberapa rekan partainya juga mentweet dukungannya setelah protes baru-baru ini terhadap pernyataannya berubah menjadi kekerasan.

Seorang YouTuber dari Kashmir yang dikelola India ditangkap setelah dia memposting video yang menunjukkan dia memenggal kepala patung Sharma.

Di negara bagian Jharkhand, dua orang tewas karena luka tembak selama protes.(Tribunpekanbaru.com).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved